Bintang - Boku Dake no Value

190 20 10
                                    

Sejak keluar dari gedung teater fakultasnya, dia terdiam. Bukan kesurupan atau kehabisan tenaga sebab baru saja bertemu dengan banyak orang di gedung itu. Tapi karena sibuk memutar adegan per adegan drama panggung yang ia saksikan di dalam. Ah tidak, dia bukan seseorang dengan ingatan yang baik. Ia sering lupa, pun ceroboh. Adegan-adegan film yang ditontonnya pun, sering kali ia lupakan begitu saja. Kecuali bagian yang menarik. Dan yap! Dia hanya mengingat adegan drama yang menarik perhatiannya. Tunggu! Bukan alur dramanya, tapi pemerannya.

Sial! Kenapa dia tidak bisa menghilangkan bayang-bayang, pemain tadi? Sejak, pemeran Dayang Sumbi itu masuk ke atas panggung, dirinya tertegun. Setiap gerak geriknya ia perhatikan dengan saksama. Tawa, mimik muka, suara, senyum, bahkan, rambut hitam panjang yang tergerai setengahnya, tak luput dari atensinya.

Gila! Ini pertama kalinya ia menonton pentas drama dan ia terkesima. Meski hanya terkesima dengan salah satu pemerannya.

"Git, yang jadi Dayang Sumbi, siapa? Lo kenal enggak?"

Teman yang di panggil "Git" itu menoleh, mengernyit heran kepada dirinya. Ranggit Saka Bagaskara, teman yang memaksa dirinya untuk ikut menonton sejak minggu lalu.

"Oh anjir, lo dari tadi diem tuh mikirin dia? Hahaha gila juga lo, Za!"

Za—Mirza Abimana, seseorang yang baru saja terpesona dengan salah satu pemeran drama panggung yang disuguhkan komunitas teater fakultasnya. Komunitas teater di fakultasnya memang terhitung aktif dalam melakukan pertunjukan, baik besar maupun kecil. Tidak sedikit pula, jebolan dari komunitas ini yang aktif di luaran sana yang menggeluti bidang akting. Meski belum menjadi pemeran film papan atas, tapi banyak dari mereka yang kerap dijumpai wajahnya pada film-film pendek lokalan. Mirza tahu, sebab ia beberapa kali kerap menggali informasi ke mereka sebagai bahan tulisan.

"Lo masa enggak tahu dia siapa? Beberapa kali nyari bahan ke anak teater, harusnya lo tahu dia siapa," Ranggit menatap Mirza penuh dengan keheranan. Temannya ini sering terfokus pada apa yang dikerjakan. Sehingga sering mengabaikan sekitar.

Mirza berdecak kesal. Dia yang masih duduk di pinggir gedung teater menunggu teman-teman perempuannya yang masih asik mengambil gambar di depan tiketing, hanya membuang muka. Malas pertanyaannya tak dijawab langsung oleh Ranggit. Ranggit hanya terkekeh geli melihat mimik kesal Mirza.

"Elah, enggak usah bete," ucap Ranggit sembari merangkul pundak Mirza. Namun tangan itu langsung Mirza singkirkan.

"Siapa sih, kasih tahu gue!" desak Mirza.

Lagi-lagi Ranggit terkekeh melihat kekesalan temannya, "Chika, Rashika Athena. Dia adek tingkat kita anjir! Kebangetan banget lo sampai enggak tahu. Selebgram juga," jawab Ranggit.

Jawaban yang membuat Mirza kaget setengah hidup. Kenapa dia tak pernah menyadari eksistensi perempuan semenarik itu? Padahal dirinya juga bukan termasuk mahasiswa kupu-kupu. Dia sering rapat untuk komunitas jurnalistik yang ia ikuti.

"Lo pernah wawancara bareng gue dulu waktu dia masih semester satu. Gue tahu lo pangling. Dulu dia polos banget mukanya, tanpa make up, tapi cakep. Sekarang tambah cakep," jelas Ranggit yang mencoba membantu menyatukan ingatannya tentang Chika.

Masih dengan keheranannya, Mirza mengangkat alis, "Terus, jadi selebgram udah lama?" tanyanya kemudian.

Ranggit terlihat berpikir, "Satu tahun lebih kayanya. Gara-gara gagal ikut audisi idol, padahal muka sama suaranya cakep. Kalah sama anak titipan general manager katanya. Abis itu malah viral. Tim bola lokal, juga pakai dia buat model di jersey baru," terang Ranggit.

"Lo suka?" tanya Ranggit.

"Suka dalam artian jatuh cinta?" Mirza bertanya. Ranggit pun menjawabnya dengan anggukan.

Romansa Sang GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang