••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Ayeon membuka ruang musik itu,melihat sekeliling ruangan itu yang cukup gelap. Ia menyalakan saklar lampu didalam ruangan untuk menerangi ruang favoritnya. Ayeon mulai memainkan alat musik,ia juga mulai bernyanyi. Ayeon bermain musik guna meredakan emosi,rasa kesal, dan yang membuat hatinya tak nyaman. Cukup lama ia berada di ruangan yang membuatnya bahagia. Ia tak sadar bahwa ia sudah disini 2 jam lamanya. Ayeon mulai merapihkan alat musik yang tadinya ia gunakan.
Sesudah merapikan semuanya ia keluar dari ruangan yang membuatnya bahagia itu. Saat tepat menutup pintu ruang musik itu. Bersamaan dengan pintu rumah terbuka, terlihat papinya baru saja pulang entah dari mana. Keduanya hanya terdiam tak ada yang mulai menyapa. Akhirnya papinya dengan suara tegasnya memanggil namanya.
"Ahyeonna."
"Ii-yaaa pii?." Jawabnya dengan menundukkan kepalanya,ia tak berani menatap wajah tegas Kai.
"Keruangan papi sekarang, ada yang perlu papi bicarakan." Perintahnya dengan tegas,Ayeon hanya mengangguk sebagai jawaban. Kai pun langsung pergi meninggalkan Ayeon yang masih setia terdiam. Ayeon mulai berjalan menaiki anak tangga dengan berat, ia tahu mungkin papinya akan memarahinya sekarang. Ayeon hanya pasrah, mau tak mau ia harus berhadapan dengan Kai.
Tok..Tok...Tok...
Ayeon mengetuk pintu beberapa kali kemudian langsung masuk saat mendengar perintah dari papinya untuk masuk. Ia memasuki ruang kerja ayahnya yang begitu gelap hanya ada lampu samar samar. Ia melihat papinya yang duduk di kursinya. Ayeon berdiri di dekat meja dengan kepala menunduk karena papinya tak menyuruhnya duduk. Ini pertama kalinya ia memasuki ruang kerja papinya yang membuat dirinya terus menerus gemetaran. Rasanya seperti ia sedang diculik oleh penjahat, padahal ia sekarang bersama papinya.
"Jelaskan." Perintahnya dengan jari yang terus menerus diketukkan dimeja. Ayeon mulai menjelaskan dengan suara gemetaran. Beberapa menit setelah Ayeon menjelaskan, Kai berdiri dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke arah Ayeon yang senantiasa menunduk. Saat Kai tepat di depan Ayeon, Ayeon mengangkat kepalanya menatap wajah Kai yang kini sudah merah menahan amarahnya.
PLAK.....
Satu tamparan di area pipi mulusnya itu Kai lontarkan. Ayeon memegang pipinya yang sekarang begitu panas. Rambut rambut yang tadinya berada disamping wajahnya kini menutupi sebagian wajah Ayeon. Ayeon menunduk tak berani menatap Kai setelah satu tamparan itu mendarat di pipinya. Ini pertama kalinya ia mendapat kekerasan dari sang papi, ia juga tak menyangka bahwa Kai berani melukai buah hatinya sendiri. Air mata yang tadinya Ayeon tahan itu sekarang sudah lolos begitu saja.
"AHYEONAA, BAGAIMANA BISA KAU TAK MELINDUNGI ADIKMU SAAT DI SEKOLAH." Tak ada jawaban dari Ayeon,hanya ada isakan yang terdengar jelas ditelinga Kai. Kai yang masih di penuhi amarah itu berjalan mengambil tongkat billiard kesayangannya itu. Lalu meraih kedua tangan Ayeon yang tadinya masih memegang ujung piyama yang digunakan itu.
Ctass...!!
Ctasss...!!
Ctassss...!!!
Tiga pukulan tongkat billiard pertama di gunakan Kai untuk memukul lengan Ayeon.
"INI KARENA KAMU TAK BISA MENJAGA ADIKMU." Ucapnya dengan penuh amarah,Ayeon hanya mengigit bibirnya dan memejamkan matanya menahan sakit. Kemudian Kai mengambil tongkat golf dan kembali melayangkan pukulan ke berbagai tubuh Ayeon.
Ctasss...!!
Ctasss...!!!
Ctasss...!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Girls Full Of Hope🏠
Fanfiction"Aku yang menanggung semuanya,karena aku sulung, maaf jika sikapku terlalu tegas padamu."- ARUKA "Aku akan selalu menjaga kalian,dan maaf karena aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri sampai kau mempunyai penyakit itu aku tak tahu." -ARITA "Bahag...