Katanya seseorang akan mendapatkan keinginannya sesuai dengan apa yang dia niatkan, tetapi kenapa Ningning selalu mendapatkan hasil berbeda dengan keinginannya.
Ya, katakan saja seperti dirinya yang sekarang berkeinginan memegang tangan Jay malahan memeluk pinggangnya.
Eitss, namun sepertinya hasratnya sekarang terealisasi lantaran kedekatannya dengan Jay kembali mengguncang penghuni sekolah mereka.
Ya, foto keduanya dimana Ningning yang sedang memeluk Jay justru tersebar dipenjuru sekolah seolah-olah menegaskan bahwa keduanya punya hubungan istimewa.
Walaupun hal ini yang dia mau tapi Ningning terkejut juga dengan kejadian tersebut. Bagi Ningning ini hal yang baik yang bisa buat dia dekat secara alami dengan Jay, tanpa harus sembunyi lagi seakan dia adalah selingkuhan Jay.
Namun hal yang lain yang mengagetkannya ialah komentar gadis lain, mereka menyebutnya gadis penggoda atau cewek gatal.
“Gila, orang-orang kenapa sih kalau komentar jelek banget kata-katanya, bikin kesal.”
Juhyeon mengambil hp Ningning dan membalikan, agar temannya tidak melihatnya lagi.
“Ya, gak usah liat makanya. Menurut gue mereka yang bilang gitu iri dengan fakta lu bisa meluk Jay,” jawab Juhyeon.
Liz yang mendengarnya lantas bertanya.
“Apa itu prestasi?”
Juhyeon mengganguk.
“Bisa dibilang gitu, tau kan berapa banyak cewek yang pengen dekat dan sentuh Jay tapi sekarang Ningning kita yang berhasil melakukan itu.”
“Wow, daebak. Gue kadang masih gak percaya Ningning sama Jay pacaran kalau foto panas kalian berdua gak muncul.”
Ocehan kedua sahabatnya yang dilumuri pujian sama sekali tak menyentuh perasaanya, dirinya justru kian merasa jengkel.
“Stop bahas itu dulu, ada yang lebih penting besok gue pasti dikerubungi cegilnya Jay. Kalau mereka nanya doang sih gak apa-apa tapi gimana kalau gue disikat kayak cewek terakhir kali yang mengaku sebagai pacar Jay.”
Menunduk seraya menunggu respon temannya, namun tidak ada respon selain suara seruput minuman.
Dia jadi menggebrak meja.
Juhyeon kaget, Liz sama sekali tidak karena dirinya pergi kedapur.
“Apaan sih, gue gak budeg tapi minum dulu Bambang.”
“Then, gue mesti gimana besok."
Meski rada jengkel tetapi Juhyeon tak bisa mengabaikan Ningning sahabatnya.
“Ya, lu harus ketemu Jay dulu. Pokoknya bahas dulu bilang kalau sekarang hubungan kalian gak bisa disembunyikan lagi, dan satu-satunya cara adalah dia harus akui lu sebagai pacarnya didepan cewek-cewek itu. Dengan gitu mereka gak perlu lagi ngamuk, tapi ini sih bisa jadi bumerang buat lu.”
Ningning jadi takut.
“Maksudnya, bumerang gimana?”
“Lu taukan banyak yang suka Jay, dan dari sekian mereka ada yang nembak tapi dia nolak. Meski Jay selalu nolak tapi itu gak buat cewek-cewek berhenti suka dia, bayangkan aja dari banyaknya cewek yang nunjukin usaha dekati dia tapi kenapa justru lu yang gak punya passion sama Jay malah bisa pacaran sama dia. Buruknya lagi sebelumnya, lu sibuk sangkal kalian gak punya apa-apa tapi sekarang lihat foto lu meluk dia kesebar. Apa menurut lu mereka bakal tenang ketemu lu.”
Ningning tambah takut. Lagian siapa juga yang mau jadi pacar Jay? Ini kan bencana saat dirinya berharap ditolak malahan dia diterima.
“Apa gue akan disiksa? Sumpah walau gue bisa melawan tapi kalau gue di borongi cewek-cewek itu, pasti gue hancur juga. Ngeri banget gue harus hadapi kecemburuan mereka padahal gue gak suka Jay. Sial banget gue.”
“Tinggal lapor ke polisi aja kalau mereka gitu,” timpal Liz yang membawa piring berisi tahu isi.
“Gak perlu lapor polisi juga, mending jadikan aja ini kesempatan buat putus sama Jay kalau misalnya mereka berani pakai kekerasan sama lu, lu tinggal berjanji bakal putus sama Jay. Maka dengan begitu mereka tenang dan lu ikutan tenang.”
Ningning merasa tercerahkan, berpikir cara ini memungkin kan dia bisa putus dengan Jay.
“Bener juga, saran lu briliant.”
“Of course, besti."
Dia sontak tak sabar ketemu cegilnya Jay.
Melihat temannya yang tertawa tak jelas Liz heran.
“Apa dia gila?”
“Anggap aja gitu,” balas Juhyeon acuh.
📷
Disebuah taman dekat kompleks rumahnya dia berdiri tepat dibawah sinar lampu, sinar lampu menyinari dirinya dan sekitarnya.
Dari raut wajahnya muncul ketidakpuasan, bagaimana bisa dia puas saat dirinya menunggu dengan diiringi perasaan panas.
Pukul 9 malam lewat semestinya dia merasa dingin, namun efek dari makan tahu isi berisi tiga biji cabai rawit membuatnya kepedasan dan kepanasan.
“Liz kampret,” ocehnya memaki temannya yang menawari tahu isi itu.
Lambat laun dari perasaan panas wajahnya berubah memerah, tidak ada air mata tetapi matanya berkaca-kaca.
Jay tak mendengar ocehannya, dia hanya sebatas melihat rautnya yang nampak menyedihkan.
Apa dia sedih karena foto mereka tersebar? Atau karena komentar mereka yang menyerang sepihak terhadap Ningning. Tanpa sepengetahuannya dia menulis pesan dan mengirim potongan video
Ningning menunduk sambil mengusap hidungnya, tanpa mengangkat pandangannya sebuah sapu tangan muncul didepannya.
“Kamu gak apa-apa?”
Ningning terdiam, mengatur nafasnya dia melihat Jay.
“Gak apa-apa dan gak perlu sapu tangan juga.”
Jay tetap memberikan sapu tangannya.
“Pakai aja, saat kamu butuh.”
Ningning sedang malas berdebat dan dia mengambil sapu tangannya.
Terkadang Ningning dibuat dilema dengan sikap Jay. Di satu waktu pemuda ini bertindak dengan perhatian kecil seolah dia peduli, tetapi dilain waktu dia bersikap acuh seakan mereka tidak kenal.
Diantara jarak satu meter ini dia mengakui ingin tahu apa isi kepala Jay tentang dirinya.
“Jay?”
“Iya.. ”
Keduanya saling menatap.
“Sampai sekarang aku bingung... ”
“Bingung, kenapa?"
“Kenapa bisa kamu mau pacaran sama aku?”
17/07/24.
Masih nyambung kah?
Ayo vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
polaroid love 📷
FanficDemi menghentikan pengejaran mantan pacarnya yang terus-terusan Ningning mengatakan menyukai Jay, cowok yang sejujurnya tidak disukainya. Jay cowok famous di sekolahnya selalu dikelilingi oleh gadis-gadis dan seringkali mendapatkan pengakuan cinta...