2. BAYANGAN MASA LALU YANG MENYALA ✔

27 1 0
                                    

     "Dalam setiap langkah menuju takdir, kekuatan sejati sering kali tersembunyi di balik luka dan bayangan masa lalu."

Setibanya di mansion, Zea terperangah melihat bangunan megah di hadapannya. Mansion itu lebih mirip istana yang berdiri kokoh di tengah alam luas. Dinding-dindingnya tersusun dari marmer putih berkilauan, dipadukan dengan pilar-pilar kokoh yang berbaris di sepanjang teras depan, menciptakan kesan klasik sekaligus anggun. Cahaya matahari sore memantul dari permukaan marmer, seolah membungkus bangunan ini dalam kilauan emas yang menawan.

Lorong utama menuju pintu depan dipenuhi tanaman hijau rimbun dan dihiasi bunga mawar merah, ungu, dan putih yang disusun dengan teliti. Di ujung jalan setapak, air mancur berukuran besar berdiri tegak, dihiasi patung angsa dari batu pualam yang terkesan hidup. Gemericik air yang jatuh dari sayap angsa menambah kesejukan dan menciptakan suasana damai, namun di balik keindahan itu, tersirat aura misterius yang menggantung di udara.

Tak lama, beberapa bodyguard berdiri tegap, berjaga dengan tatapan tajam yang siap menangkap segala ancaman. Mereka memberi hormat pada Amira dan Zea yang perlahan melangkah masuk ke dalam mansion. Salah satu bodyguard dengan sigap membantu Amira mendorong kursi roda Zea, sementara para maid berbaris rapi di sepanjang lorong untuk menyambut mereka. Zea menyusuri lantai marmer yang mengilap, memantulkan setiap langkah dan bayangan mereka dengan sempurna.

Di atasnya, langit-langit tinggi menjulang dihiasi lampu kristal besar yang menggantung, memancarkan cahaya lembut yang menerangi aula. Tangga besar melingkar berdiri di tengah aula, terbuat dari kayu mahoni yang dipoles hingga berkilauan. Sebuah karpet merah lembut terbentang di sepanjang anak tangga, memberikan nuansa megah dan elegan pada ruangan itu.

"Assalamu'alaikum," ucap Amira dan Zea serempak, memecah kesunyian.

"Wa'alaikumussalam," jawab serempak penghuni mansion yang sudah berkumpul di aula untuk menyambut mereka. Di antara mereka, tampak beberapa orang yang memperhatikan kedatangan Zea dengan sorot penuh minat. Wajah-wajah itu terlihat terkejut, karena tidak ada yang menyangka bahwa Zea memiliki kecantikan alami yang begitu memikat, berbeda dari biasanya ketika ia menutupi wajahnya dengan make-up tebal.

Tanpa diduga, Zavier muncul di tengah-tengah mereka, mendekati Zea dengan tatapan perhatian. "Are you okay, princess?" tanyanya lembut.

Zea tersenyum kecil, mengangguk. "I'm fine."

"Welcome back home, princess," ucap Zavier lagi, menyentuh pegangan kursi roda Zea dengan lembut dan mulai membawanya menuju kamar yang sudah dipersiapkan.

Sementara mereka melangkah menjauh, seorang wanita yang duduk di antara para tamu memperhatikan mereka dengan tatapan tak suka. Wanita itu adalah Saskia Indri Kusuma, yang selama ini dikenal dekat dengan keluarga Leonard, namun dengan motif yang tersembunyi. Dalam hatinya, ia merasa geram melihat Zea yang kembali dengan segala kemegahan dan pesonanya.

"Kenapa dia masih hidup?" batin Saskia penuh iri, yang tanpa ia sadari langsung ditangkap oleh Zea. Dengan tajam, Zea memandangnya, seolah-olah bisa menembus kedalaman pikirannya.

Saskia yang menyadari tatapan Zea segera mengubah ekspresinya, lalu berjalan mendekat dengan senyum manis palsu. "Kak Zea, sudah sadar ya? Maaf, Kia tidak sempat menjenguk," katanya dengan nada sopan yang penuh kepalsuan.

Zea hanya menatapnya dingin. "Tidak masalah," balasnya datar. "Lagian, lo sibuk ngejalang sana-sini, kan?"

Ucapan itu sontak membuat beberapa orang terkejut. Zayden, yang tak jauh dari sana, segera menghampiri dengan wajah tak senang. "Zea, jaga omongan lo!" hardiknya.

Zea mengangkat bahu, tak terlihat gentar sedikit pun. "Gue cuma ngomong fakta," balasnya dengan nada tenang namun menusuk.

Tak terima, Zayden mengangkat tangannya, bersiap untuk menampar Zea. Namun, Zea dengan cekatan mencengkeram tangannya, memutar pergelangan tangan Zayden hingga terdengar bunyi

krek!

yang membuat Zayden meringis kesakitan.

"Sudah, gue malas ngeladenin lo semua," katanya dengan nada dingin dan sikap angkuh.

Zavier yang memahami situasi segera mendorong kursi roda Zea, membawanya menjauh menuju kamarnya di lantai atas tanpa banyak bicara. Mereka tiba di sebuah kamar yang luas dan elegan dengan nuansa abu-abu lembut dan putih yang menenangkan. Tempat tidur besar berlapis seprai sutra putih berada di tengah ruangan, dikelilingi oleh perabotan kayu berukir dengan lampu-lampu temaram yang memancarkan cahaya hangat.

Zavier tersenyum lembut, menatap Zea dengan tatapan penuh perhatian. "Istirahat dulu ya. Nanti abang bangunin pas makan malam."

"Siap, prince!" balas Zea dengan gaya bercanda, membuat Zavier terkekeh pelan.

Setelah Zavier pergi, Zea segera bangkit dari kursi rodanya. Ia merogoh laci meja di samping tempat tidur, mengeluarkan selembar kertas dan pena. Dengan teliti, ia menulis simbol-simbol aneh di atas kertas tersebut, lalu mengeluarkan korek api dari sakunya. Setelah memastikan pintu terkunci, ia menyalakan korek api dan membakar kertas itu, seraya membisikkan kalimat misterius yang hanya ia yang mengerti. Api biru menyala, membakar kertas itu hingga menjadi abu tanpa menghasilkan asap sedikit pun.

Zea mengambil abu tersebut dengan hati-hati, kemudian memoleskannya pada luka di kakinya. Dalam sekejap, luka-luka itu menghilang, sembuh tanpa bekas. Kemampuan penyembuhan yang dimilikinya adalah salah satu kelebihan yang hanya diwarisi oleh anggota keluarga Leonard.

Namun, tanpa sepengetahuannya, seorang pria di ruang rahasia sedang mengawasi setiap gerak-geriknya melalui layar CCTV. Ia menatap layar dengan tatapan penuh minat dan menyeringai.

"Gue akan cari tahu siapa lo sebenarnya," gumamnya dengan nada misterius.

---

Malam itu, Zea bersiap untuk makan malam bersama. Ketika ia turun menggunakan lift, ia bertemu dengan Zavier yang menunggunya di aula.

"Baru mau dibangunin, eh, lo udah siap duluan," kata Zavier sambil tersenyum.

Zea hanya nyengir kecil, lalu mereka berjalan bersama menuju ruang makan. Seluruh anggota keluarga sudah berkumpul, termasuk Saskia yang duduk di ujung meja, memandang mereka dengan tatapan licik. Makan malam dimulai dalam keheningan, sampai akhirnya Amira menyadari sesuatu yang aneh.

"Zea!" seru Amira tiba-tiba, menghentikan suapannya. "Kok kamu bisa jalan lagi dan luka-luka di kepala kamu juga sudah sembuh? Gimana bisa?"

Zea mengangkat bahu santai, tersenyum samar. "Mungkin aku punya kemampuan khusus, Mom," jawabnya ringan, seolah itu adalah hal biasa.

Saskia yang duduk tak jauh dari mereka tiba-tiba menyela dengan nada pura-pura takut. "Tante, jangan-jangan… Zea pakai ilmu hitam!"

Mendengar tuduhan itu, Zea hanya tertawa kecil, kemudian berdiri dan berjalan mendekati Saskia. "Lo terlalu banyak berimajinasi," ucap Zea dengan suara rendah tapi tegas. "Dan, jangan asal tuduh kalau nggak punya bukti, ngerti?"

Zea melangkah kembali ke tempat duduknya sambil menggeleng pelan, sementara seluruh ruangan terdiam, tak tahu harus merespons seperti apa.

Namun, satu hal yang kini memenuhi ruangan itu adalah aura Zea yang terasa berbeda. Sebuah aura kuat yang membuat orang-orang di sekitarnya merasa seolah-olah sedang berada di hadapan seseorang dari masa lalu yang penuh kekuatan. Aura yang mengingatkan mereka pada seseorang yang telah lama mereka rindukan. Aura yang menyimpan kekuatan dan misteri yang mendalam, seolah Zea adalah penerus takdir yang telah lama tertunda.

Dan di tengah keheningan yang menyelimuti mereka, Zea tersenyum tipis, menyadari bahwa permainan sebenarnya baru saja dimulai.

QUEEN OF THE DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang