Prolog

195 53 442
                                    

.
...
.
...
.
...
.
...
.
...
.
...
.
...
.
...

T
W
O

|
|
|

B
I
R
D
S
.
..
.
..
.
..
.
..
.

Sirine polisi terdengar, memekakkan telinga. Ketujuh pemuda itu hanya terdiam, saat beberapa orang berseragam bertanya pada mereka. Penampilan Ketujuh pemuda itu, terbilang berantakan. Dengan noda darah dibaju, wajah mereka lebam, beberapa dari merekapun terluka.

Didepan sana, dimana banyak petugas kepolisian mencoba untuk mengevakuasi seseorang. Satu diantara dua orang itu, dinyatakan meninggal dunia. Lalu salah satu orang yang dibantu berdiri oleh pihak kepolisian, memandang murka ke tujuh pemuda itu.

"Ini semua gara-gara kalian, seandainya kalian semua tidak ikut campur. Adikku masih hidup, tanggung jawab Ares. Kembalikan adikku, dia tidak bersalah sama sekali. Bajingan kalian!!" Seru seorang perempuan, sambil mencengkram baju seseorang bernama Ares.

Memukul dada pemuda itu, hingga berbunyi. Tak ada perlawanan, masih bergeming tanpa ada respon tertentu. Perempuan itu mengamuk, tidak terima atas kejadian yang menimpa adiknya.

"Kembalikan adikku, kembalikan!!"

Karena merasa suasana sudah tidak kondusif, pihak kepolisian menyeret perempuan itu menjauhi Ketujuh pemuda. Tak berselang lama, laki-laki paruh baya dengan setelan kemeja hitamnya. Menghampiri Ketujuh pemuda, menatap mereka dengan tajam.

Tersenyum remeh, dan menghela nafas lelah. Laki-laki paruh baya itu, berdiri di depan Ares.

"Inikah usahamu, inikah hasil yang kau begitu banggakan padaku. Sungguh tidak berguna, aku merasa malu. Dan lihat ini, para tuan muda yang berdiri angkuh padaku beberapa jam yang lalu. Sekarang malah menundukkan kepala, dimana keberanian kalian yang menantang ku waktu itu?"

Tidak ada jawaban dari mereka semua, benar tidak ada yang mampu menyanggah ucapan itu. Semua kejadian ini tidak pernah terpikirkan akan jadi seperti ini. Semua sudah terjadi, mau tidak mau kejadian hari ini mereka ikut andil didalamnya.

Kekacauan ini, melukai harga diri mereka. Laki-laki paruh baya itu, memandang ke depan. Ketempat kejadian perkara, tanpa basa-basi lagi. Laki-laki paruh baya itu berkata, tanpa mau diprotes sekalipun.

"Pulanglah dan diam. Aku yang akan mengurus masalah ini, mari buat perjanjian. Kalian apapun yang terjadi, tetap tutup mulut. Jika kepolisian meminta keterangan, jangan menceritakan apapun. Jangan ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kalian bertujuh. Ares, bawa teman-temanmu pulang, tidak ada bantahan."

Ares, pemuda itu hanya mengepalkan kedua tangannya. Menahan amarah, mau bagaimana lagi. Mereka memang butuh bantuan, walau rasanya menyesakkan. Dan melukai dirinya, tapi tak ada pilihan lain. Laki-laki paruh baya itu punya kuasa, apa yang bisa ketujuh pemuda yang masih berumur 16 tahun itu lakukan.

Secara hukum pun, mereka masih dibawah umur. Dan tak bisa dipungkiri masalah ini begitu serius. Tanpa ada sepatah katapun lagi protes dari mereka, ketujuh pemuda meninggalkan tempat kejadian. Menundukkan kepala, menyesali semua hal yang telah terjadi.

Ares menoleh kebelakang untuk kesekian lagi, mengingat kejadian tragis ini. Dikepalanya terus berputar kejadian yang mereka alami. Penghianatan yang dilakukan oleh seseorang yang mereka percayai.

TWO BIRDS ¶BTS|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang