09.

850 77 0
                                    

Penelusuran terus dilakukan oleh ke lima remaja SMA itu, sudah sekitar satu setengah jam penuh mereka berkeliling di lahan kosong, sampai di bantu oleh beberapa anak yang sedang bermain disana dengan iming-iming uang.

Sialnya, jaringan dari tablet yang di gunakan sebagai monitor mendadak terputus di tengah jalan. Ponsel Stevan juga tidak bisa dihubungi, jadi mereka hanya mengandalkan diri masing-masing.

Tidak mudah menemukan benda kecil itu di lahan kosong sebesar lapangan sepak bola ini, belum lagi beberapa ilalang yang menutupi permukaan tanah dan mau bagaimana pun mereka hanya sekumpulan anak remaja yang hanya bermodal nekat.

"Stop dulu guys, capek banget gue jujur" ujar kaleb yang berjongkok mengistirahatkan tubuhnya.

"Yaudah, kita ke mobil aja." Ucap Nic melangkah mendahului teman-temannya. 

Dengan langkah gontai mereka berjalan menuju kendaraan yang terparkir di pinggir jalan.

"Gue beli minum dulu ya" ujar Calvin yang berbelok ke arah minimarket.

Sampai di sana, dapat mereka lihat Jake dan Antonio yang sudah lebih dulu kembali, tampaknya mereka juga memilih untuk beristirahat.

Tinggallah empat remaja itu dengan peluh yang membasahi tubuh mereka.

"Mau lanjut lagi nanti? Apa gimana?" Tanya Jake kepada Anton.

Memeriksa sejenak arloji yang digunakan. "udah mau jam sepuluh, kita pulang aja ke rumah gue. Terus langsung kerumah sakit, Liam pulang hari ini kan?"

"Iya, jeff bilang di grup tadi" jawab Nic.

Ya, tepat sepuluh hari Liam dirawat di rumah sakit dan pagi tadi mereka mendapat kabar dari jeff bahwa Liam akan pulang.

Tidak lama, Calvin datang dengan sekantong plastik yang berisikan beberapa minuman dan makanan. Dirasa sudah cukup beristirahat, mereka pun memutuskan untuk kembali.

Siangnya, kelima remaja itu sudah berada diruang rawat Liam. Terlihat jelas jeff yang sibuk merapikan beberapa barang-barang Liam, sementara sang empunya sedang duduk santai di sofa dengan ponsel di tangannya.

"Halo cil, kita ketemu lagi" kata Nic berniat menjahili.

Belum juga kakinya melangkah ke arah Liam, tiba-tiba dari arah samping jeff sudah menahan kerah bajunya dengan tatapan memperingati.

"Gak usah di ganggu dulu, anaknya lagi bad mood" ujar jeff yang kembali sibuk setelahnya.

"Loh kenapa?" Kali ini suara Kaleb yang terdengar.

"Berantem sama ayah, sebenarnya hari ini belum boleh pulang. Tapi anaknya minta pulang terus, ya jelas ayah gak kasih izin. Sampe lama-lama panas lah mereka, dia gak sengaja ngomong kasar gitu. Jujur gue aja kaget, ayah juga keliatan langsung diam dan gak lama keluar sampai sekarang belum balik lagi. Tapi gak lama dari ayah keluar dokter tara dateng meriksa sebentar dan bilang dia udah boleh pulang"

Sementara disisi Liam, dia hanya diam mendengar percakapan jeff dan teman-temannya dengan berpura-pura sibuk memainkan ponsel.

Jujur, sejak kedatangan jimmy kemarin perasaannya jadi tidak menentu dan lebih sensitif, dia juga tidak mengerti mengapa hari ini rasanya dia ingin segera pergi dari sini.

Dia merasa ada yang mengawasi setiap inci geraknya, dan entah mengapa ini membuatnya cemas. Padahal di kehidupan sebelumnya jika pun harus mati dia tidak memiliki rasa khawatir tentang itu, apa mungkin ini pengaruh dari tubuh asli willliam.

"Pembunuh"

Deg

Suara siapa itu, apa dia salah mendengar? Tapi kenapa sangat jelas. Dilihat sekelilingnya untuk memastikan, tetap tidak menemukan apapun.

SECONDE VIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang