09. Ramalan Juni yang Nyata

5 3 0
                                    

Mendapat panggilan telepon dari Boy yang mengabarkan bahwa sang ayah sedang dipermalukan oleh Nenek Ja yang disaksikan langsung oleh warga kampung Sugar. Mendengar itu Dea segera bergegas pergi meninggalkan bakmi yang tersisa sedikit juga tas selempang di meja.

Melihat hal itu Alfin segera membayar, tak lupa membawakan tas selempang Dea lalu mengejar gadis itu menuju mobilnya. Alfin pun ikut panik saat tak sengaja mendengarkan kericuhan di seberang sana.

Alfin mengemudikan mobilnya secepat yang dia bisa. Dia masih memikirkan keselamatan keduanya, menyalip beberapa kendaraan besar dengan hati-hati. Beberapa kali Dea sempat meneriakinya memintanya menambah kecepatan, namun Alfin menolaknya tegas. Mereka harus selamat sampai tujuan dan menolong Sudrajat dari Nenek Ja.

Dea menggigiti jari-jarinya, sekujur tubuhnya gemetar hingga dia sulit mengontrolnya. Alfin yang melihatnya terkejut, meraih tangan mungil Dea dan menggenggamnya erat.

"It's oke. Ayah kamu nggak bakal kenapa-napa. Temen-temen pasti jagain Beliau, De," ujar Alfin lembut. Dia jadi ikut khawatir, tetapi dia harus tetap terlihat tenang.

"Stop gigit jari kamu, De," decak Alfin meraih tangan satunya lagi. Darah segar mulai sedikit keluar dari jari-jari mungil Dea karena dia menggigitnya terlalu keras.

"Kak, cepetan," desak Dea tak peduli tangannya dicekal oleh Alfin hingga kesulitan bergerak. Pergerakannya terkunci oleh Alfin.

Alfin menyetir menggunakan satu tangan, tangan satunya bertugas mencekal kedua tangan Dea. Kali ini Alfin menuruti perintah Dea lantaran gemuruh petir terdengar nyaring bersamaan hujan rintik-rintik turun membasahi malam keempat Juni.

Hembusan napas lega Alfin keluarkan saat tiba didepan gang. Perempuan itu lantas segera keluar dari dalam mobil melupakan tas selempang yang terdapat ganci kembaran dengan Fikri.

"Jadi ramalan tentang hidup Dea di bulan Juni itu bener?" .

Alfin mengangkat tas selempang itu, namun tatapannya salah fokus pada ganci tersebut. Dia menyipitkan matanya, mengingat-ingat dia juga pernah melihat ganci tali sepatu yang mungkin sudah hilang ditelan jaman.

Alfin menggeleng cepat. Mengabaikan pikiran kotornya dan segera keluar dari mobil lalu mengejar langkah cepat gadis itu kedalam gang. Alfin masa bodoh bila nanti teman-temannya bertanya mengapa tas selempang Dea ada padanya.

Diwaktu bersamaan Dea berlari kencang masuk gang kampung Sugar. Rumahnya yang lumayan dekat dengan gang membuat dia samar-samar terdengar teriakan Nenek Ja.

Setelah semakin dekat hingga berada di pelupuk mata, Dea dapat menyaksikan kerumunan depan rumahnya. Napas Dea tersengal-sengal menahan gejolak amarah dengan tingkah Nenek Ja yang kelewatan.

"Saya tidak akan membiarkan kamu bertemu dengan cucu saya, Sudrajat. Kamu lah penyebab retaknya keluargamu sendiri. Cukup Shasha saja cucu kesayangan saya kamu bawa. Dan untuk Dea, saya tidak akan pernah membiarkan kamu bawa dia pergi."

Ucapan tajam Nenek Ja terdengar jelas sehingga Dea membelah kerumunan dan kini terlihat dengan jelas Sudrajat yang tengah bertekuk lutut Nenek Ja di pelupuk matanya bersamaan dengan hujan yang baru turun di kampung Sugar.

Sebagian warga langsung bergegas menyelamatkan diri dari basahnya air hujan malam yang tentunya akan terasa sangat dingin.

"Sebaiknya om berteduh dulu, hujannya—"

"Nggak, Boy. Sebelum saya mendapat restu bertemu putri bungsu saya, saya tidak akan beranjak sedikit pun," kekeuh Sudrajat.

"Ayah," parau Dea. Dia tak sanggup berteriak memanggil sang ayah di sana.

Youth Of June (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang