Rian tidak begitu tenang melewati sepanjang hari itu. Berpisah dengan Arda menyisakan kegelisahan. Suatu kenyataan yang cukup menyesakkan dada. Apalagi yang bisa dilakukannya selain menunggu dan berharap, kemudian merindu karena semua hal disekelilingnya seperti tidak berwujud apa-apa kecuali kehampaan.
Angannya membawa serta sekelumit keceriaan dari paras yang beberapa waktu lalu masih bisa dilihatnya dalam lirikan. Sepasang mata bening itu membawanya ikut serta menuju telaga kesejukan dalam mena- tapnya. Namun, kesendiriannya terbalut dengan dahaga ingin segera bertemu.
"Rian...," ucap seseorang menyapa.
Seorang gadis cukup menawan berdiri sopan setelah beberapa lama mencari keberadaan Rian.
Masih terlena dengan bayangan indah dalam lamunannya, Rian tidak menyadari kehadiran orang yang menyapanya. Dia tidak mengharapkan keberadaan apapun dan siapa pun yang bisa mengganggu keasyikannya saat itu.
Dia masih senang melewati waktu itu dalam kesendirian, karena saat inilah dia bisa mengobati kegelisahannya dengan lamunan penuh kerinduan. Dia tersenyum. Dia dapat merasakan kegelisahan itu sedikit demi sedikit terurai bersama keindahan dalam lamunannya.
"Rian!" Kini sapaan itu semakin keras.
Ada kekecewaan terbersit dalam hati gadis itu. Disamping itu, dia ingin sekali mengetahui apa ,yang membuat Rian seperti tidak mempedulikan kehadirannya.
"Eh, ehm... Feylie," ujar Rian kecil.
Dia berusaha menunjukkan wajah biasa seakan baru saja melupakan bayangan keindahan dalam lamunannya.
Feylie, seseorang yang selama ini cukup dekat dengan Rian. Mereka berteman cukup lama. Sesekali, kedekatan seorang teman terkadang cukup memberikan sesak di dada Feylie. Dia sangat suka melewati hari bersama Rian.
Begitu juga dia merasa bahagia bila di dekatnya, lalu kemudian berharap pertemuan itu segera terjadi lagi disaat perpisahan itu menjadi teman dalam kesunyian.
"Aku terus mencarimu setelah beberapa kali aku menunggumu." Ucap Feylie tidak bertanya apa sebenarnya yang tengah dipikirkan cowok yang selama ini menyita perhatiannya.
Bukannya dia tidak ingin tau, tapi dia berharap Rian mau memberitaunya walaupuan dia tidak bertanya. Sebenarnya dia malu-malu mengatakan itu. Entah mengapa dia merasa seperti itu, padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah merasakannya.
Mereka sering kali bertemu, bersama dalam canda yang seakan tak pernah sirna. Tapi di saat itu, dia ingin sekali Rian ada disisinya.
"Jangan katakan kalau kamu merindukanku," ujar Rian tersenyum menggoda, atau memang dia sengaja menggoda Feylie.
"Atau barangkali kamu mulai merindukanku sampai kamu begitu bersemangat mencariku." Godanya lagi pada Feylie.
"Rian..., jaga ucapan kamu itu. Kamu membuatku malu dengan mengatakan itu," geram Feylie,
tapi sebenarnya dia suka cara Rian menggodanya. Mungkin benar, memang dia mulai merindukan Rian walau dibendungi hubungan yg namanya 'Sahabat'.
"Dilain waktu aku yang akan menunggu dan mencarimu, karena nggak semestinya cewek manis itu dibiarkan untuk menunggu," ujar Rian memberi harap.
"Memangnya kamu rela melakukannya sebagaimana aku melakukannya selama ini." tanya Feylie.
"Buat kamu apa sih yang nggak rela dilakukan oleh seorang cowok." Tekan Rian.
"Tapi bukankah selama ini akulah yang lebih sering menunggu dan mencari kamu." Ucap Feylie sedikit pelan.
"Aku akan menemani kamu sesering mungkin, bahkan lebih sering dari perkiraan kamu. Namun, jangan minta aku berjanji." Jawab Rian
"Nggak akan, karena aku terlanjur percaya sama kamu, dari dulu." Tegas Feylie
"Kini, aku semakin mengerti arti keberadaan seseorang disisi aku." ucap Rian dengan raut cukup serius.
Perkataan Rian kali ini punya makna lebih di benak Feylie. 'Seseorang' buat Rian, apakah dirinya atau kini ada orang lain yang ada di hati. Rian dan dia tidak pernah tau itu. Dia semakin tidak sabar ingin tau apa sebenarnya maksud perkataan Rian itu, tapi dia tidak mudah membujuk hatinya untuk segera menanyakannya.
Inilah yang membuatnya diam dan menunggu.
"Ternyata sendiri itu tidak begitu mudah untuk dilalui," ungkap Rian.
"Mungkin juga," ucap Feylie menyetujui ucapan Rian.
"Tapi, terkadang dalam kesendirian orang bisa menikmati keindahan yang teramat rahasia sekalipun." Jelas Feylie.
"Oya..., seperti apa?" Rian.
"Rasanya kamu lebih mengerti maksud ucapanku." Feylie.
"Malah aku makin nggak mengerti." Ujar Rian.
"Kamu hanya pura-pura nggak mengerti karena semenjak melihat kamu disini, sepertinya kamu berada dalam satu dunia yang teramat indah sampai nggak begitu peduli kehadiran aku." Tegas Feylie panjang kali lebar.
"Begitukah?" Tanya Rian manaik kan sebelah alisnya.
"Aku dapat merasakannya." Ujar Feylie.
"Baiklah aku akui, ternyata perasaan kamu begitu halus sampai dapat menebak suasana hatiku saat ini." Rian menarik napas, baru kemudian melanjutkan kata-katanya,
"Memang, tadi aku tengah berusaha mengusir kegelisahanku dengan seseorang yang aku kagumi." Curhat Rian.
"Ohh, begitukah...?" Jawab Feylie sambil mendengar kan dengan serius.
Kali ini Feylie tidak berani terlalu berharap. Dia yakin betul kalau orang yang dimaksud Rian bukan dirinya seperti harapannya yang sempat terbersit di benaknya.
"Bagaimana kejadiannya." Akhirnya Feylie bertanya.
"Tadi pagi, aku bertemu seorang cewek di dekat parkiran sekolah setelah sebelumnya sempat bertemu dengannya, Tentunya seorang cewek yang cantik, Anggun dan aku cukup terkesan." Jawab Rian sambil menatap kearah Feylie.
"Pasti pada pandangan pertama kamu langsung merasakan itu." Tebak Feylie.
"Ya, aku mengaguminya. Namanya Arda, Qadriya Ouarda." Tegas Rian sedikit bersemangat.
"Apa aku mengenalnya?" Tanya Feylie.
"Aku rasa nggak. Dia sekolah di SMA yang nggak jauh dari sekolah kita." Jawab Rian.
"Itu bagus dong buat kamu karena akan ada pertemuan selanjutnya setelah hari ini." Ucap Feylie menyemangati Rian.
"Aku berharap begitu, tapi aku sendiri merasa ragu." Keluh Rian.
"Mengapa...?" Tanya Feylie.
"Dia sudah punya cowok. Itu si Dio, salah seorang cowok populer di sekolah kita." Jelas Rian sedikit murung.
"Ohh...," Feylie bergumam.
Dia menyadari satu hal, bahwa kenyataan yang baru saja dikatakan Rian bukan berarti kesempatan cowok itu hilang untuk mendapatkan seseorang yang begitu dikaguminya. Dengan begitu,
Mungkin saja Rian akan membiarkannya tetap menunggu dan melupakan niatnya untuk menunggu dirinya disuatu saat nanti.
Sejenak saja rasa takut menghinggapi pikirannya membuat kegelisahan di dirinya.
Rasa takut kehilangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave Your Lover
TeenfikceAda kisah yang perlu diceritakan dengan kelembutan. Ketika rasa itu begitu saja menelusup ke dalam relung hati. Berpendar dengan cahaya berkilauan menerangi setiap dinding jiwanya. Sepertinya sepasang matanya memancarkan kekaguman yang amat dalam. K...