07.

1.1K 78 0
                                    

Sejak dua minggu yang lalu, butiran salju mulai turun di daerah sepertiga bagian Utara dari pulau Britania Raya , suhu atmosfer menunjukkan angka tiga puluh dua derajat Fahrenheit.

Jalanan kota di pesisir timur juga mulai tertutup bongkahan es, suasana disana terasa lebih sepi karna tumpukan salju itu meredam gelombang suara yang tercipta.

Seperti disalah satu villa yang terlihat sunyi, cerobong asap di dalam tampak tidak cukup mampu untuk menghangatkan perasaan pria paruh baya yang kini tengah memandang sebuah potret seseorang.


Seharusnya, tiga hari yang lalu dia kembali ke negara asal. Tapi karena badai salju yang sempat terjadi, jalanan harus ditutup guna keamanan masyarakat sekitar dan mengakibatkan jadwal kepulangannya tertunda.

Perjalan kali ini di lakukan untuk sang istri, beberapa bulan terakhir terlihat begitu berat bagi wanita itu. Jadi dia memutuskan untuk berlibur, harap-harap dapat mengurangi beban yang sedang di alami.

Awalnya semua berjalan dengan baik, sampai satu minggu setelahnya, dia mendapat kabar bahwa putra terakhirnya hilang. Sempat merasa khawatir, tapi kejadian di masa lalu membuatnya memendam dalam-dalam rasa khawatir itu.

Entah mengapa dia tidak bisa memaafkan, setiap kali ingin mencoba berdamai pasti memori itu terus berputar.

Kejadian dimana putri yang paling dia cintai harus meregang nyawa dan tubuh yang diselimuti darah itu terus berputar dipikirannya.

Dia masih ingat betul, saat mereka sekeluarga akan merayakan hari kelahiran si bungsu. Niat hati malam itu mereka berencana makan malam di luar sebagai perayaan, tapi putri satu-satunya di keluarga mereka berhalangan hadir karna masih ada kegiatan sekolah.

Hanya saja, sebagai adik pastinya merasa sedih jika salah satu kakaknya tidak hadir di acara perayaan ulang tahunnya, apa lagi Olivia adalah kakak yang paling dekat. Oleh karena itu, karna adiknya yang terus merengek Olivia Gerhardt memutuskan untuk pulang.

Mereka memutuskan untuk langsung bertemu di restauran, saat dia berada di sebrang jalan, putrinya melihat si bungsu yang berlari menuju tempat dimana dia berdiri. Tapi dari arah kanan, ada sebuah mobil sedan yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi.

Tanpa memikirkan apapun, dengan refleks Olivia berlari untuk meraih tubuh sang adik. Usahanya memang tidak sia-sia, adiknya hanya mendapat luka di beberapa tempat, tapi sayang dia harus kehilangan nyawa saat itu juga.

Dan tragedi yang terjadi hanya sepersekian detik itu di saksikan oleh seluruh anggota keluarganya, hingga saat ini baik dirinya maupun sang istri masih belum bisa berdamai. Bahan sang istri mengalami depresi karna kehilangan putri mereka, dia menganggap semua hal yang terjadi adalah kesalahan si bungsu.

Dia juga menyadari bahwa putra pertama masih belum bisa mengikhlaskan kepergian sang kakak kembar, hanya anak ketiganya saja yang bersikap netral.

Kendati demikian, beranjaknya usia hubungan mereka pun ikut merenggang. Ronald sadar, dia juga ikut mengambil peran dalam renggangnya hubungan persaudaraan itu. 

Mau sebanyak apapun nasihat yang saudaranya berikan, dan sebesar apapun ibunya berkata bahwa anak itu tidak bersalah, Ronald tidak pernah bisa meluruhkan amarahnya pada William, maka dari itu dia selalu menyibukkan diri tanpa mau melihat ke arah anak bungsunya.

Ronald tau sikapnya egois, tapi lebih baik seperti ini. Karna setiap anak itu berada di jangkauan matanya, pasti berakhir dengan luka fisik dan batin

Dia, Ronald Gerhardt. Bukanlah sosok ayah yang baik, dan dia mengakui itu.

"Mas, saya izin keluar ya"

Suara wanita yang sangat dicintainya itu membuatnya terkejut, cepat-cepat dia menyembunyikan figur kecil yang sempat berada di genggamannya. 

SECONDE VIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang