Menanti (5) -Adek Biadab-

1.4K 101 2
                                    


Malam ini, keluarga Chika tengah makan malam di rumah Badrun. Mama Papa Badrun lah yang mengundang mereka untuk makan malam perpisahan. Kedekatan orang tua mereka menjadikan anak-anaknya juga dekat satu sama lain.

"Christy, kamu beneran mau pindah ya?" tanya Muthe yang sudah menyelesaikan makannya. Muthe dan Christy seumuran, hanya saja Muthe terlihat lebih kekanak-kanakan dibanding Christy. Dia juga tidak sebar-bar Christy yang berani mengancam kakak-kakaknya.

"Iya nih, nggak bisa main sama lo lagi deh," Christy meneguk minumanya dan langsung sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Muthe.

"Mumu sini, tau nggak... asadgfdkfjakha," Christy membisikan sesuatu ke Muthe lirih. Ia berusaha agar nada bicaranya tidak terdengar oleh siapapun. Membuat Badrun dan Chika yang duduk di seberang mereka menyirit saat Muthe membelalakan matanya ke arah mereka.

"Pamali bisik-bisik pas lagi banyak orang," tegur Chika.

"Oh, mau diomongin lantang?" Christy menaik turunkan alisnya.

"Ih, Christy, jangan! Biar kita aja yang tau kalau mereka pernah ciuman,"

"Uhukk.. uhukk!" Chika tiba-tiba tersedak mendengar ucapan Muthe barusan. Dia kelewat polos untuk menanggapi cerita Christy yang bar-bar. Demi neptunus, semua yang ada di meja makan pasti mendengar itu. Badrun yang ada di samping Chika, buru-buru memberikan minum sambil mengusap-usap punggung Chika.

"Pelan-pelan dong, kak,"

"Minum lagi Chika,"

"Bang, ditepok-tepok itu punggungnya," bagitulah sekiranya sedikit kehebohan yang ada di meja makan.

Badrun menatap Chika yang terlihat masih kaget dengan ucapan Muthe barusan. Ingin rasanya sekarang juga ia menawarkan Muthe sebagai hadiah giveaway. Atau membuangnya ke kolam lele untuk dijadikan umpan. Dia tertekan punya adik yang polosnya menyaingi kertas HVS.

"Tadi siapa yang ciuman, sayang?" tanya Papanya setelah meja makan kembali kondusif.

Makanan yang baru ingin Badrun telan, tiba-tiba terasa susah. Ia mengambil gelasnya meneguk habis isinya untuk membantu mendorong makananya tadi. Dia beradu pandang dengan Chika yang menoleh takut ke arahnya. Mereka hanya bisa pasrah jika memang harus digantung malam ini oleh ayahnya masing-masing.

Tanpa disangka, Muthe mengarahkan jarinya ke arah Badrun dan Chika. Seketika saja lutut mereka terasa lemas, kepala pusing, rasanya ingin jadi tahu goreng saja sekarang. Christy, bocah itu sedang menahan tawanya yang akan meledak ketika Abi dan Maminya menatap Chika tajam tak percaya. Begitu pula dengan Papa dan Mama Badrun.

"Ng-nggak usah ngada-ngada lo...! Anak kecil paham apa?" Badrun sedikit nyolot bicara ke Muthe, ia panik bukan main, membuat Christy kehilangan kontrol atas tawanya.

"Bang, santuy aja dong," tanggap Christy yang masih cekikikan.

"Brisik ah anak kecil,"

Badrun kembali menunduk mengabiskan makanannya dengan cepat. Ia ingin segera pergi dari meja makan itu.

"Bang, beneran?"

"Kak, beneran apa yang diomongin Muthe tadi?"

Kini ayah mereka sama-sama bertanya untuk memastikan apa yang dikatakan Muthe tadi.

"Ya-ya nggak lah, Bi. Ngaco itu si Muthe. Mana berani aku ciuman," sanggah Chika. Ia benar-benar takut jika Abinya marah. Chika mengdelik kearah Christy yang masih saja tersenyum jahat.

Romansa Sang GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang