18

431 75 1
                                    

 "Kenapa? Kau takut membuat aku tahu karena aku tidak memiliki apa pun?" tanya Elias lagi. Nadanya tinggi dan jelas dipenuhi kemarahan dan kekecewaan. Diramu menjadi suara yang begitu dalam dan mengerikan, itu bukan sesuatu yang bisa dihadapi gadis di hadapannya.

Elias tahu, dia harusnya menahan diri. Dia harus mendengar penjelasan Olivia. Tapi entah kenapa sikap Olivia membangkitkan seluruh perkataan orang lain padanya. Segala cemooh dan bagaimana mereka memandang Elias selama ini seolah tertuang pada sikap Olivia. Membuat Elias tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.

Dia dapat melihat dengan jelas ketakutan Olivia. Dia dapat menemukan gadis itu yang bergetar karena dirinya. Tapi Elias tidak bisa berhenti seolah tidak ada tombol untuk berhenti.

"Kau takut aku tidak dapat memberikanmu kebahagiaan hanya karena aku pria miskin yang dulu mengandalkan istrinya?"

Olivia menggeleng. Dia berusaha menyentuh Elias. Berusaha mengatakan kalau pria itu salah paham. Tapi Elias terus menepis sentuhannya. Apalagi saat Elias terus mundur ketika dia mendekat, itu membuat Olivia tidak berdaya dan tidak ingin memaksanya. Elias membutuhkan waktu. Dia membutuhkan waktu.

"Maafkan aku. Aku minta maaf." Olivia terisak. Dia kemudian melangkah pergi. Membawa langkahnya keluar dari kamar dan segera berlari menuruni anak tangga.

Ketika tiba di luar rumah, dia bertemu dengan Rupert yang segera bergerak mendatanginya.

"Olivia," sebut Rupert dengan agak tidak percaya. Elias benar-benar keluar dari tabiat aslinya. Jelas bukan Elias yang akan membuat Olivia merana seperti ini.

"Temani Elias. Dia membutuhkanmu."

"Mau ke mana kau?"

Olivia tidak menjawab. Gadis itu hanya melangkah dan terus melangkah. Dia tidak berhenti, tidak berani berhenti. Dia takut kalau segalanya akan menjadi lebih runyam jika dia berhenti melangkah. Hatinya tidak dapat dikendalikan, perasaannya pada Elias sungguh di luar kendalinya. Jadi dia harus segera pergi meninggalkan pria itu. Sebelum segalanya terlambat.

***

Rupert segera masuk ke kamar dan menemukan Elias yang sedang duduk di lantai. Bersandar pada ranjang dengan wajah yang sudah suram. Mata itu tidak menunjukkan kehidupan, seolah segala kenyataan membawanya pada keraguan akan setiap langkah yang dia ambil selama ini.

"Apa yang sudah kau lakukan?" Rupert bertanya. Jatuh duduk di hadapan sahabatnya.

Elias memandang Rupert. Dia tersenyum dengan senyuman yang tidak sampai ke matanya. Seolah dia tengah mengejek dirinya sendiri. "Aku tertipu."

"Apa dia mengatakan menipumu?"

"Dia tidak bisa mengatakan apa pun. Aku membuat dia tidak bisa mengatakan satu kalimat pun. Dia hanya menangis. Aku membuatnya menangis."

"Kau membuatnya menangis dan kau membiarkannya. Kau harusnya mendengar penjelasannya, Elias. Tidak semua apa yang kau pikirkan adalah kebenarannya. Tidak semua perempuan seperti Hannah. Kau dengar itu?"

"Dia bukan Hannah. Mereka sama sekali tidak sama."

"Kau tahu dan kau membiarkannya pergi begitu saja? Di dini hari seperti ini?"

Elias menatap Rupert dengan bingung. "Apa maksudmu dia pergi?"

"Kau tidak tahu? Dia melarikan diri ke dalam kegelapan. Dia meninggalkan rumah ini."

"Kau membiarkannya?"

"Dia menyuruhku menjagamu ...."

Elias mendorong Rupert dan segera bangun. Dia berlari dengan suara tapak kaki yang begitu keras. Seolah segala pasak bumi tidak lagi dapat menghentikannya. Apa yang sudah dia lakukan? Kalau sampai Olivia terluka, Elias tidak akan memaafkan dirinya.

Di Ranjang Mantan Mertua (RAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang