Liara mendesah dengan lega kemudian. Dia mengelus dadanya dengan pelan. Saat dia ingat di mana dia berada, Liara segera turun dari pangkuan pria itu dan berbalik menatapnya. "Maaf, aku tidak seharusnya menarikmu ke sini."
"Tidak masalah. Aromamu cukup bagus untuk menenangkan."
Liara yang mendengarnya menatap tidak yakin. Dia mengabaikannya dan sudah akan membuka pintu, tapi saat pintu sudah akan dia tarik, sebuah tangan menahannya. Itu membuat Liara mendongak hanya untuk menemukan Cameron yang menahannya. "Kenapa? Masih ada suara?" tanya Liara khawatir.
"Tidakkah kau merasa kita sudah saling mengenal cukup lama?"
"Hah?"
"Entah kenapa, aku merasa kau begitu familier. Seperti kenalan lama yang menghilang dan akhirnya kutemukan lagi."
"Apa yang kau katakan? Aneh." Liara kembali coba membuka pintu. Mengabaikan kelabakan pada perasaannya. Tapi pintu itu jelas tidak bergerak karena tangan Cameron masih di sana. Itu membuat Liara mendesah jengkel. "Jika Isla kembali dan menemukan kita, aku tidak akan bertanggung jawab tentang kemarahannya. Kau akan merusak pernikahanmu sendiri."
"Tidak masalah. Memang sudah rusak."
"Apa katamu?"
Cameron tersenyum dengan seringaian.
Liara menatap kesal. Jika Cameron sungguh ingin menggodanya, maka dia salah sasaran. Liara terus coba membuka pintu dengan sepenuh tenaga. Dia berusaha membuat Cameron menyerah tapi kekuatan pria itu sungguh bukan tandingannya.
"Kau benat-benar yakin tidak pernah melihatku bermain basket atau di tempat lain di kampus?"
Wajah Liara sudah gelap. Dia habis kesabaran. "Cameron Giovani Adams!" serunya dengan kesal.
Cameron segera menatap dengan dalam. Suara dan nada yang dipakai Liara membawanya pada inti kepenurutannya.
"Aku tidak sedang ingin bermain-main denganmu. Kakak dan ibuku menunggu kita kembali. Jadi singkirkan tanganmu sekarang dan biarkan aku keluar!"
Menarik napasnya, Cameron akhirnya melepaskan tangannya di pintu. Mempersilakan gadis itu keluar dengan senyuman di akhir gerakan itu. Seolah dia menemukan sesuatu yang menarik.
Liara coba memikirkannya. Harusnya tidak ada masalah. Dia hanya menyeut nama lengkap Cameron. Itu bukan sesuatu yang akan membuat segalanya menjadi rumit, bukan.
Liara sudah hendak berlari saat dia kembali mendengar suara Cameron yang membawa keras degupan jantungnya. Bahkan sekarang perasaannya seperti lelehan lilin yang diterpa panas.
"Tidak pernah ada yang memanggil nama Giovani lagi di nama lengkapku. Kau satu-satunya setelah bertahun-tahun lamanya." Cameron berjalan mendekat, berdiri di depan gadis itu. "Kau ternyata memang tahu banyak tentangku, Ara."
Liara mengangkat pandangannya. Dia sudah merasakan kering tenggorokannya. Bahkan butuh banyak usaha untuk mendorong suaranya keluar saat bertanya, "apa maksudmu?"
"Sejak aku mengambil nama keluargaku lagi, Cameron Adams. Aku membuang nama Giovani karena itu nama keluarga angkatku. Dan kau tahu itu menjadi nama tengah yang kusamarkan. Tidak ada yang benar-benar tahu kecuali dia sangat memperhatikan aku di kampus."
Liara tertegun. Rupanya dia salah. Mereka sudah tidak bertemu bertahun-tahun lamanya sejak tidak lagi berada di kampus yang sama. Sejak kelulusan pria itu, Liara kehilangan beberapa bagian dalam hidup Cameron. Tentu saja dia tiak akan tahu kalau Cameron benar-benar menyamarkan nama Giovani. Oh, apa yang dia lakukan?
"Aku menemukanmu."
Liara menggeleng kuat. "Kau salah. Kau sangat salah."
"Tidak pernah salah. Aku memang salah di awal. Tapi sekarang tidak."
Liara mendorong Cameron dan melewati pria, terus menyatakan kalau pria itu salah. Saat dia keluar dari toilet, dua wanita yang baru saja hendak masuk berhenti menatap ke belakang Liara. Jelas menemukan Cameron di sana. Itu membuat Liara mempercepat langkahnya. Dengan perasaan malu luar biasa. Tapi kemudian dia sadar kalau Cameron masih mengikutinya. Liara berhenti, memandang ke arah pria itu. "Bukankah kau harusnya tidak kembali bersamaku?"
"Apa masalahnya?"
"Isla akan tahu. Dia akan—"
"Kau khawatir kakakmu akan tahu kalau sebenarnya kaulah yang aku inginkan dan bukan dia?"
"Cam!" seru Liara yang menatap segala arah. Dia kelabakan sendiri sementara pria di depannya setenang danau. "Bisa kita hentikan ini?"
"Apa yang ingin kau hentikan? Kita bahkan belum memulai apa pun."
"Kau salah, Cam. Aku serius."
"Lalu biarkan aku membuktikannya kalau memang aku salah."
Liara memandangnya sejenak. Ragu.
"Aku tidak akan mengganggumu kemudian malam ini. Tapi kalau kau menolakku, maka aku tidak dapat menjamin akan bisa menjaga sikap di depan kakak dan ibumu."
Mata Liara menyipit. "Kau sangat menyebalkan."
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ranjang Mantan Ipar (SEL)
RomanceLiara Fisher sangat tahu siapa pemilik hatinya, pria yang dia taksir sejak awal kuliah sampai dia berusia 25 tahun. Pria yang tidak bisa membuatnya membuka hati untuk pria lain, satu-satunya pria yang membawa debar pada jantungnya. Dan pria itu mala...