Bab 9 𖦆Hancur𖦆

94 65 102
                                    

"rumah ku hancur tidak ada yang tersisa selain diriku sendiri dengan segala luka nya"

-Sadewa Arzahel Dirgantara

Dewa pun mulai keluar dari perkarangan TPU dengan wajah lesu hujan masih saja mengguyuri tubuhnya.

Dirinya sekarang sendiri. Tidak ada tempat pulang sekarang karna semuanya sudah pergi meninggalkannya dan sekarang Dewa harus hidup sendirian di dunia yang kejam ini tanpa kehadiran seseorang.

Saat Dewa berjalan dirinya melihat ke arah taman lalu Dewa mulai berjalan ke sana dan duduk di bangku taman itu. Dirinya nampak tidak takut jika dinginnya hujan terus-menerus mengguyuri tubuhnya. Dan yang sekarang Dewa pikirkan adalah kehidupannya selanjutnya tanpa kehadiran sang kakek di dunia yang kejam ini.

"Pake payung ini" tiba-tiba ada seorang pemuda yang berada di samping Dewa dengan membawakan sebuah payung hitam.

Saat Dewa berbalik dan menatap seorang pemuda dengan style serba hitam dengan kacamata hitam sebagai aksesoris.

"Lo siapa?" Tanya Dewa.

"Pakai atau perlu gue paka-in?" Ucapannya dari pria itu mampu membuat Dewa dengan cepat mengambil payung itu.

"Tapi malah lo yang kena hujan" tidak ada jawaban yang Dewa dapatkan dari pemuda itu karna pemuda misterius itu mulai berjalan pergi meninggalkannya Dewa tanpa mengawatirkan dirinya yang mulai basah.

"Dasar aneh" celetuk Dewa.

Setelah itu Dewa pun mulai berjalan keluar dari lingkungan taman dan memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki. Dirinya merasakan hawa dingin nya kota bandung.

"Apakah hidupku akan terus seperti ini?" Tiba-tiba Dewa mulai berbicara di saat saat dirinya melewati sebuah danau kecil yang mulai di rintiki oleh hujan yang tidak terlalu deras itu.

o0o

Saat Dewa sampai di depan rumahnya dan mulai membuka pintu rumah itu. Hawa sunyi dan gelap mulai terasa di udara sedangkan Dewa hanya diam dan mulai memasuki rumah yang kecil yang sedikit kumuh itu.

"Kakek kan tau Dewa takut sendirian dan kegelapan tapi kenapa sekarang Dewa harus terpaksa menerima semua itu" saat dirinya membuat pintu kamarnya hawa dingin mulai terasa dan ternyata dirinya lupa jika pintu jendela tidak tertutup rapat.

"Kakek Dewa lapar" Dewa mulai meremas perutnya yang sedikit berbunyi akibat dari semalam dirinya tidak makan.

Dewa pun mulai membuka pintu kamarnya dan berjalan pergi ke dapur. Tiba-tiba Dewa teringat dulu saat dirinya mengeluh lapar sang kakek dengan sigap merebus singkong atau jagung yang sang kakek ambil dari kebun kecil miliknya.

"Kakek Dewa lapar" ucapannya dengan nada lemah sembari menyeka air mata yang hampir menetes.

Tidak lama Dewa mulai berjalan ke arah meja dan melihat ada sebuah singkong rebus sisa semalam yang sang kakek rebuskan untuk Dewa tapi tapi tidak sempat Dewa makan.

Dewa mulai memakan singkong rebus dengan cocolan gula itu dengan sangat lahap dan sesekali menyeka airmatanya akibat dirinya mengingat di saat saat kebersamaan dirinya bersama sang kakek.

Sesudah Dewa memakan singkong itu hingga habis dan merasa dirinya sudah kenyang akhirnya Dewa mulai berjalan dan mulai memasuk kamarnya. Sebelum Dewa sempat pergi ke kasurnya Dewa dengan sempat-sempatnya membawa sebuah buku dengan pulpen yang Dewa anggap sebagai buku diary miliknya.

Sadewa -kehilangan masa kecil (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang