Liara terus menatap ke arah dua orang yang berpelukan itu. Melihat tangan Cameron mengelus lembut punggung perempuan itu dan segera pandangan Liara naik ke atas lalu menemukan wajah Cameron yang sekarang tengah menatapnya. Liara sampai terkejut. Dia berbalik dan mencari tahu, mungkin Cameron memandang orang lain dan itu hanya perasaannya saja Cameron menyadari kehadirannya.
Tapi begitu mencari, Liara menemukan tidak ada yang berdiri di sana selain dirinya. Dialah satu-satunya yang tegak di sana. Dan jelas pria itu tengah memandangnya.
Apalagi saat Cameron melepaskan pelukannya dari tubuh gadis itu dan segera bergerak hendak menghampiri Liara. Dengan penuh semangat Liara berbalik hendak melarikan diri. Dia melangkah dengan cepat mencari kendaraan yang bisa membawanya pergi.
Tapi tidak dia sangka pria itu akan lebih cepat mendapatkannya. Karena tangannya sekarang berada dalam kuasa Cameron. Segera Liara menyembunyikan wajahnya dan berbalik menatap Cameron yang sudah berdiri di depannya. Pandangan mereka bertemu dan segera Liara terkejut begitu Cameron memeluknya.
Liara sampai tertegun memastikan apa yang sedang dilakukan pria ini. Liara sudah hendak menepuk punggung Cameron, mungkin bisa menenangkannya. Karena suara napasnya juga terdengar memburu, dia sepertinya berlari terburu-buru untuk mengejar Liara.
Tapi sebelum tangan Liara menyentuh punggung Cameron, pria itu sudah melepaskan diri dari Liara. Memandang Liara kemudian dan membingkai wajah gadis itu dengan kedua tangannya.
"Dengarkan aku, ya? Semuanya salah paham. Perempuan yang kau lihat kupeluk—"
"Esme, kan? Sepupumu."
Wajah tegang Cameron berubah menjadi wajah bingung. "Kau tahu dia?"
"Dia Esme Tucker. Tentu aku tahu. Bukankah kau sendiri tahu bagaimana aku menguntitmu selama beberapa tahun saat di kampus. Aku tahu kau tinggal dengan keluarga Esme. Dia sudah seperti adik kandung sendiri dan Esme harusnya bersama dengan Daniel. Mereka masih bersama?"
Wajah terpana Cameron menghiasai pandangan gadis itu. Seolah tidak percaya mendengar penuturan Liara.
Melihat ketertegunan itu, Liara meringis. "Apa itu menyeramkan?"
"Hah?"
"Soal aku yang tahu segalanya tentangmu. Apa kau mulai takut denganku?" tanya Liara khawatir.
Senyuman mengkhiasi bibir Cameron. "Sama sekali tidak. Itu membuat segalanya lebih mudah. Aku benci ada kesalahpahaman. Jika kau tahu sejauh ini maka kau tahu kalau aku benci perselingkuhan. Jadi aku tidak akan pernah memaafkan kelakukan nista itu juga tidak akan melakukan hal semacam itu."
Liara mendengus. "Apa yang sedang coba kau katakan?"
Cameron menggaruk bagian belakang kepalanya. Untuk pertama kalinya pria itu menunjukkan sisi malunya yang selama ini selalu tersembunyi dalam wajah keras dan tampan.
Liara menjenguk wajah itu. "Jawab aku ...."
Cameron sudah akan membawa Liara kembali masuk ke pelukannya. Tapi suara deheman yang datang dari belakang tubuh Cameron memutar tubuh pria itu memastikan siapa yang mengganggu mereka. Menemukan Esme di sana, Cameron berwajah masam.
"Hai, aku—"
"Hai, Esme," panggil Liara dengan agak sungkan.
"Dia tahu aku," Esme mengatakannya dengan keras ke arah Cameron. "Kau serius dengan yang kau katakan, dia tahu segalanya."
Cameron mendengus. "Kalau kau sudah tahu, bisakah kau menjauh?"
Dengusan diberikan Esme. "Dasar pelit, aku akan di sini sebentar dan menyapa kakak ipar." Esme menunduk sedikit. "Halo, Kakak Ipar."
"Kakak ipar? Aku?" Liara menunjuk diri. Tidak yakin.
Esme segera mendekat dan meraih kedua tangan Liara dalam genggaman tangannya. "Aku sudah lama sekali ingin bertemu denganmu. Perempuan yang selalu dicari kakakku membuat semua keluarga penasaran. Tidak kusangka dia akan benar-benar menemukanmu dan kudengar Stipsy juga menyukaimu."
"Stipsy?" Liara memandang Cameron mencari jawaban siapa yang dimaksud gadis super ceria itu.
"Anjing kita. Aku menamakannya Stipsy."
Liara sudah tidak tahu lagi bagaimana dia akan bereaksi. Mendengar kata anjing kita membuat dia melayang. Disebut kakak ipar juga membuatnya bahagia. Ah, dia benar-benar memalukan. Jangan sampai Liara menunjukkan kebahagiaannya yang sudah melayang ke angkasa di depan Cameron. Itu akan membuat dia dilanda perasaan malu luar biasa.
Jadi Liara hanya menjawab, "oh."
"Malam ini aku akan mengadakan pesta dengan Daniel, Kakak Ipar. Maukah kau datang?"
"Pesta? Tapi ...."
"Ayolah, anggap hadiah pertemuan. Kalau kau tidak datang, aku akan sangat bersedih. Ya?"
Liara meringis dan kemudian mengangguk karena tidak tega menolak ajakan itu. Dia tanpa memiliki kecurigaan apa pun menyanggupi akan datang ke pesta itu.
Mendengarnya Esme berteriak senang. Dia menatap seksama gadis dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu. Beberapa anak rambut menyembunyikan pipinya tapi Esme bisa melihat bekas cetakan tangan di sana. Dia mendekat dan menyentuh pipi Liara yang sedang sibuk memandang Cameron dan tidak memperhatikan apa yang sedang dia lakukan.
"Seseorang menamparmu?" tanya Esme memastikan.
Liara yang mendengarnya terkejut. Dia segera merapikan anak rambutnya dan menyembunyikan pipinya. "Tidak," jawabnya segera.
Tapi tingkahnya itu malah membenarkan pertanyaan Esme.
Cameron yang mendengarnya jelas tidak tinggal diam. Dia segera menyibak Esme, menyingkirkan adik sepupunya untuk bisa memeriksa sendiri pipi Liara. Awalnya Liara menolak tapi Cameron jelas bukan tandingannya dalam sikap keras kepala. Perlawanan itu sia-sia, Cameron sudah dapat menemukan luka di pipi Liara. Ada bekas tangan merah di sana.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Cameron. Dingin dan jauh suaranya.
"Ini bukan apa-apa, Cam. Sungguh."
"Isla? Sarah? Katakan yang mana dan aku akan membuat perhitungan dengan mereka."
Liara tidak mengatakan apa pun, dia hanya tersenyum dan segera menempelkan pipinya lebih kuat ke tangan Cameron yang sedang menempelkan tangannya di sana. Memandang pria itu dengan lembut, Liara akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar rela melakukan apa pun demi dia. "Terima kasih."
"Untuk apa? Aku belum melakukan apa pun."
Liara menggeleng pelan. "Kau sudah melakukannya. Dengan bertanya dan khawatir, kau sudah memberikan yang terbaik untukku. Seseorang yang bisa membelaku sehebat ini, hanya dirimu. Jadi, terima kasih."
Cameron mendesah. "Kau tidak akan mengatakan siapa yang melakukannya?" tanya Cameron masih tidak mau melepaskan.
"Aku sudah mengurusnya. Kau tenang saja." Liara kemudian menatap Esme. "Bisa bantu aku? Aku butuh pakaian ganti. Aku berjalan ke sini hampir dua jam dan melelahkan."
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ranjang Mantan Ipar (SEL)
Roman d'amourLiara Fisher sangat tahu siapa pemilik hatinya, pria yang dia taksir sejak awal kuliah sampai dia berusia 25 tahun. Pria yang tidak bisa membuatnya membuka hati untuk pria lain, satu-satunya pria yang membawa debar pada jantungnya. Dan pria itu mala...