Kening gadis itu berkerut, ia berpikir seharusnya tidak ada yang salah. "Ya ... iya, bukankah itu normal?"
"Aku juga tidak mengatakan itu aneh, tapi untuk apa kalian pergi hanya berdua?" tanya Niko. Wajahnya heran bercampur tidak senang mendengar perkataan kekasihnya.
"Kak, kami adalah Adik dan Kakak. Aku pikir seharusnya setiap saudara kandung memiliki waktu berdua bersama," jawab Vika merasa tak suka saat Niko juga seakan cemburu dan curiga pada Valdo.
"Dia seorang laki-laki, untuk apa meminta bantuan padamu? Aku bisa maklum jika kamu membutuhkan bantuannya, meski lebih baik jika tidak." Niko mulai menggunakan nada tinggi.
"Jika Kakak menginginkanku, Kakak juga harus menerima Bunda dan Valdo," ucapnya dengan penuh yakin.
"Kamu hanya seorang gadis yang membutuhkan uang, tidak lebih." Matanya menatap semakin lekat dan tak beralih pada sepasang mata milik Vika.
"Benar, tetapi itu urusanku." Vika lantas melanjutkan makannya. Meraih sendok serta garpu sedikit kesal.
Namun, bagi Niko perkataan tadi sangat menjatuhkan harga dirinya. Ia menarik napas dengan kesal diiringi cengkeraman erat pada sendoknya. Tentu saja ia tak akan diam, ia meraih pergelangan tangan Vika dan mencengkeram kuat.
Vika tersentak dan menjatuhkan garpu dari tangannya. "Kak, lepas!"
"Kamu tidak seharusnya berbicara seperti itu. Orang yang baik menurutmu, belum tentu dapat membantumu!" Semakin lama cengkeraman tersebut kian erat, Niko menggenggam pergelangan tangan itu penuh energi amarah.
Niko lalu berdiri mendekati gadisnya yang mulai meringis kesakitan. Ia memang melepas cengkeraman itu sejenak, tetapi diganti dengan rambut Vika yang ditarik sangat kuat serta tiba-tiba.
Wajah kedua insan itu hampir tidak berjarak, tampak Niko yang berbisik tepat di depan wajah Vika. "Jangan pernah memerintah dan mengaturku! Jika aku menginginkanmu, aku tidak perlu melakukan apa yang kamu katakan. Apa kamu pikir aku mengeluarkan banyak uang untuk seseorang yang memerintahku dan mengatur keinginanku?"
Sementara gadis malang itu menahan tangisnya, ia hanya bisa terisak kecil. Air matanya menumpuk di area netra yang lelah. Menetes perlahan kala rambutnya semakin ditarik lebih kuat. Meski ruangan makan itu hanya untuk mereka berdua, tetapi ia yakin akan terdengar hingga ke luar jika menangis.
Mulutnya terkunci, tak dapat mengatakan apa pun sampai detik ini. Keberanian yang ada di awal, justru diserang dengan ketakutan dalam sekejap. Perasaannya sangat tidak dapat dijelaskan sekarang.
"Minta maaf sekarang!"
-oOo-
Hari ini gadis dengan piyama biru itu bangun lebih cepat dari biasanya. Ada perasaan gelisah dalam diri dan pikirannya. Sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, bahkan ia sendiri tidak mengerti. Sekarang yang dibutuhkan hanya sebuah pelukan, ia ingin meluapkan tangisan dalam pelukan yang hangat.Jam digital di meja nakas menunjukkan pukul 05.03 WIB. Masih terlalu pagi untuk pekerja kantoran. Sementara ia tidak ingin tidur kembali, matanya memandang ke arah jendela. Ketenangan pagi ini memang terasa damai, tetapi pikirannya tetap ramai.
Vika telah terjebak dalam kehidupan yang tak pernah disangka. Tak pernah mengira jika ia harus bekerja sekeras ini untuk membayar utang, hingga mendapatkan pasangan yang sangat kasar. Tak hanya dari fisik, tetapi ia juga mendapatkan kata-kata yang menggores hati. Setiap kata yang keluar dari bibir Niko, seolah gadis tersebut begitu mudahnya diatur dengan uang.
Ia duduk bersila di depan jendela, melihat langit yang perlahan terang. Tak terasa, air mata berharga itu menetes satu per satu. Vika terjebak dan tidak tahu bagaimana caranya untuk keluar dari masalah ini. Ia ingin menjauh dari Niko, tetapi Bunda pasti akan kecewa padanya. Di lain sisi utang yang menumpuk tetap bagai tak berkurang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tekan
RomanceVika dipertemukan dengan Niko yang selalu mengekangnya, tanpa ia tahu ternyata pria itu dengan sengaja meminta orang tuanya untuk menjodohkan mereka berdua. Gadis berusia 23 tahun itu hanya tahu bahwa mereka adalah korban perjodohan antara orang tua...