Mungkin saja caranya yang salah sehingga membuat gadis itu mulai terganggu. Namun, dia menunggu. Sedetik, semenit telah berlalu.
"Ternyata mentari pagi nggak begitu bersedia mempersembahkan kehangatannya bersama dengan sempurna," Gumam Rian menarik tangannya.
Dia salah tingkah, dan sebuah senyuman kecil berusaha menghapus kecanggungan di hatinya.
***
"Qadriya Ouarda ... Panggil saja Arda," ucap Arda gadis yg selama ini ia rindukan.
gadis itu menyebutkan namanya. Rian melirik.
"Sekarang kehangatan mentari itu benar-benar sempurna dirasakan saat kelopak-kelopan bunga yang beru saja mekar."
"Kata-kata kamu terdengar menyindir. Meski sangat halus caranya, tapi aku tau kalau kamu benar-benar bermaksud menyindir aku. Karena itu aku ngerasa kasihan," ucap Arda dengan wajah cerah.
Sekali lagi Rian tersenyum bahagia. Namun dia tidak langsung menanggapi perkataan Arda.
"Kamu cukup pandai membicarakan kekecewaan. Aku juga tahu sikapku itu nggak segera menyambut niat baikmu barusan sampai bikin kamu kecewa," tambah Arda seperti dapat membaca perasaan Rian.
"Anggap saja sebagai salah satu cara untuk nunjukin kekaguman itu pada seseorang yang pantas untuk dikagumi." ucap Rian sambil melihat mata Arda.
"Sepertinya kamu mulai merayu." Jawab Arda sambil menyerngit kan dahi nya.
"Nggak kok, karena aku nggak biasa merayu," Rian menarik napas dalam-dalam.
"Gimana aku bisa ngeyakinin kamu kalau aku nggak lagi merayu. Tapi ini adalah sebuah kekaguman disaat aku meliat kamu untuk pertama kalinya di taman kota. Mungkin saja kamu sudah melupakannya." Jelas Rian.
"Gimana aku melupakan saat dimana kamu membuat dandananku kacau setelah nabrakin aku," ucap Arda mencoba mengenang satu penggalan waktu dimana dia bertemu dengan Rian.
"Kamu tau nggak, saat itu kencanku juga ikutan kacau." Curhat nya
"Maaf, semuanya begitu saja terjadi. Tapi semenjak itu aku berubah jadi aneh." Jawab Rian merasa bersalah pada Arda
"Kamu pergi begitu saja sampai aku nggak ada waktu buat ngungkapin rasa bahagia karena pertemun itu." Jelas Rian
"Aneh...?" Arda heran
"Apa..., kamu bahagia...?!" Tanya nya lagi"Begitu bahagia." Jawab Rian
"Kamu pasti bohong. Aku nggak yakin akan kebenaran ucapan kamu. Kamu bohong kan...?" Goda Arda sambil manaik turunkan penglihatan matanya.
"Nggak apa-apa kamu nggak yakin. Tapi aku cukup merindu setelah hari itu sampai kita bertemu lagi di hari ini." Tak cukup hanya sebatas kata, Rian memberanikan diri melirik Arda.
"Aku berusaha abaikan rasa itu karena aku sadar kalau mungkin nggak berarti apa-apa buat kamu, tapi tetap saja rasa itu nggak bisa aku abaikan." Jelas Rian.
"Nggak ada alasan membuat hari itu berarti bagiku." Ceplos Arda
"Aku lumayan keren sehingga nggak begitu saja untuk dilupakan." Pedenya Rian
"Tapi kamu nggak sekeren cowok aku. Dia jauh lebih keren dari kamu." Arda tersenyum tidak bermaksud mengejek.
Ada warna yang berbeda di hatinya ketika menghabiskan waktu bersama Rian. Dia cukup menikmati kebersamaan itu. Mungkin saja dia mulai suka.
"Saking kerennya cowok aku, sampai aku kurang percaya diri.ketemuan dia setelah dandananku kacau gara- gara kamu nabrakin aku." Arda.
"Aku yang salah, tapi cewek seanggun kamu akan tetap anggun meski tanpa berdandan." Rian.
"Mungkin dengan aku berdandan dia akan mengatakan hal yang sama seperti ucapan kamu." Jelas Arda sambil melihat langit.
Ada keraguan dalam nada bicara Arda, dan Rian dapat menangkap keraguan itu.
"Boleh aku bertanya satu hal ke kamu, Ar...?" Rian.
"Apa...?" Arda.
"Pernahkah dia mengatakan kalau kamu memang benar-benar anggun?" Tanya Rian.
Terdiam, Arda tidak begitu mudah menjawab pertanyaan itu. Itu sebabnya mengapa dia tidak segera menjawab pertanyaan Rian.
"Dia punya cara sendiri dalam memberikan pujian terhadapmu." Rian.
Arda tersenyum sangat kecil, sekecil ruang rindu di hatinya disaat sendiri itu terlewati beberapa kali tanpa kekasih bersamanya.
"Sepertinya dia termasuk pemalu untuk bilangin kalau aku memang anggun. Makanya dia nggak pernah bilang itu ke aku." Arda.
"Memang banyak cara untuk nunjukin rasa suka dan perhatian sama orang." Rian.
"Dan aku suka cara dia ngasih perhatian sama aku, meski dia nggak begitu romantis." Arda.
"Ini juga caraku membicarakan perasaan cinta padamu," renung Rian.
***
Dia diam .dan merenung. Dia membiarkan kata-kata dalam ucapan itu menggema dalam ruang hatinya.
"Aku harus pergi," ucap Arda beranjak dari tempat duduknya.
"Ohhh..." Rian terusik dari lamunannya.
Ada penyesalan karena kebersamaan itu akan berakhir. Dia sempat melihat cowok yang melambaikan tangan pada Arda. Ternyata cowok itu adalah Diolas Davindra, salah seorang cowok populer di sekolah itu,
Tapi sebelum sampai ketempat Dio, Arda masih sempat menengok ke arah Rian dan itu membuat Rian semakin berharap kalau suatu saat nanti ada waktu lagi buat mereka untuk bersama.
Kegelisahan menjadi penggoda jiwa disaat perpisahan itu malah menjelma sebagai kisah pengisi waktu yang tersisa. Begitu mudahnya rasa itu mendera dan membuat siapa saja yang merasakannya seperti terbelenggu dalam pengharapan panjang.
Kapan lagi perjumpaan itu akan tiba dan menjadi sebagai pengusir sepi?
Ternyata jawabannya hanya sebatas kesiapan untuk menunggu dan pasti akan sangat melelahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave Your Lover
Teen FictionAda kisah yang perlu diceritakan dengan kelembutan. Ketika rasa itu begitu saja menelusup ke dalam relung hati. Berpendar dengan cahaya berkilauan menerangi setiap dinding jiwanya. Sepertinya sepasang matanya memancarkan kekaguman yang amat dalam. K...