Duniaku

9 0 0
                                    

"Aku malas." Edelweis yang sudah tahu sifat ku bagaimana, hanya menghela nafas dan menggeleng pelan sembari membaca bukunya.

"Aku juga mau baca buku jirlah," ucapku blak-blakan. Terdengar tawa pelan dari bibir merah muda milik Edelweis. Ah, khayalanku memang sangat tampan, ya?
"Kemana perginya semua karisma mu saat berbicara denganku, nona?" Sialan. Aku memutar bola mata ku malas. Sedikit menahan malu karena mengumpat di depan putra Count satu ini.

"Maaf, aku hanya sedang banyak pikiran." balasku, mencoba mengatur emosi. "Tidak apa, aku juga lebih suka jika kau berbicara santai seperti itu." senyuman lembut terukir di wajahnya, nampak menawan dimata ku. Rasanya...
"Haha, kau ini tercipta dari apa, sih?"

"Kan aku khayalanmu," jawaban singkatnya terasa begitu menusuk hatiku. Yah, tidak salah, sih. Aku hanya menghela nafas dan mengiyakan jawaban nya barusan. "Kenapa kita tidak pernah jalan-jalan? Maksudku, di tiap bab, kita selalu duduk dan bersantai." tanya Edelweis tanpa menoleh ke arahku, tetap fokus pada bukunya. "Ah, kau mulai bisa berekspresi, ya?" aku terdiam sejenak.

"Hanya malas untuk menulis adegan yang terlalu rumit. Memangnya kau mau jalan-jalan? Jika iya, mungkin kapan-kapan akan ku tulis." aku mencomot salah satu kue yang ada di meja. Mengunyahnya dengan lahap.

Edelweis menutup bukunya, katanya memandangku dengan binar yang sulit du jelaskan. "Benarkah? Aku mau. Kapan?" ia tampak antusias. "Kapan-kapan..." jawabku sembari mengangkat bahu.
"Baiklah, akan kutunggu!" balasnya.

𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang