26. Meniup Lilin Bersama

4 1 0
                                    

Tak hanya Fikri dan Dea yang bingung melihat tiga kue berukuran besar menjulang tinggi di panggung utama. Saat semakin dekat keduanya dapat membaca nama-nama yang tertulis di kue tersebut.

"Tara, ini kok ada nama gue sih?" cicit Dea berbisik pada Tara, wanita tomboi itu mengidikkan bahu acuh.

Melihat Dea yang ditarik paksa namun lembut lantas Fikri segera ke depan menghampiri mereka meninggalkan teman-temannya yang kebingungan.

"Kok ada nama mereka ya?" tanya Akbar.

"Gue gak paham. Rema mana?"

Akbar mengangguk, tak lama sosok Rema muncul dari belakang menepuk bahu Akbar pelan. "Ada apa sih?"

"Lo baca sendiri deh, Rem."

Rema membaca situasi di depan sana sehingga dirinya segera menghampiri Dea dan Fikri yang kini sudah berada diatas panggung dengan ekspresi kikuk karena kedua orang tua Tria ikut menaiki panggung.

"Wah!" Boy menatap mimik wajah Tria.

"Kita langsung tiup lilin aja ya. Kasian mama papa aku mau pergi ke Eropa," ungkap Tria memakai mic kecil dipasang di telinganya.

"Ah ini Dea dan Fikri yang ada di foto sana. Mereka juga kebetulan ulang tahun bulan ini. Jadi aku memutuskan untuk bikin acara sekalian sama rayain mereka. Karena dulu mereka gak sempet rayain ulang tahun sama-sama." Tria menunjuk Dea dan Fikri dipojok panggung berdiri kikuk.

"Wah Tria baik banget ya."

"Ternyata selain mau jadi dokter sama atlet voli, dia juga mau rayain ulang tahun temennya juga ya."

Rema berdecih mendengar bisikan para tamu disampingnya. "Munafik, no. Norak plus caper, yes."

Nyanyian selamat ulang tahun layaknya anak SD bergema menyanyikan lagu tersebut untuk Tria. Mendengar lagu tersebut Dea lantas memejamkan matanya, mengeratkan genggaman tangannya dengan Fikri disampingnya. Rasanya tubuhnya bergetar serta kepalanya pusing. Ingatannya langsung tertuju saat Fikri tak datang ke kafe hingga tak kembali sampai tahun ini tiba dan bayangan ketika dia mengejar mobil kepergian sang ayah pergi dari kampung Sugar serta ungkapan jujur sang ayah tentang perceraiannya dengan ibunya.

Fikri langsung menoleh ketika genggaman tangannya dilepas begitu saja. Wajah gadis itu berubah memerah padam. "Kita turun aja ya."

Dea menyentakkan tangan Fikri, menatap pria itu nyalang. Rasanya ketika mengingat kejadian beberapa tahun lalu membuatnya sakit hati dan hancur berkeping-keping layaknya pecahan kaca yang berhamburan di lantai.

"Gak usah maksain diri, ayo turun."

"Enggak!" sentak Dea bersamaan dengan Tria yang meniup lilin.

Nampak kedua orang tua Tria memeluk dan memberi kecupan hangat untuk putri kesayangannya yang telah berhasil dalam banyak hal. "Makasih ya untuk kalian. Berkat didikan kalian yang baik, Tria jadi anak yang punya banyak prestasi dan masuk universitas dan jurusan yang Tria impikan dulu. Kalau bukan karena didikan kalian, kayaknya Tria gak akan jadi sesukses ini. Tria selalu inget kata-kata dari seseorang yang berpesan; kalau kita dididik oleh keluarga baik-baik yang jauh dari masalah, maka kita sebagai anak akan mendapatkan kesuksesan dengan mudah. Makanya Tria bersyukur banget punya orang tua yang bahagia dan harmonis yang bisa tuntun Tria menuju masa depan yang cerah," jelas Tria panjang lebar seraya memeluk kedua orang tuanya erat melupakan kedua manusia dipojok panggung yang merasa kalimat itu tertuju untuknya.

Seruan haru para tamu sorakan untuk Tria karena telah menjadi motivasi untuk mereka kedepannya.

Setitik air mata Dea jatuh tanpa seijin pemiliknya. Segera dia seka kasar. Untuk apa iri kepada keluarga yang sudah jelas pernah menghancurkan masa depannya? Dea tahu betul bagaimana caranya Tria bisa masuk ke universitas tinggi tersebut.

Fikri memejamkan mata upaya menahan amarahnya yang tersimpan untuk Tria, wanita berhati iblis itu. Untuk apa perempuan itu menjelaskan hal yang akan menyinggung perasaan Dea. Fikri hendak meraih tangan Dea, tetapi si empu sudah menyembunyikan kedua tangannya dibelakang tubuhnya.

"Oh ya. Karena tadi aku udah tiup lilin, sekarang giliran dua sahabat SMP aku yang rayain ulang tahun mereka." Tria mendorong Fikri dan Dea pelan setelah kedua orang tuanya pergi meninggalkan tempat party.

"Apaan sih," sentak Fikri menyentakkan tangan Tria di bahunya. Dia tak terima diperlakukan seperti itu.

"Pura-pura sedikit aja ya, Fik. Ini demi reputasi baik gue," bisik Tria terdengar lirik membuat Dea menyeringai.

Dea melirik Fikri sekilas seolah memberi isyarat bahwa mereka harus mengikuti keinginan gadis itu. Lantas Dea menampilkan senyum manisnya melangkah mendahului Tria.

"Wah gue ngerasa terhormat banget lho diadain acara ulang tahun sama atlet voli dan calon dokter hewan Indonesia sejagat raya," ujar Dea setelah menyambar mic di meja mengalihkan perhatian teman-temannya dibelakang sana agar maju kedepan panggung.

Omong-omong soal Ibnu, pria itu tengah asik mengobrol dengan beberapa temannya di ekskul dulu dipojok kanan dekat sound sistem berada. Menghiraukan temannya sedang dalam kesulitan diatas panggung sana.

"Thanks banget ya Tri, atas acaranya. Gue gak nyangka mantan temen gue adain acara ulang tahun gue pribadi aja gak peduli. Makasih lho. Berkat lo kita semua bisa kumpul lagi. Gue ketemu temen-temen yang sekarang udah sukses dan banyak duit," sambung Fikri kemudian keduanya membungkukkan badannya berterima kasih pada Tria yang tersenyum penuh kemenangan.

"Kalian gak perlu sungkan gitu. Ini juga salah satu impian gue rayain ulang tahun bareng kalian. Tahun depan, bagi siapa aja yang lahir di bulan Juni, silakan datang ke istana Tria. Kita pesta Juni sama-sama," balas Tria merangkul pundak keduanya.

"Dasar Kecubung sok asik," batin Fikri.

"Karena gue cuma pengen tiup lilin bareng Fikri, lo bisa turun dari panggung dulu?" ucap Dea memudarkan senyum Tria.

"Turun cepet sini!" pekik Rema dan Boy berbarengan.

Fikri hendak menuntun Tria turun dari panggung, namun gadis itu melangkah lebar mengabaikan tangannya yang hendak memegang tangan gadis itu.

Usai Tria turun, kini tibalah saatnya Dea dan Fikri yang kerap mendapat julukan si kembar tak seiras meniup lilin bersama meski hari ulang tahun tinggal tersisa beberapa hari lagi. Tangan Dea terkepal erat, ini impiannya dahulu dan kini terkabul berkat musuh bebuyutannya. Haruskah Dea berterima kasih kepada Tria?

Fikri sendiri mendadak cemas, ingatan malam itu kembali berputar bak sebuah film dokumentasi di benaknya. Dimulai saat sang ayah mengambil semua baju bersama seorang wanita seumuran dengan mamanya. Dilanjut saat ibu dari sang ayah mengusirnya secara tidak hormat ditengah hujan lebat malam itu hingga dia harus meninggalkan Dea tanpa berpamitan terlebih dahulu. Keringat dingin membasahi wajah tampannya.

"Cepet tiup lilinnya, De," teriak Boy membangunkan lamunan masa lalu dua orang diatas panggung.

Dea maupun Fikri tak sadar ketika lantunan lagu ulang tahun mengudara serta lilin angka 19 itu berubah menjadi bayangan malam itu. Rema, perempuan itu tahu betul apa yang terjadi dengan mereka.

Para tamu mengabaikan kegiatan mereka di sana. Banyak dari mereka memilih menikmati hidangan di acara ulang tahun Tria yang tersaji begitu banyak.

Fikri dan Dea melirik satu sama lain sebelum meniup lilin tersebut. Mereka lupa bila kini ada ditengah-tengah keramaian yang sebagian menyaksikan keduanya hendak meniup lilin ulang tahun untuk pertama kalinya usai dahulu sempat gagal lantaran Fikri tak datang.

Fyuuuh

Youth Of June (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang