HAPPY READING ^^
---------
Ruang putih dan berbau menyengat ini masih menjadi tempat beristirahat Aro hari ini. Sang Mama benar-benar tak membiarkan Aro pulang, walau dirinya merengek sekencang apapun.
Sejak tadi Mama dan Papanya sudah berada di Rumah Sakit Harapan bangsa, tempat yang selalu menampung Aro ketika lelaki itu melakukan pemeriksaan ataupun ketika Aro kesakitan.
Mamanya berkata tak akan membiarkan Aro pulang kalau dia tak mau juga dirujuk ke luar negri, namun Aro tetap pada pendiriannya agar didekatkan dengan gadis yang membawanya ke rumah sakit ini.
"Mama, ayoo pulangg" ucap Aro merengek seperti anak kecil meminta permen pada sang Mama
"Tidak Aro, sebelum kamu mau ke luar negri, kamu akan tetap dirawat disini" ucap Sarah kini mulai menatap Aro dengan tatapan tegas
"Form surat rujukan di atas nakas, kalau kalau kamu berubah pikiran secara tiba-tiba, kamu bisa tandatangani surat itu" ucap Sarah masih setia duduk pada sofa ruang VIP yang Aro tempati
"Aro gak mau Mama, nanti kalau Aro dirawat disana, Mama sama siapa disini?" tanya Aro
"Mama bukan anak kecil Aro, di sini Mama bareng sama Papa dan Ara" ucap Sarah mulai duduk didekat kasur brangkar Aro
"Nah itu masalahnya, disini kalian bertiga, disana aku sendiri, apa kalian gak kasihan sama aku?" tanya Aro mulai memberengutkan wajahnya kesal
"Astagaa Aro, kita akan sering berkunjung Aro, tenang saja" ucap Sarah mulai memahami ketakutan sang putra
"Kalau perlu Papa pindah kerja dan kita semua tinggal disana" ucap Ferdinan yang sedari tadi diam memperhatikan adu mulut ibu dan anak itu.
"Gak perlu, Aro gak akan pernah mau operasi" ucap Aro lalu merebahkan kembali badannya
Sarah dan Ferdinan saling tatap, sudah hampir 7 tahun surat rujukan itu Aro hiraukan. Jika saja orang tuanya tega melihat Aro menangis meronta ronta tak ingin dioperasi, mungkin sudah sejak lama Aro mendapat perawatan khusus di luar negeri.
Aro benar-benar tak lagi mengkhawatirkan dirinya, dia seperti sudah siap jika kapan saja penyakit itu menyerangnya. Sarah sering kali kasihan melihat putranya menahan sakit yang teramat dalam.
"Aroo" panggil Sarah membuat Aro hanya mengeluarkan deheman sebagai jawaban
"Mama tau Aro sudah terbiasa dengan sakitnya, tapi sampai sekarang Mama masih belum terbiasa melihat Aro harus kesakitan setiap saat nak" ucap Sarah pelan
Ucapan sang Mama membuat Aro membalik badannya menghadap sang lawan bicara, disana Sarah tertunduk sedih ditemani Ferdinan yang setia berdiri di sebelahnya.
"Mama tau Aro selalu tahan sakitnya di depan Mama, tapi mau sampai kapan Aro sembunyikan? mau sampai kapan Aro kesakitan?" tanya Sarah mulai mengajak Aro untuk memikirkan hidupnya kedepan.
Selama 7 tahun Aro hidup berdampingan dengan penyakitnya, Aro selalu menghindari untuk berbicara serius dengan Mama dan Papanya.
7 tahun yang lalu, Aro yang beranjak remaja berumur 15 tahun itu tak bisa menutupi sakitnya seperti sekarang. 7 tahun bukan waktu yang sebentar untuk Aro. Perjalanan panjangnya melewati banyak hal yang harusnya anak remaja umur 15 tahun tak merasakan itu.
Berdampingan dengan infus, suntik, dan segala macam alat medis yang membantunya bertahan hidup. Aro tau penyakitnya bukanlah demam biasa yang diberi obat langsung sembuh, sudah berapa rupiah yang orang tuanya keluarkan untuk kesembuhannya.
Aro tak lagi mau membebani kedua orang tuanya, Aro hanya menunggu sampai kapan badannya dapat menahan penyakitnya yang terus ingin menguasai tubuh Aro.
"Ma, tidak pernah ada jaminan sembuh jika operasi, aku akan tetap hidup bersama penyakit ini" ucap Aro bergerak untuk duduk dengan infus ditangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERKEPING
Teen Fiction"surga itu indah ya" "indahh, indahh bangett, besok kesananya sama sama ya jangan duluan" -selalu temukan cerita dalam setiap kepingan- (nalfyyyy)