14

384 65 1
                                    

Daniel tertawa, tahu kalau Liara memang tidak akan dapat mengatakan apa pun. Daniel sama sekali tidak menunjukkan diri di sosial media manapun. Dia benci sosial media dan benci diperhatikan. Jadilah tidak akan ada yang mendengar apa yang dia lakukan beberapa tahun terakhir ini.

Tidak ada yang akan tahu kalau dia bekerja di belakang sebagai penjaga keamanan nomor satu perusahaan sahabatnya. Dia adalah peretas sekaligus dewa internet yang memiliki seribu nama. Jadi tidak ada yang benar-benar mengenalnya selain mereka yang memang dekat dengannya. Salah satunya adalah Cameron.

"Aku tidak akan memaksamu berbohong, Liara. Aku akan menunjukkan jalannya di mana kau bisa menemukan Cameron."

Liara hanya meringis dan ingin memukul mulutnya sendiri. Dia tidak pernah belajar dari kesalahan untuk menenangkan diri dulu baru bicara. Pada akhirnya dia benar-benar tidak bisa berbohong.

Melangkah mengikuti Daniel, Liara hanya bisa mendumeli diri di dalam hatinya.

Mereka masuk ke lift dan Daniel menekan lantai tiga puluh.

Pelan Liara memandang punggung Daniel. "Sepertinya Cameron mengujiku dengan sengaja mengirimmu ke depanku," ungkap Liara.

"Kau tahu?"

"Dengan penampilan seperti itu, mana mungkin kau penerima tamu."

Daniel menatap dirinya. "Penampilan seperti ini?" Dia tidak yakin apa artinya.

"Dari kepala sampai kaki, kau mengenakan barang bermerk. Kelas asisten bahkan bukan. Kau sepertinya cukup penting jika bekerja di perusahaan ini. Seseorang yang tidak akan benar-benar diketahui tapi memiliki peranan besar."

"Pintar, Liara. Aku tidak tahu ada yang bisa menemukan betapa pentingnya aku ada di perusahaan ini. Beberapa orang malah mengatakan kalau aku pesuruh Cameron. Kau bisa menyebutnya, kacung?"

Liara yang mendengarnya tampak tersinggung. "Mereka tidak tahu kalau kalian bersahabat sangat kental. Kalian bahkan rela saling mengorbankan nyawa demi satu sama lain. Jangan memasukkannya ke hati, Daniel. Mereka hanya tidak tahu."

Daniel terkekeh. "Aku tidak tahu bagaimana dengan Cameron. Tapi aku memang rela menukar nyawaku sendiri demi keselamatannya. Kau setuju kan, Cam?"

Liara mengerjap. Dia mempertanyakan Daniel di mana Cameron sampai dia bicara dengan pria yang tidak tampak wujudnya. Dan saat melihat Daniel memberikan gerakan ke arah telinganya, di sanalah Liara menemukan headset tanpa kabel yang tersambung jelas dengan seseorang yang ada di seberang sana.

Memejamkan mata, Liara rela menggantung diri saat ini. Dia bergerak ke pojok dan menatap Daniel yang tertawa dengan geli. Entah apa yang dikatakan orang di seberang sana karena Daniel hanya menanggapi dengan dengusan. Kemudian dia menyingkirkan benda yang ada di telinganya.

"Apa aku bisa kembali ke rumahku saja?" tanya Liara menawar. Dia belum siap menghadapi pria itu.

"Dia akan mengejar sampai ke rumahmu. Jika kau cukup mengenalnya, kau harusnya tahu seperti apa dia saat keinginannya tidak terwujudkan."

Liara mengangguk pelan. Dia mengenalnya dengan sangat baik. Pria itu bisa meruntuhkan apa pun yang menghalanginya. Keras kepala dan penindak yang akan membuatmu geleng-geleng kepala. Lebih baik menghadapinya langsung dari pada melarikan diri dan membuat diri sendiri masuk ke dalam masalah yang lebih pelik.

Akhirnya sampai pintu lift terbuka, Liara masih berada di dalam lift tersebut. Daniel keluar lebih dulu dan memberikan jalan bagi Liara. Dia mempersilakan gadis manis itu untuk melangkah.

Dengan napas yang tertahan sejenak lalu dihembuskan dengan agak sembarangan, Liara melangkah mengikuti lorong di mana Daniel mengatakan dia harus smapai di ujung lorong dan ada pintu cokelat di sana. Dibalik pintu itu Cameron berada. Liara yang enggan melangkah menatap ke arah Daniel.

"Dia menunggumu dan dia bukan orang yang sabaran."

Perkataan Daniel sungguh membuat Liara semakin merana saja. Pria ini tidak memberikan setitik pun tenang, pantas saja dia menjadi sahabat Cameron. Mereka tampaknya sama dari segala sisi. Dan jangan lupakan betapa mereka saling mendukung satu sama lain.

Liara melangkah dan Daniel mengikutinya. Pria itu sepertinya tidak akan melepaskannya sampai Liara sampai di depan wajah Cameron. Apalagi sekarang Liara berdiri cukup lama di pintu tertutup itu dan tidak ada tanda dia akan menggerakkan tangannya untuk mendorong pintu.

Sampai Daniel berdeham dan saat dia megalihkan pandangan resahnya ke arah Daniel, pria itu memberikan senyuman lebar dan memberikan gerakan kalau Liara harus membuka pintu itu dan membuat waktu Daniel tidak terbuang sia-sia.

Dengan tidak nyaman Liara meraih gagang pintu dan mendorongnya terbuka. Dia sudah akan memalingkan wajah jika yang didengarnya mungkin kalimat-kalimat yang akan membuatnya malu dari mulut Cameron. Tapi saat dia yang dia dengar adalah suara gonggongan anjing, Liara segera mengedarkan pandangannya ke ruangan.

Dia mencari hanya untuk menemukan seekor anjing yang tampak tidak asing berlari ke arahnya dan segera berdiri di depannya, memutar tubuhnya dengan bersemangat dan mengibaskan ekornya dengan bahagia. Seolah anjing itu mengenali Liara.

Saat Liara berlutut dan menatap mata besar anjing itu, tidak kuasa menahan senyumannya, Liara segera meraih anjing itu dan membawanya ke pangkuannya. Dulu anjing itu masih kecil dan lusuh. Sekarang jelas terlihat di tempat seperti apa dia dibesarkan. Dan betapa besar sayang yang dilimpahkan padanya.

Liara masih bereuforia dengan kebahagiaannya yang bisa melihat anjing yang sudah lama tidak dia lihat, dia sampai lupa ada seseorang yang harus dia berikan penjelasan atas masalalu yang membuat dia berada di tempat ini. Jadi Liara memandang ke arah sepatu mahal yang ada di depan matanya. Dia mengangkat pandangannya dan bertemu dengan pria itu yang menjulang penuh kuasa. Pakaian formal sepenuhnya yang dia kenakan membuat dia tampak begitu berwibawa dan juga tentu indah. Saat mata mereka bertemu, Liara selalu tahu dia tidak akan pernah sanggup mengalihkan pandangannya dari mata hijau gelap itu. Selalu ada sihir di mata itu yang akan membuat kau betah menatapnya.

Cameron mengulurkan satu tangannya. "Aku akan membantumu berdiri."

Liara menatap posisinya dan anjing itu memang tidak mau menyingkir dari pangkuannya. Dia tampak menggonggongi Cameron yang berpikir mungkin akan mengambil Liara darinya.

Dengan penuh terima kasih Liara hendak merai tangan itu. Tapi tangan Cameron malah melewatinya, sudah mendapatkan izin dari Liara, Cameron bisa melakukan cara apa pun untuk membantu jadi dia memakai kedua tangannya dan menyelipkannya di bawah ketiak gadis itu. Lalu dengan satu gerakan, dia mengangkat tubuh mungil itu berdiri dengan anjing yang masih berada dalam pelukannya.

Liara yang merasakan bantuan berlebihan itu hanya bisa melongo tapi bisa melawan. Dia sudah mendapati dirinya berdiri tanpa sadar.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Di Ranjang Mantan Ipar (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang