8. ayah bukan cinta pertama anak perempuan

95 60 25
                                    

Utamakan Vote terlebih dahulu reader's

H

A

P

P

Y

Reading

Nazell tiba dirumah saat hari sudah mulai gelap. Karena tadi di perjalanan terjebak macet terpaksa Nazell harus menunggu lebih lama.

"Raf, makasih ya, udah nganterin aku
pulang."

Rafka tertawa kecil. "Santai aja, Zell.
Kalau lo butuh gue, kapanpun itu gue
siap."

"Iya, sekali lagi makasih, Raf," balas
Naya.

"Iya, mending sekalian lo mandi, terus
istirahat. Pasti capek banget, kan
seharian udah dari luar," tutur Rafka
penuh perhatian.

Nazell mengangguk kikuk. Ia tidak tahu
harus menjawab apa.

Senyum Rafka mengembang penuh
melihat respon Nazell. Tidak apa seperti
ini dulu, Rafka akan berusaha lebih giat
lagi meluluhkan hati gadis itu. Tidak perduli status Nazell saat ini. Rafka
sudah bertekad mendapatkan Nazell.
Karena ia lebih dulu mengenal Nazell
daripada Althan.

"Gue pulang dulu." Rafka menepuk kecil
kepala Nazell lalu berjalan memutari
mobilnya. Menjalankan kendaraan
beroda empat itu keluar dari perumahan. Nazell memandang tidak mengerti pada Rafka yang sudah menjauh. Mengapa ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari Rafka?, Cara Rafka menatapnya seperti ada sesuatu.

Nazell tidak terlalu memikirkan hal itu.
Dia segera membuka gerbang rumah lalu menutupnya kembali.

"Assalamualaikum, Nazell pulang." Nazell mengucapkan salam dan bergegas ke dapur untuk meletakkan bahan-bahan yang sudah ia beli ke dalam kulkas.

Setelah ini Nazell juga harus memasak
makan malam. Tidak ada waktu baginya untuk bersantai-santai. Nazell harus cepat menyelesaikan pekerjaannya agar segera bisa beristirahat. Ia lelah seharian berbelanja dan juga menghabiskan waktu bersama Rafka.

Setelah semua bahan-bahan tersusun rapi di dalam kulkas. Nazell menuang segelas air lalu meneguknya hingga tandas. Nazell kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar. Dia akan mandi dulu baru setelah itu memasak.

"NAZELL!" teriak Bryan yang baru saja turun dari kamarnya. Bryan pikir Nazell sudah memasak, tapi belum ada makanan apapun di meja makan. Hal itu membuat emosi Bryan memuncak. Sudah seharian keluar rumah, dan sekarang malah bermalas-malasan di dalam kamar.

"NAZELLLL!" Bryan benar-benar murka pada Nazell. Bisa-bisanya anak itu keluyuran hingga tidak ingat waktu. Pulang malam hari, pekerjaan rumah menumpuk, dan makan malam juga belum siap. Sebenarnya apa saja yang di lakukan Nazell seharian ini. Karena Nazell juga Viona harus kelaparan dan sekarang gadis itu jatuh demam.

Nazell yang sudah selesai mandi pun langsung buru-buru memakai pakaiannya, dan turun menemui Ayahnya. Nazell berdiri di depan Bryan yang berdecak pinggang, menatapnya penuh amarah.

Nazell berdiri di depan Bryan yang berdecak
pinggang, menatapnya penuh amarah.

"Maaf Ayah, Aku tadi di kamar mandi, makanya gak denger kalau ayah
panggil aku," ujar Nazell menundukkan
kepalanya.

Plakkk

Wajah Nazell langsung tertoleh ke samping saat Bryan berhasil menamparnya. Seketika sudut bibirnya mengeluarkan darah. Nazell merasakan kebas di bagian pipi kanannya rasanya benar-benar perih.

"Anak gak tau diri! Main sampai lupa
waktu! dari pagi keluar dan baru pulang malem hari!"

"Aku belanja Ayah, bukan main," sela
Nazell masih menunduk.

"Belanja gak sampai seharian! Ngapain
aja kamu di luar? Gara-gara kamu Viona
harus menahan lapar seharian dan
sekarang dia jatuh demam!" sarkas Bryan menatap Nazell berkilat penuh amarah di matanya.

"Maaf ayah, Nazell tadi makan siang dulu sama temen. Maaf, ayah."

Plakkk

"Enak banget, ya kamu, makan-makan di luar sana sementara di sini viona hampir mati kelaparan! Harusnya kamu jagain Viona bukannya malah keluyuran gak jelas! Kamu emang gak pernah perduli sedikitpun sama kakak kamu!"

"Aku peduli, ayah. Aku sayang banget
sama Kak Vio," jawab Nazell.

"Omong kosong! Kalau sampai terjadi
sesuatu sama Viona saya tidak akan
pernah memaafkan kamu!" bentak Bryan dengan napas memburu, kemudian berlalu dari hadapan Nazell.

Selepas kepergian Bryan, Nazell jatuh
terduduk di lantai. Air matanya jatuh
tanpa di minta. Hatinya sakit melihat
perlakuan Bryan yang terus-terusan
bersikap tidak adil kepadanya.

"Sampai kapan aku harus kayak gini?"

"Sampai kapan aku harus menunggu
mereka berubah baik sama aku?" tanya
gadis itu parau.

Nazell terduduk sembari memeluk kedua tangannya. Membiarkan dinginnya lantai menusuk kulitnya. Menangis seorang diri, meratapi nasibnya yang teramat malang.

"Apa aku bukan anak kandung Ayah?"
gumam Nazell tanpa sadar.

"Kenapa perlakuan Ayah ke aku beda
banget sama perlakuan ayah ke Kak Viona?"

"Kenapa mereka semua nggak suka sama kehadiran aku?"

Nazell meringis sakit. Jujur ia sudah
lelah secara fisik, karena Bryan yang
terus-terusan menyiksanya. Tapi Nazell
tidak ingin menyerah secepat ini.

Nazell masih mau terluka sedikit lagi,
asalkan Bryan bisa berubah baik padanya. Tapi harus berapa lama ia menunggu?

1 hari?

1 bulan?

1 tahun?

Atau sampai kematian menjemput, Nazell tidak bisa mendapatkan keinginannya? Keinginan sederhana, yaitu, hanya sebuah pelukan hangat dari seorang Ayah, Bryan.

~oOo~

VOTE AND COMMENT YA JANGAN LUPA!!!

PESAN TERAKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang