11.

734 62 8
                                    

Deru napas terdengar memburu, kakinya pun sudah terasa sangat lelah berlari. Sekitar satu jam yang lalu, entah bagaimana caranya Emilio bisa terbangun di tengah jalan dengan keadaan terlentang.

Saat sedang berusaha memahami situasi yang terjadi, dia mendengar beberapa suara yang berteriak memanggil nama barunya.

Dari ujung jalan terlihat bayangan orang-orang berlari ke arahnya, melihat itu tubuh elio seolah bergerak tanpa kendali. Dia otomatis berlari dan menghindar dari kejaran, ini seperti sebuah glitch, lantaran sudah berulang kali Emilio terbangun dan berakhir dengan jatuh ke dalam jurang.

Dan kali ini, dia terbangun di sebuah rumah kayu yang terlihat unik, banyak barang-barang aneh didalamnya, dia melangkah keluar.

Disana, Emilio dapat melihat pekarangan indah dengan bunga clematis jenis nelly moser yang tumbuh merambat di pagar kayu rumah ini.

Bunga yang memiliki warna Lilac itu terlihat indah menutupi sebagian tempat di pagar putih.

Halaman disini hampir seluruhnya diisi dengan rumput hijau segar, emilio melanjutkan langkahnya melewati jalan setapak yang terbuat dari bebatuan putih. Walau tidak mengunakan alas kaki, tapi ini sama sekali tidak terasa sakit.

Pemandangan ini benar-benar cantik dan tenang, saat sedang mengitari halaman. Elio dapat melihat satu sosok yang duduk bersandar pada pohon cassia javanica yang tumbuh di sudut kanan pekarangan rumah.

Jika dilihat lagi, sosok itu seperti sedang memperhatikannya. Perlahan tangan sosok itu membuta gesture memanggil.

Dengan penasaran, elio melangkah mengikuti sign yang sosok itu berikan. Sampai di sana, dia dibuat terkejut karna sosok itu adalah dirinya di masa lalu atau bisa jadi juga dia adalah William asli?

"Halo bang Lio" sapa sosok itu riang.

"Kau... Bocah Gerhardt?"

Anak itu bangkit, dan tersenyum lebar setelahnya. Dia benar-benar terlihat menawan dengan setelan putih yang dia kenakan, belum lagi tubuh yang terlihat mungil, ini menambah kesan manis tersendiri.

"Abang kenapa disini?" Tanya anak itu heran.

Elio menatap Liam dengan datar, mustahil bocah itu tidak mengetahui penyebab dia berada di sini.

"Menurut mu?"

Suara tawa renyah terdengar sebelum menjawab pertanyaan itu.

"maaf bang, bukan gue yang bawa lo kesini. Ayok, udah waktunya. Gue gak bisa lama-lama soalnya bang"

Waktunya? Apa maksud anak ini. Bahkan dengan beraninya dia menarik tangan elio tanpa ragu sedikitpun.

"CK! Kau ingin membawaku kemana bocah?" Kesal lio yang ditarik dengan tidak sabaran.

"Udah, ikut aja"

William membawa elio keluar pagar, baru tiga kali kakinya melangkah, tiba-tiba saja suasana teduh tadi berubah seketika.

Posisi mereka kini berada di sebuah bangunan tua yang tampak terbengkalai, ada beberapa lubang di atap bangunan ini. Meski begitu, furniture disini masih lengkap walaupun tertutup debu yang tebal.

Pandangan William beralih menatap mata Lio, genggaman tangan mereka terlepas.

"Bang, mau liat apa yang udah terjadi sama gue gak?" Ucap anak itu dengan pandangan yang berubah sendu.

Entah mengapa, melihat tatapan sendu itu membuat hati Lio terenyuh. Ingatannya kembali saat dia seumuran dengan anak ini, saat dimana hal yang paling dia benci terjadi.

SECONDE VIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang