Menanti (3) - Abang Rasa Pac...-

1.4K 105 2
                                    


Badrun benar-benar menepati janjinya. Dua minggu ini, dia selalu antar jemput Chika, mengantar Chika priksa kakinya, menunggu Chika yang sedang perpisahan dengan tim basketnya, belajar bareng buat ujian, sampai membawakan bekal untuk Chika setiap harinya. Dan ah! Badrun sering masak sendiri untuk bekal yang akan diberikan kepada Chika.

Tentu hal itu menjadi pertanyaan banyak teman mereka dan juga warga sekolah. Siapa yang tak kenal Chika, anggota tim basket yang sebenarnya lebih cocok menjadi model, begitu kata orang-orang di sekolahnya. Badrun? Sosok mantan ketua pramuka dengan aura kepemimpinannya sangat kuat, yang kalau sudah pakai atribut pramuka lengkap, bisa buat perempuan teriak melengking kaya peluit sandi morse yang ditempel ke kuping.

Tidak jarang mereka menjadi perbincangan, entah di parkiran, kelas, kantin, bahkan kamar mandi. Mereka tahu, Chika dan Badrun adalah teman masa kecil, tapi perhatian Badrun dua minggu ini mereka rasa tidak lagi bisa disebut sebagi hubungan kakak adek.

Mira yang masih berstatus sebagai pacar Badrun, sesungguhnya sudah tidak tahan mendengar setiap sudut sekolah membicarakan mereka. Tapi, mau digimanakan? Badrun sudah bicara pada Mira tentang ini, dia juga meminta izin Mira. Sudah jelas Mira tidak bisa menolak, dari awal Badrun memang sudah mengatakan kalau 'adik'-nya itu akan tetap jadi prioritas.

Chika sebenarnya tidak enak hati, dia berulang kali meminta maaf kepada Mira, entah secara langsung ataupun melalui chatt, dan jawab Mira selalu sama, "nggak apa-apa". Hmm nggak apa-apanya cewek.

"Jatuh cinta kali, itu bang Badrun sama lo, Chik,"

"Dih, mana ada Bri, haha ngaco. Dia cintanya sama kak Mira," jawab Chika yang kemudian mendapat cibiran dari teman-temannya yang ada di sana.

"Lah lo cintanya sama siapa?" giliran Zee yang melempar pertanyaan ke Chika. Membuat empunya gugup.

"Ya- ya cinta sama diri gue sendiri lah, gila kali lo. Ini ngapa gue malah kaya diintrogasi gini deh?" tanya Chika heran. Memang sedari tadi, Briel, Zee, Eli mengelilingnya, seperti tidak mengizinkan Chika pergi dari tempat duduknya.

"Ya gue heran aja, Chik. Bisaan banget adek kakak sampe segitunya. Kalau gue jadi kak Mira, dah jadi debu deh hati gue gara-gara kebakar," timpal Eli.

"Jangan gitu dong, Eli... kesannya di sini gue yang jahat. Jujur ya, gue nggak ada niatan buat ganggu hubungan mereka, suer deh!" Chika menyedot susu kotaknya frustasi. Briel yang tadi duduk di meja, kini beralih duduk merangkul Chika dari samping.

"Tapi bener sih gaes, maren aja dia nyamperin kak Mira buat minta maaf,"

"Nggak ada tukads-tukadsnya ya lo, Chik. Salut," Zee mengacungkan jempolnya ke arah Chika.

"Kalau gue liat dari sorot mata bang Drun nih ya, pancaran cinta dari mata dia lebih banyak keluar pas lagi sama Chika dibanding sama Kak Mira," kata Eli santai sambil mengunyah ciki bermecin yang tergeletak di tengah-tengah meja.

"Sok tauan banget lo tentang cinta," Bri menoyor jidat Eli seenaknya.

"Bucin Sigit dia Bri, nggak ada obat emang," Eli hanya memutar bola matanya malas sambil mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto yang dia ambil tempo hari dan menaruh ke depan teman-temannya.

"Perhatiin, ini foto Chika sama Bang Drun, terus ini foto Bang Drun sama kak Mira, perhatiin deh, lu zoom zoom aja tuh, mana yang lebih kliatan bahagia dan terpancar sorot cinta yang berkilauan," dia menarik ciki yang di meja tadi, sambil menunggu teman-temannya selesai mengidentifikasi foto yang dia sengaja ambil untuk analisis.

"Parah, paparazi tingkat zombi ini si Eli," kata Zee yang masih memperhatian hasil jepretan Eli. Di sana, terlihat foto Badrun saat mengacak rambut Chika dengan senyum yang terukir di bibir keduanya, terlihat begitu bahagia. Kemudian Briel menggeser foto kedua, foto Badrun dan Mira dengan pose yang sama.

Romansa Sang GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang