"Kupikir kau tahu."
"Mana mungkin aku tahu, kalau kau tidak mengatakannya. Kau membuat aku tampak bodoh di depan Liara."
"Isla, jangan berkata demikian, itu berlebihan," timpal Liara yang tidak suka membuat situasi menjadi tidak nyaman. Itu makanya dia lebih suka tidak terhubung dengan keduanya. Bisakah mereka seperti orang asing saja? Liara tidak masalah kehilangan kakaknya, jika kehilangannya membuat kakaknya mendapatkan pria yang sangat baik. Dan tidak ada yang akan membuat perempuan lebih baik dari pada Cameron.
Dari segala sisi, Cameron bisa memberikan segalanya padamu. Dan Cameron adalah sosok yang sangat setia yang akan melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Selama dia mencintai sesuatu atau seseorang, Cameron tidak akan pernah melepaskannya. Apa pun yang terjadi.
Karena dulu Cameron pernah memungut anjing dan beberapa kali membawanya ke kampus. Liara selalu diam-diam memberikan makan anjing tersebut. Mungkin Cameron menyadarinya karena beberapa hati setelahnya Cameron mengganti pakan anjingnya. Disebabkan anjing itu tidak mau makan selain makanan yang diberikan Cameron. Liara mendengar ceritanya dari beberapa orang. Cameron mencari siapa yang memberikan anjingnya makan. Tentu saja Liara tidak akan mengatakan dirinyalah orangnya. Dia hanya memastikan Cameron tidak kewalahan dengan makanan anjingnya. Jadi Liara memberikan petunjuk dengan menulis di atas kertas dan meletakkannya di leher anjing yang mengenakan kalung.
Pada anjing saja Cameron akan bersikap demikian, apalagi pada gadis yang dia cintai. Isla beruntung, itu selalu yang ditekankan Liara.
Isla cemberut dan segera menyodorkan gelas ke depan Cameron.
Liara menatap dengan bingung. Apa dua orang ini benar-benar saling mencintai? Bagaimana bisa Isla bahkan tidak tahu kalau Cameron benci minuman manis. Dari pada memberikannya minuman manis, Cameron lebih tergila-gila pada air putih. Itu membuat Liara sungguh tidak nyaman.
"Minum yang ini kalau begitu, minumannya enak, manis dan menyegarkan," ucap Isla dengan wajah yang kembali tampak bahagia.
Cameron memberikan pandangan dalam pada Isla, seolah hendak mengatakan sesuatu tapi tangan Liara memngambil gelas itu terlebih dahulu. Membawa pandangan Cameron mengarah ke gadis dengan rambut panjang itu.
"Aku haus sekali dan minumannya tampak enak. Biar aku mencobanya." Liara segera menenggak habis minuman tersebut. Tidak menyisakan setetes pun. Dia kemudian mendesah dengan berlebihan dan mengusap perutnya dengan lega. Tidak ada rasa bersalah atas ketidaksopanan yang dia lakukan.
"Liara!" seru Isla dengan murka. "Itu minuman suamiku. Kau harusnya minum yang lain." Isla menatap ibunya kemudian.
Ibunya memukul punggung putri bungsunya dengan kesal. Memberikan pelototan tajam. "Kau harusnya bersikap sedikit lebih sopan, Liara. Anak gadis tidak bisa bersikap ceroboh.
Liara meringis dan menyentuh punggungnya dengan pandangan cemberut ke arah ibunya. Tapi gadis itu tidak mengatakan apa pun.
"Aku minta maaf atas sikap Liara, Ron. Dia memang bisa sangat kurang ajar dan tidak tahu sopan santun. Abaikan dia. Jangan marah, ya?" Isla menyentuh tangan Cameron yang ada di atas meja. Berusaha membujuk.
Tapi Cameron segera menyingkirkan tangannya. Memperlihatkan bagaimana dia tidak mau disentuh. "Tidak masalah. Aku tidak marah dan bahkan hendak mengatakan terima kasih pada adikmu. Dia membantuku."
Liara yang mendengarnya segera menunduk dalam. Cameron tahu niatnya? Bagaimana pria itu bisa tahu? Oh, dia benar-benar ingin segera menyelesaikan semua pertemuan ini.
"Dia membantumu?" Isla membeo tidak mengerti.
"Aku benci minuman manis. Terlebih rasa cokelat."
Isla yang mendengarnya segera memnatap dengan sendu. "Kenapa kau memiliki banyak hal yang tidak kau sukai?"
"Kau tidak senang karena aku pemilh?"
Isla segera menggerakkan tangannya dengan penolakan pada apa yang dipersangkakan Cameron. "Tidak. Mana mungkin. Aku hanya banyak tidak tahu dirimu."
"Aku pikir kau sangat mengenalku. Itu makanya aku tidak mengatakan apa pun soal diriku. Kurasa aku salah."
"Sekenal apa pun, pasti ada yang tidak kutahu."
"Semua itu adalah hal penting," timpal Cameron dengan dingin. Dia kemudian meraih sendoknya dan mulai makan dengan pelan. Cara makan pria itu jelas menunjukkan derajatnya yang memang terlahir dari keluarga kaya dan memilik sopan santun tanpa cela.
Isla segera menatap ibunya memohon bantuan. Tapi ibunya hanya menggeleng dan memberikan makanan ke piring anaknya.
"Makan yang banyak, Isla. Kau dan Ron butuh banyak tenaga untuk memberikanku cucu," goda ibunya berusaha menetralkan suasana.
"Ibu .... " Isla tersenyum cerah.
Liara berdiri dan segera menatap ibunya. "Aku ke kamar kecil, Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ranjang Mantan Ipar (SEL)
RomanceLiara Fisher sangat tahu siapa pemilik hatinya, pria yang dia taksir sejak awal kuliah sampai dia berusia 25 tahun. Pria yang tidak bisa membuatnya membuka hati untuk pria lain, satu-satunya pria yang membawa debar pada jantungnya. Dan pria itu mala...