7

21 18 50
                                    

Pada hari-hari berikutnya, Rian bukan saja melakukan sebatas penantian. Muncul kekuatan yang menggelora dalam jiwa dan mendorongnya ingin mencari bukan lagi menunggu, karena dengan hanya menunggu saja, langkah kakinya tidak akan pernah sejajar dengan seseorang yang membuatnya lebih bersemangat untuk menapaki kehidupan lain yang menyiratkan cinta dan kasih untuknya.

Betapa perasaan itu terus menggodanya, mengejarnya, mengejeknya, sampai dalam mimpi-mimpi malamnya sekalipun. Semuanya bisa tergambar dengan sangat jelas, betapa dia tidak bisa lagi menguasai dirinya dalam kesadaran seperti biasanya sebelum keanggunan itu sempat dilihatnya berkelebat lembut.

Sementara jejak-jejak langkahnya tertuju ke suatu tempat yang mungkin saja dapat membawanya menemui sekeping hati yang kini mengisi seluruh ruang dalam kesadarannya.
Dia terus berharap dan mencari, tanpa sedikitpun memberikan celah pada keputus asaan yang akhirnya akan membuatnya kehilangan kekuatan dan lebih tidak berdaya menghadapi esok hari tanpa gadis yang dirindukannya.

Saat ini, Rian menjejaki langkahnya di jalan sebuah perumahan di pinggiran pusat kota ketika dia menemukan sebuah alamat yang diharapkan membawanya bisa bertemu dengan seseorang yang membuatnya melewati waktu itu tanpa keindahan yang sempurna.

Hanya tinggal melewati satu belokan lagi, jalan itu akan segera membawanya sampai ke alamat yang ditujunya. Namun, langkahnya begitu saja tertahan, ketika melihat orang yang dicarinya terduduk dengan wajah meringis.

"Arda.... kamu kenapa?" tanya Rian perihatin. Dia segera mendekati Arda.

"Kamu...," ujar Arda kaget. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Rian saat itu.

"Kenapa kamu bisa ada disini?" tanya nya.

"Ehmmm..." Rian gelagapan tidak tau harus menjawab apa.

"Sini aku bantu ya." Rian mengulurkan tangannya bermaksud membantu Arda untuk berdiri.

"Awww!!" teriak Arda kecil.

"Astaga, kaki kiri kamu terluka." ujar Rian.

"Sedikit kok, Tadi aku nggak begitu hati-hati akhirnya jatuh deh." jawab Arda dengan tenang.

"Harus segera diobati, tapi gimana ya...kita cukup jauh dari apotek" Rian malah terlihat kebingungan sendiri.

"Rumahku sudah dekat... Itu disana," ujar Arda, dan Rian tidak perlu menunggu lama untuk mengantarkan Arda sampai di rumahnya.

***

Tak cukup lama akhirnya Rian selesai juga membalut luka di kaki kiri Arda. Dia cukup bahagia bisa melakukan sesuatu buat Arda. Mereka terdiam seperti membiarkan hati berbicara apa adanya.

Dalam diam, Rian menggapai harap. Aku tidak bisa membedakan hadirmu dan ketiadaanmu bersamaku karena ada cerita disana. Tentang kamu, aku,atau tentang kita.

Keberadaanmu adalah anugerah pengobat rasa sepiku. Sementara ketiadaanmu menyisakan rindu.

"Kenapa kamu bisa ada disekitar sini?" Sekali lagi Arda mengulangi pertanyaannya karena tidak mungkin pertemuan mereka saat itu hanya merupakan kebetulan saja. Pasti ada alasannya, dan dia ingin mengetahuinya.

Rian tidak segera menjawab. Bahkan, barangkali dia tidak akan menjawab karena dia sama sekali tidak begitu memperhatikan pertanyaan Arda. Dia hanyut dalam pikiran panjang.

"Kamu lagi memikirkan apa sih, Rian?" Arda bertanya kembali sambil menepuk pelan bahu Rian.

"A...apa...? Aku...?" Rian sedikit kaget dan tersadar dari lamunan nya.

"lya,...kamu, Apa yang membuatmu sampai-sampai nggak mendengar pertanyaan ku?" tanya Arda kebingungan dengan Rian.

"Kenapa sih cewek seanggun kamu dibiarkan berjalan seorang diri? Pertanyaan inilah yang aku pikirkan." Rian berusaha berkelit.

Leave Your Lover Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang