BAB VII

5.3K 378 4
                                    

Darion menatap Anette yang kini terlihat berantakan, mata dan hidungnya memerah karena menangis.

"Apa dia melakukan sesuatu padamu?" Darion tidak bisa bersikap lembut, namun ia juga tidak ingin bersikap kasar kepada orang di hadapannya.

Anette menggelengkan kepalanya, "tidak, yang mulia."

"Apa kamu membelanya?"

"Tidak, dia hanya menceritakan kisah menyedihkan kepadaku dan aku menangis karena itu."

"Seperti apa?"

Anette menatap Darion, entah mengapa ia terlihat berbeda sekarang. Seperti dirasuki sesuatu, tidak seperti karakter Darion yang ia kenal, yang tidak akan memedulikan apapun selain pemeran utama wanita.

"Seorang ayah mengurus anaknya yang sakit dan membawanya ke rumah-seorang dokter. Namun dalam perjalanan membeli obat yang diresepkan, sang ayah mengalami kecelakaan, ia tertabrak truk-kereta kuda dan meninggal dunia. Sang anak yang masih belum sadarkan diri tidak mengetahui ayahnya telah mati, sampai akhirnya dokter itu memberitahunya setelah ia benar-benar pulih dan kemudian sang anak hanya bisa melihat batu nisan yang bertuliskan nama ayahnya."

Darion merasa cerita itu cukup familiar, hanya saja dirinya tidak mengingat apapun tentang hal ini dan mengabaikannya.

Apa dia mempercayai nya? Tolong percaya saja, tolong! batinnya.

Darion menghela napas dan menyuruh seseorang untuk membawakan baju ganti untuknya dan untuk Anette.

"Aku akan bermalam di sini."

Anette nampak terkejut namun segera menyetujuinya, dengan mata yang sembab dan tubuhnya yang lelah, Anette berjalan mengambil pakaian ganti yang dibawakan Rona.

"Siapkan juga air untuk mandi." perintah Darion, Rona mengangguk dan menyiapkan air untuk keduanya.

Setelah keduanya membersihkan diri, Anette berjalan lebih dulu dan duduk di tepi ranjang, ia menatap keluar jendela kamarnya dan menghela napas.

Darion yang baru saja tiba, menatap punggung Anette dan duduk di sebelahnya, ikut menatap langit malam yang terlihat cerah.

“Anda bisa tidur lebih dulu, yang mulia.”

“Hanya kita yang berada di ruangan ini, bisakah kamu memanggilku dengan namaku?”

“Tapi—”

Darion menghela napas, tangannya tiba-tiba bergerak merapikan rambut yang menutupi wajah Anette.

“Aku tidak akan memaksamu, ayo tidur.”

Anette bergeming di tempatnya sementara Darion mulai memposisikan dirinya untuk tidur, setelah kesadarannya kembali, Anette melakukan hal yang sama dan membuat Darion menarik selimut untuk menyelimuti dirinya.

Anette memasang ekspresi bodoh dan hanya memandangi tangan Darion yang mencoba menyelimutinya, “apa? Mengapa kamu menatapku seperti ini?”

Ia hanya bisa tertawa kecil melihat ekspresi Darion yang terlihat bingung dan kesal, ia menggeleng dan tersenyum kemudian merapikan rambut Darion, “tidak. Selamat malam,”

“Darion.” lanjutnya kemudian memejamkan mata.

Suasana tiba-tiba berubah menjadi dingin, keheningan yang sangat jelas yang membuat suara napas keduanya terdengar, wajah Anette kini memerah karena malu sedangkan untuk Darion, dia hanya bergeming menatap langit-langit kamar.

°°°°°

Keesokan harinya, suasana sudah kembali menjadi sedikit lebih hangat—mungkin.

Kini Anette diundang ke istana selir pertama, Helena, untuk minum teh bersama di rumah kaca miliknya. Anette tentu merasa bingung, namun kebingungannya hilang setelah melihat rumah kaca yang sangat cantik, tumbuhan yang tumbuh dengan baik memancarkan aroma segar ketika ia memasuki rumah kacanya.

Jadi Selir Ke-3 TiranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang