Di luar sini dingin.
Tetapi, begitu tenang.
Dari tadi aku mencari keberadaan Edelweis. Sebelum pesta dansa selesai, ia pamit untuk pergi sebentar entah kemana. Ditinggalkan nya aku sendirian.Kemana dia pergi?
Aku duduk di kursi taman dekat air mancur. Tiap berkunjung ke istana kerajaan, aku sering duduk di sini untuk menikmati suasana. Aku jadi ingat saat dulu pertama kali bertemu tuan putri, dia sangat baik lalu kita jadi berteman saat itu. Tapi, sekarang dia jadi sangat sibuk. Dari tadi aku hanya melihat kesana kemari. Tidak terlalu sepi karena masih ada suara bising beberapa orang yang masih bercakap-cakap.
Aku jadi kepikiran.
Tadi, ada gadis yang cari perhatian pada Edelweis. Ah, apaan, sih? Bikin kesal saja kalau di ingat-ingat. Bisa-bisanya dia pegang-pegang Edelweis??Helaan nafas keluar dari mulut ku. Karena Edelweis tak kunjung datang, aku beranjak dari kursi taman itu. Memutuskan untuk mengeksplor bagian lain dari taman istana yang mungkin tak ku ketahui. Yah, meskipun aku terkadang ke istana untuk kunjungan. Tapi, aku memang jarang ke taman nya.
Aku terus melangkahkan kaki ku sepanjang jalan. Terus memandangi tiap bunga yang ada. Juga menikmati suasana nya. Berada di taman bunga dengan udara malam yang dingin dan segar... Entah kenapa suasana taman istana dan mansion sangat berbeda.
Saat sedang berhenti melangkah untuk melihat bunga-bunga, tiba-tiba saja ada yang menghampiri ku. Aku tidak tahu siapa, tetapi orang itu menepuk bahu ku dari belakang. Aku sengaja tak menoleh, menunggu panggilan dari orang itu. "Nona," Suara itu... Edelweis!
Sontak aku berbalik, menghadap Edelweis. "Darimana saja? Pergi dengan alasan yang tidak jelas dan membuatku menunggu begitu lama," ucapku dengan nada datar. Ia meraih tangan ku, lalu menciumnya dengan lembut.
"Maaf," Tak bosan-bosan aku mendengarkan suara lembutnya itu.
"Jelaskan," ujarku singkat. lalu berjalan mendahuluinya. Aku mendengar langkahnya yang buru-buru menyusul, menyamakan nya dengan langkahku."Awalnya memang sebentar, karena aku hanya berbincang-bincang singkat dengan Addeison. Lalu, tiba-tiba ayah menghampiriku dan mengajakku bicara berdua saja, tidak boleh ditunda. Aku tidak tahu itu akan memakan waktu lama dan tidak sempat mengabari mu karena kau sudah tidak di situ lagi."
Jelasnya panjang lebar.
"Zemi, kau mendengar ku, kan?"
Aku menghela nafas lega.
"Kukira ada apa. Yasudah kalau begitu,"
ucapanku terkesan seperti mengabaikan Edelweis, karena aku sama sekali tidak menoleh kearahnya atau menatapnya barang satu detik.Aku hanya fokus ke depan dan berjalan.
Edelweis yang merasakan itu pun menarik tanganku, mencoba membuatku untuk melihatnya. "Ada apa?" tanya ku.
"Kau mengabaikan ku?" Ia balik bertanya. "Tidak, tuh. Kan aku sudah bilang, yasudah kalau begitu. Kau tidak dengar?" Kulepaskan genggaman tangannya dari tanganku."Kau marah?"
"Kenapa kau bertanya?"
"Itu berarti kau marah, kan?"
"Tidak, tuh,"
Aku berbalik, kembali berjalan ke depan. Edelweis pun begitu. Ia menghela nafas.
"Maaf," ucapnya dengan nada memelas.
"Untuk apa?" tanya ku heran.
"Kau marah, kan?" Haduh, ama-lama jadi aku yang geli sendiri. "Astaga, tidak, Aku tidak marah, untuk apa aku marah? Kau sudah menjelaskan alasan mengapa kau sangat lama, kan. Jadi aku tak punya alasan untuk marah, Edelweis Devheart."
jawabku. Sudah muak akan dirinya yang mengira aku marah. "... Baiklah," balas nya. Kami terus berjalan berdampingan sampai ke depan istana, menunggu kereta kuda datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒
RandomKisah seorang gadis yang kesepian. Ia berkhayal, bahwa cerita ini adalah dunia fiksi miliknya. Berisi tentang keluh kesah dan kisah khayalan nya. Bersama sang lelaki impian nya (khayalan juga). * Bisa dibilang oneshoot, karena tiap bab nya berbeda...