Langkah besarnya terdengar di rumah itu, dari posisinya saat ini dia bisa melihat barrel yang duduk di set sofa dengan laptop di pangkuannya, pakaikan si sulung juga tampak lebih santai.
Saat melihat sang ayah datang, barrel segera mengakhiri kegiatannya. Di letakkan semua barang-barang pada meja kaca dengan bentuk persegi panjang.
Ronald mengistirahatkan tubuhnya di sofa single yang berhadapan langsung dengan si anak sulung yang hanya diam memperhatikan ayahnya.
"Sejak kapan kau sampai?"
Barrel dibuat terkejut dengan suara yang memecahkan keheningan itu, apa dia tidak salah mendengar? Ayahnya mengucapkan kalimat basa-basi seperti ini?
"Satu jam yang lalu"
Atmosfer kecanggungan jelas sekali terasa bagi siapapun yang melihat pasangan ayah dan anak itu, barrel tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi setelah sekian lama. Sejak mereka kehilangan satu anggota keluarga tercinta, semuanya berubah. Ayah yang dulu hangat tidak lagi berperilaku demikian, ibu yang dulunya tidak pernah absen untuk memberikan pelukan setiap pagi saat ingin memulai aktivitas juga sudah tidak lagi melakukan kebiasaan itu.
Mungkin, ini yang membuatnya lambat-laun menjaga jarak dengan William. Barrel juga bingung harus menjelaskannya seperti apa, karna ini bukan seperti rasa benci kepada sang adik. Dia masih belum bisa menerima, ego kekanak-kanakan nya menguasai, biar bagaimanapun sebelum kecelakaan itu terjadi keluarga mereka begitu hangat.
Dia sadar ini salah karena saat keluarganya mulai renggang, justru dia juga menjaga jarak dengan si bungsu yang kala itu masih belum mengerti tentang situasinya seperti apa. Tapi sekeras apapun dia mencoba untuk dekat kembali kepada sang adik, dia tidak bisa, rasanya seperti ada hal yang menghalangi niatan baik itu.
"Jadi, apa yang bisa kau jelaskan tentang masalah akhir-akhir ini?"
Suara ronald menginterupsi barrel dari lamunannya, ternyata ini tujuan sang ayah memintanya untuk datang.
"Selama beberapa hari, El coba nyari tau akar masalahnya dimana. Di hari papa sama mama pergi ke Edinburgh, El dapet informasi, salah satu karyawan kita ada yang bekerja sama dengan petinggi di la'coöl company. Mereka menggelapkan dana di la'coöl company sebesar dua ratus triliun"
Beberapa hari kebelakang, barrel berusaha mencari informasi terkait masalah ini. Semuanya jadi begitu runyam saat masalah-masalah kemarin datang di waktu yang berdekatan.
Hilangnya beberapa lukisan miliknya, masalah yang melibatkan perusahaan dan terakhir, penculikan yang dialami William Gerhardt, adik bungsunya.
Ronald menjentikkan jemarinya dengan tangan kanan yang bertumpu pada lengan sofa.
"Siapa orang yang kau maksud?" Tanya Ronald kepada anak sulungnya itu dengan padandangan lurus.
"Loa boon, bagian Human Capital Services, sekarang dia berada di tempat seharusnya. Dan ada alasan lain lagi, ternyata selama satu tahun terakhir ini la'coöl company dalam masa kebangkrutan. Informasi yang aku dapet dari beberapa mantan pekerja yang terkena dampak restrukturisasi bilang, mereka sempet dengar kalo ada seseorang yang mau bantu menyuntikkan dana supaya pihak la'coöl company tetap aman. Dengan syarat, mencabut kesepakatan kerjasama di perusahaan kita"
Pergerakan jemarinya otomatis terhenti saat mendengar kalimat terakhir yang barrel ucapkan.
"Lalu, alasan apa yang dia pakai untuk memutuskan kontrak bersama kita?"
Sejenak, barrel meremas tautan tangannya. Gugup tentu saja, meski ini bukan kali pertama, tetap saja dia takut. Bagaimana jika setelah ini dia akan mendapatkan hukuman? Tapi mau bagaimana pun dia harus menjelaskannya, lari bukan kunci dari penyelesaian masalah yang terjadi akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECONDE VIE
FantasyEmilio Fatchur tidak pernah menyangka bahwa dirinya diberi kesempatan untuk hidup kembali setelah kecelakaan yang dialami. Dia yang menjalani kehidupan sebelumnya sebagai bagian dari keluarga sindikat kriminal, kini harus hidup di raga seorang remaj...