10

10 2 0
                                    

Aku masih duduk dibalkon menikmati hujan yang masih mengalir deras menimpa bumi.

Menjadikannya basah dan membuat tumbuhan-tumbuhan menyimpan air tersebut pada akarnya.

Hot coklat yang menemani ku sudah habis tadi, rasanya yang manis serta menenangkan selalu menjadi kesukaanku dikala senang maupun sedih.

Aku sedikit lebih tenang dari pada tadi, tanganku menekuk lutut dan menjatuhkan kepalaku disela lutut.

Memejamkan mata dan membayangkan kalau disaat-saat begini ada ibu yang mendampingi ku.

Katanya orang yang menjadikan kita pulang ialah ibu, pelindung bagi anaknya, teman bagi anaknya, obat bagi anaknya.

Namun kenapa itu semua tak berlaku padaku, ibu lebih memilih pergi bersama pria lain dari pada bersamaku disini.

Tak terasa air mataku luruh pikiran sedih menguasai tubuhku, kini pikiranku kembali sensitif ketika mengingat ibu.

Entah hanya aku atau mereka juga begitu ketika mengingat ibu pasti hati ku terasa sedih.

Rasa sedih bercampur aduk ketika mengingat ayah beberapa hari ini tak terlihat dirumah.

"Buu Tasya pengen ketemu" gumamku lirih.

"Ibu sekarang dimana, apa masih inget aku"

Kata-kata merindukan ibu keluar begitu saja saat mataku terpejam, semua mengalir begitu saja.

Aku tak ingin membuka mataku dikegelapan ini aku merasa ada bayangan wajah ibu didepanku, aku tak ingin ibu pergi begitu saja lagi seperti dulu.

Petir yang keras pun tak membuatku membuka mata, aku masih terus terpejam memandang wajah bunda yang cantik.

Tanpa tau bahwa ada seseorang yang memandangnya dari jauh walau dalam kegelapan, orang itu masih bisa melihat punggung ringkih perempuan yang bergetar.

Seolah tau bahwa perempuan itu masih membutuhkan waktu sendiri dan ia tak ingin mengganggunya.

Biarlah nanti, beban besar tak terlihat dipunggung ringkih itu, ia selalu menutupi dengan canda tawa dan senyuman manisnya.

Melihat perempuan itu sudah tak bergetar seperti tadi lantas seseorang itu berjalan mendekat perlahan.

Aku merasakan ada seseorang yang menghampiriku, pikiran parno kini sudah menguasai kepalaku.

"Gimana kalo yang menghampiriku ternyata genderwo, pocong , suster ngesod atau kuntilanak" alisku berkerut berpikir bahwa yang menghampiriku hantu.

" Jangan mendekat atau gue lompat dasar hantu sialan" pekikku kencang sambil beringsut mundur.

Seseorang itu hanya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya bahwa orang tampan gini disangka hantu.

Berjalan mengendap-endap agar Tasya tak tau, lalu ku pegang tanganya dan aku merasakan ia memberontak.

"Pergi kau hantu arhkkk"

"Sialan nanti ku laporin polisi kau, pergiii" ucapku memberontak saat ada tangan besar menyentuh lenganku.

"Hei"

Suara bas menggema ditelinga ku, perlahan mataku terbuka sedikit demi sedikit.

Cahaya silau flash ponsel membuat ku tak tahan dan akhirnya terpejam lagi.

"Singkirkan cahaya itu dari mukaku ditt"

Sudah bisa ditebak siapa lagi malam-malam begini dihadapan ku seorang lelaki muda yang dibolehkan masuk oleh bibi.

"Iya iya sudah"

Aku perlahan membuka mataku kembali, namun Radit mengarahkan kembali senter ponselnya pada ku.

RADITAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang