Chapter 5

108 5 0
                                    

"Aku tidak melihat Arga hingga sekarang. Apa dia izin?" Matanya yang bingung, sejak tadi terus memandang meja kerja di sebelahnya, yakni milik Arga.

"Benar, dia sedang menjaga Ibunya di rumah sakit." Seorang wanita yang merupakan kepala divisi berbicara. Netranya kini menatap sedih meja kerja pria magang tersebut.

Begitu juga Vika, ia seketika merasa sedih, bahkan terlihat dari raut wajahnya yang tak dapat dibohongi. Ia menatap lesu dua kotak makanan di meja kerjanya. Sebentar lagi jam makan siang, tetapi harapannya memberikan makanan untuk Arga justru hancur.

Hingga saat jam makan siang tiba, gadis itu menyantap nasi goreng dan telur dadar sendirian. Ia berusaha menghibur diri sembari menonton beberapa video kartun, tetapi tidak begitu berhasil.

Awalnya Vika ingin sengaja membeli minuman botol, agar dapat dibantu oleh Arga. Namun, sepertinya Tuhan sedikit berniat baik padanya, karena hatinya tergerak untuk membawa botol minum sendiri dari rumah.

Vika meraih ponsel dan mengirim foto bekal makan kepada Arga. Tak lupa juga mengucapkan cepat sembuh untuk Ibu pria tersebut. Pasti Arga sedang kesulitan sekarang. Ia berharap sakit yang dialami Ibu Arga tidak begitu parah. Kemudian ia lanjut menyantap makan siangnya.

 Kemudian ia lanjut menyantap makan siangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah makan siang, tiba-tiba ponsel Vika berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah makan siang, tiba-tiba ponsel Vika berbunyi. Menunjukkan nama pria menyebalkan di sana.

"Malam ini ada undangan pesta peresmian perusahaan, kamu harus ikut," ucap Niko secara langsung.

"Kalau begitu ... aku akan bertanya pada Bunda dulu, Kak," sahut Vika. Sejujurnya ia cukup malas.

"Tidak perlu. Dia sudah tahu," jawab Niko cepat. "Setelah menjemputmu, kita langsung berangkat."

"Tapi aku tidak membawa baju untuk pesta, Kak." Tentu saja Vika heran, mengapa sangat terburu-buru?

"Kita bisa membelinya. Alasan apa lagi?" Semuanya menjadi sangat mudah karena uang, sulit bagi Vika mencari alasan. Bahkan terkait izin juga Niko sudah memegangnya.

"Aku ... tidak membawa riasan," ucap Vika masih berusaha. Sebenarnya ia membawa, hanya saja tidak lengkap seperti yang ada di rumah.

"Untuk apa? Kamu ingin dilihat banyak laki-laki di sana?" tanya pria di seberang sana dengan nada tak suka. "Dasar jalang!"

TekanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang