"Dalam setiap lirik, tersembunyi ribuan rasa yang tak mampu terucap, setiap nadanya adalah jejak-jejak kenangan yang abadi di hati. Lagu ini adalah caraku menyampaikan apa yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata."
-Alvin Pratama Putra-
Suatu hari, Aiza mendengar bahwa kampusnya akan mengadakan pentas seni (pensi) besar-besaran. Pensi tersebut diadakan untuk merayakan ulang tahun kampus dan biasanya diisi dengan berbagai penampilan dari mahasiswa, termasuk musik, tari, dan drama. Aiza tahu bahwa Alvin memiliki suara yang merdu dan sering kali menyanyi di acara-acara kecil, namun ia tidak pernah tampil di acara sebesar ini.Aiza pun mencoba meyakinkan Alvin untuk ikut serta dalam pensi tersebut. "Kak Alvin, Kakak harus tampil di pensi kali ini. Suara Kakak luar biasa dan ini adalah kesempatan yang sempurna untuk menunjukkan bakat Kakak kepada semua orang," kata Aiza penuh semangat.
Alvin tampak ragu-ragu. "Aku tidak tahu, Aiza. Aku belum pernah tampil di depan banyak orang seperti itu. Aku takut akan mengecewakan penonton."
Aiza tersenyum, mencoba memberikan dukungan. "Kak Alvin, Kakak selalu memberikan yang terbaik dalam setiap penampilan Kakak. Aku yakin Kakak akan memukau semua orang. Lagi pula, aku akan selalu ada di sana untuk mendukung Kakak."
Setelah beberapa saat berpikir, Alvin akhirnya setuju. "Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi, hanya karena kamu yang memintanya, Aiza."
Hari-hari menjelang pensi diisi dengan latihan yang intens bagi Alvin. Aiza sering kali menemani Alvin saat latihan, memberikan dukungan moral dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Alvin memilih lagu "From the Start" yang populer di kalangan mahasiswa, lagu yang memiliki makna mendalam dan sangat cocok untuk menggambarkan perasaannya terhadap Aiza.
Malam pensi akhirnya tiba. Suasana kampus begitu meriah dengan hiasan lampu dan panggung megah yang dipersiapkan dengan matang. Para mahasiswa terlihat antusias menunggu penampilan demi penampilan, termasuk penampilan Alvin yang dijadwalkan menjadi salah satu penutup acara.
Aiza duduk di barisan depan, jantungnya berdebar-debar. Ia tidak sabar melihat Alvin di panggung besar ini. Ketika tiba giliran Alvin, sorak-sorai penonton menyambutnya dengan hangat. Alvin berdiri di tengah panggung, tampak tenang meski sebenarnya hatinya berdebar kencang.
Dengan gitar di tangan, dia menyapa penonton yang bersorak. "Halo semuanya! Hari ini aku akan membawakan sebuah lagu yang spesial. Lagu ini berjudul 'From the Start' dan kupersembahkan untuk seseorang yang sangat berarti dalam hidupku," katanya dengan senyum yang tulus.
Aiza merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Dia menatap Alvin yang sudah mulai memetik senar gitarnya. Melodi yang indah mengalun, dan suara Alvin yang khas memenuhi udara malam itu.
Alvin mulai menyanyikan lagu tersebut, suaranya lembut namun penuh perasaan. Setiap lirik yang keluar dari mulutnya seolah membawa pesan yang dalam, membuat Aiza terhanyut dalam alunan musik.
"Don't you notice how
I get quiet when there's no one else around?
Me and you and awkward silence
Don't you dare look at me that way
I don't need reminders of how you don't feel the same"Aiza menyadari bahwa lagu ini bukan sekadar lagu; ini adalah ungkapan hati Alvin. Ia teringat kembali masa-masa mereka bersama. Dari pertemuan pertama di kampus, saat mereka saling mengenal, hingga momen-momen kebersamaan yang tak terlupakan. Kenangan itu mengalir seperti film yang diputar kembali di benaknya.
"That when I talk to you oh, Cupid walks right through
And shoots an arrow through my heart
And I sound like a loon, but don't you feel it too?
Confess I loved you from the start"Air mata mulai mengalir di pipi Aiza. Bukan karena sedih, tapi karena haru dan bahagia. Dia merasa beruntung memiliki teman seperti Alvin yang selalu ada untuknya, dalam suka dan duka.
Ketika Alvin menyelesaikan lagunya, tepuk tangan meriah memenuhi lapangan. Alvin tersenyum, menundukkan kepala sebagai tanda terima kasih, lalu matanya mencari-cari Aiza di antara penonton. Begitu melihatnya, ia memberikan senyum hangat yang membuat Aiza merasa tenang.
Setelah penampilan Alvin, Aiza menunggu di dekat panggung untuk memberi selamat. Alvin mendekat, wajahnya berseri-seri. "Bagaimana penampilanku, Aiza?" tanyanya dengan penuh harap.
Aiza mengangguk, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Luar biasa, Kak Alvin! Lagu itu sangat indah. Terima kasih sudah membawakannya."
Alvin tersenyum lega. "Aku senang kamu suka. Lagu itu memang spesial, dan aku ingin menyampaikannya dengan tulus."
Mereka berdua berjalan bersama menuju tempat duduk, menikmati sisa acara pensi. Meski banyak hal yang ingin Aiza ungkapkan, ia memutuskan untuk menikmati momen itu tanpa memikirkan perasaan rumit yang ia miliki.
Setelah acara selesai, mereka berjalan pulang bersama. Jalanan kampus yang biasanya ramai kini terasa sunyi, hanya langkah kaki mereka yang terdengar. Aiza merasakan kehangatan di antara mereka, meski ada banyak kata yang belum terucap.
Di depan pintu kos Aiza, mereka berhenti sejenak. "Terima kasih sudah mau menemaniku hari ini, Aiza. Aku senang sekali," kata Alvin dengan tulus.
Aiza menatap Alvin, mencoba menyusun kata-kata yang tepat. "Kak Alvin, aku juga berterima kasih. Kakak selalu ada untukku."
Alvin tersenyum lembut. "Kamu tahu, Aiza, aku akan selalu ada untukmu. Apa pun yang terjadi."
Aiza merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Alvin. Ia tahu Alvin tulus, tapi bayangan masa lalu dan perasaannya yang belum tuntas terhadap Adnan masih menghantuinya. Ia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang kacau.
"Terima kasih, Kak Alvin. Kamu benar-benar teman yang baik," kata Aiza akhirnya, dengan suara bergetar.
Mereka berpisah dengan senyum, tapi di balik senyum itu, ada banyak hal yang belum terselesaikan. Aiza masuk ke kamar kosnya, merasakan campuran antara kebahagiaan dan kebingungan. Di dalam kamar, ia duduk di tepi tempat tidurnya, memikirkan semua yang telah terjadi.
Aiza tahu bahwa Alvin adalah seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, tapi perasaannya terhadap Adnan belum sepenuhnya hilang. Ia merasa terjebak di antara dua perasaan yang saling bertentangan, membuatnya bingung harus bagaimana.
Di satu sisi, Alvin adalah teman yang selalu ada untuknya, yang selalu mendukung dan mengerti. Di sisi lain, Adnan adalah bagian dari masa lalunya yang belum bisa ia lepaskan sepenuhnya. Aiza merasa seperti berada di persimpangan jalan, tidak tahu harus melangkah ke arah mana.
Malam itu, Aiza menatap langit-langit kamar, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Apakah ia harus membuka hati untuk Alvin, atau mencoba menyelesaikan perasaannya terhadap Adnan terlebih dahulu? Bagaimana ia bisa memilih antara dua hal yang sama-sama penting dalam hidupnya?
Aiza menutup matanya, mencoba mencari kedamaian di tengah kekacauan pikirannya. Ia tahu bahwa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan datang dengan mudah. Tapi satu hal yang ia tahu pasti, ia tidak sendirian. Ada Alvin yang selalu siap mendukungnya, dan itu memberikan sedikit ketenangan di hati Aiza.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.284 KM
Fiksi RemajaAiza Jelita Kamila, yang akrab dipanggil Aiza, merasa sudah mengambil keputusan yang tepat dengan melanjutkan pendidikannya ke luar kota, menjauh dari kampung halamannya demi menjaga jarak dari Adnan, lelaki yang diam-diam ia cintai. Namun takdir be...