"Di antara suara gemuruh perpisahan, terbentang mimpi-mimpi yang menari di cakrawala harapan. Aku melangkah, meninggalkan jejak-jejak kenangan yang terukir dalam detak hati yang terus mengalir"
-Aiza Jelita Kamila-
Waktu terus berlalu, dan meskipun hati Aiza masih terasa perih, dia tahu bahwa dia harus melanjutkan hidupnya. Kedekatan dengan Adnan yang kini berjarak membuatnya merenung tentang masa depannya. Setelah berpikir panjang, Aiza memutuskan untuk melanjutkan studinya di luar kota. Dia berharap bahwa dengan lingkungan baru, dia bisa melupakan kenangan yang membuatnya terluka.
Hari itu, Aiza duduk bersama Dila dan Fara di taman sekolah. Mereka bertiga berbincang tentang rencana masa depan setelah lulus SMA. Aiza dengan hati-hati mulai membuka percakapan tentang keinginannya.
"Aku sudah memutuskan, aku mau kuliah di Yogyakarta," kata Aiza dengan suara pelan, tapi tegas.
Dila dan Fara terkejut mendengar keputusan itu. "Serius, Za? Kamu yakin mau jauh-jauh dari rumah?" tanya Fara.
"Iya, aku sudah pikirkan matang-matang. Aku rasa ini yang terbaik buat aku. Aku butuh suasana baru, biar bisa fokus sama masa depan," jawab Aiza sambil tersenyum tipis.
Dila memegang tangan Aiza, memberikan dukungan. "Kita akan selalu mendukung keputusanmu, Za. Yang penting kamu bahagia."
Fara mengangguk setuju. "Betul, Za. Kita pasti bakal kangen sama kamu, tapi kita tahu ini keputusan terbaik buat kamu."
Setelah berbincang cukup lama, Aiza merasa lega. Dia tahu bahwa Dila dan Fara selalu ada untuknya, meskipun mereka akan berpisah jarak nanti. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah, tapi Aiza yakin ini adalah langkah yang harus diambil demi kebaikannya.
Malam itu, Aiza mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan orang tuanya tentang rencana kuliahnya. Setelah makan malam, dia memanggil ayah dan ibunya ke ruang tamu.
"Ayah, Ibu, ada yang mau Aiza bicarakan," katanya dengan hati-hati.
Ayah dan ibu Aiza saling berpandangan sebelum mengalihkan perhatian pada putri mereka. "Apa yang ingin kamu bicarakan, Nak?" tanya ayahnya dengan lembut.
Aiza menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aiza ingin kuliah di Yogyakarta, Yah, Bu. Di sana ada universitas bagus yang program studinya sesuai dengan minat Aiza," kata Aiza dengan suara yang mantap.
Ibu Aiza terkejut. "Kenapa tiba-tiba, Aiza? Bukankah banyak universitas bagus di kota ini?"
Aiza tersenyum, berusaha meyakinkan orang tuanya. "Benar, Bu. Tapi Aiza merasa butuh perubahan. Aiza ingin mencoba hal baru, bertemu orang baru, dan mencari pengalaman yang berbeda," jawab Aiza dengan jujur.
Ayah Aiza mengangguk pelan. "Kalau itu memang keinginanmu dan kamu merasa itu yang terbaik, Ayah dan Ibu akan mendukung. Tapi kamu harus yakin dengan keputusanmu dan siap dengan segala konsekuensinya."
Aiza tersenyum lega mendengar dukungan dari orang tuanya. "Terima kasih, Ayah, Ibu. Aiza sudah pikirkan ini baik-baik. Aiza yakin ini keputusan yang tepat."
Malam itu, Aiza merasa sedikit lega. Keputusannya untuk kuliah di luar kota memberikan harapan baru baginya. Ia tahu bahwa langkah ini akan sulit, tapi ia percaya bahwa ini adalah yang terbaik untuknya.
Selama beberapa minggu berikutnya, Aiza sibuk mempersiapkan segala hal untuk keberangkatannya. Dia mendaftar ke beberapa universitas di luar kota, mengikuti tes masuk, dan akhirnya diterima di salah satu universitas terkemuka. Dila dan Fara membantu Aiza mengemas barang-barangnya, menghabiskan waktu bersama sebanyak mungkin sebelum perpisahan yang tidak terelakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.284 KM
Teen FictionAiza Jelita Kamila, yang akrab dipanggil Aiza, merasa sudah mengambil keputusan yang tepat dengan melanjutkan pendidikannya ke luar kota, menjauh dari kampung halamannya demi menjaga jarak dari Adnan, lelaki yang diam-diam ia cintai. Namun takdir be...