Ruangan tim kreatif tampaknya sangat sibuk. Terlihat beberapa karyawan tengah bekerja dengan posisi yang berbeda-beda. Semua sesuai dengan kenyamanan mereka. Termasuk gadis berkemeja abu-abu yang menggambar di atas iPad fasilitas dari kantor.
Alat pendengar yang tersambung lewat bluetooth tak lepas sejak pagi hingga sekarang pukul dua sore. Apa kalian berpikir Vika mendengarkan musik? Tidak, ia tengah bertelepon sepanjang hari dengan Niko. Pria itu berulang kali menghubungi tanpa henti.
"Apa kamu membisukan?" tanya Niko dengan nada sinis.
Vika menghela napas malas. Apa suara pendingin ruangan tidak terdengar? "Tidak, di sini memang sedang sibuk. Jadi tidak ada yang mengobrol."
Suara pintu terbuka mengalihkan fokus semua karyawan di ruangan tersebut. Mereka menoleh bersamaan.
"Vika, bos memanggilmu ke ruangannya sekarang," ujar pria yang berdiri di depan pintu.
Gadis itu menangguk dan berterima kasih sembari tersenyum. Saat pria itu pergi dari sana, tiba-tiba semua rekan satu timnya bersuara.
"Apa kamu dalam masalah?" tanya seorang wanita cukup berumur di sudut ruangan.
"Mungkin kenaikan gaji?" Pria bertopi putih yang duduk di lantai berusaha menebak.
Tiba-tiba Ketua Divisi mereka langsung menoleh pada Vika bersemangat. "Jika memang benar, kamu bisa menyinggung nama kami dengan baik juga, bukan?" Ia mengedipkan matanya beberapa kali.
Vika hanya tertawa kecil, meski di dalam hatinya ia sangat berharap benar. Sangat lumayan untuk membayar utang almarhum Ayahnya yang masih cukup banyak.
-oOo-
Vika hampir sampai di ruangan bosnya, tetapi ia baru sadar dirinya masih tersambung telepon dengan Niko. Ia tidak ingin membuat bosnya tidak nyaman jika diketahui. Sekaligus dirinya juga memang tidak ingin Niko mendengar percakapan antara ia dan bosnya."Kak, aku harus ke ruangan bos. Aku akan tinggal sebentar, ya?" Vika berbalik kembali ke ruangannya untuk meletakkan ponsel dan alat pendengarnya.
"Memangnya kenapa? Apa sulit hanya membawa ponsel dan membiarkan alat pendengar itu di telingamu?"
Bukan sulit, tetapi ia pikir Niko dapat memahami dirinya, karena pria itu juga merupakan seorang bos. Namun, sepertinya kecemburuan menyelimuti semuanya. Tidak peduli apa pun itu.
"Tetapi akan tidak nyaman. Ini pasti pembicaraan serius, Kak." Vika masih berusaha menegosiasi meski harapan akan sangat kecil.
"Memangnya apa yang kamu bicarakan dengannya sampai aku tidak boleh mendengar?"
Gadis berambut hitam pekat itu memutar bola matanya malas. Ia memilih untuk tetap meletakkan ponsel dan alat pendengarnya di meja kerja, kemudian menuju ruangan bosnya.
-oOo-
"Saya yakin ini pasti sangat kamu tunggu-tunggu. Kamu cukup mengawasi dan mengenalkan bagaimana yang perusahaan inginkan saja. Jika bagus, saya akan mengangkatnya menjadi karyawan tetap, dan saya akan mengangkat kamu menjadi Ketua Divisi," terang seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih."Ketua Divisi? Maaf, Pak, tapi bagaimana dengan Ketua Divisi yang sekarang?" tanya Vika dengan dahi berkerut. Apa yang dimaksud Ketua Divisi sekarang disingkirkan?
"Apa dia belum memberitahukan kalian sesuatu? Dia harus mengundurkan diri karena akan menikah dan menetap di Surabaya dengan calon suaminya," ucap pria itu.
Vika diam sejenak. Ini merupakan kesempatan emas baginya untuk jenjang karir yang semakin bagus. Ia memang belum pernah dapat tugas harus mengawasi anak magang. Hal itu akan menjadi pengalaman baru baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tekan
RomansaVika dipertemukan dengan Niko yang selalu mengekangnya, tanpa ia tahu ternyata pria itu dengan sengaja meminta orang tuanya untuk menjodohkan mereka berdua. Gadis berusia 23 tahun itu hanya tahu bahwa mereka adalah korban perjodohan antara orang tua...