20

365 67 0
                                    

Elias tertawa kecil dan mengangguk.

"Aku mungkin tidak akan memberikanmu sebanyak yang diberikan Hannah. Tapi aku janji, kita tidak akan lapar. Selama kau mendukungku, aku akan bisa melakukan segalanya."

Elias yang mendengarnya meraih tubuh ramping itu. Membawa tubuh itu ke atas pangkuannya dan seperti memangku anak kecil, Elias mencium wajah Olivia dengan gemas.

Olivia melawan dengan mendorong Elias. "Hentikan, kau membuat aku terjepit."

Tangan Elias memang merengkuhnya dengan sangat erat. "Aku sedang bahagia, apa kau tega menghentikanku?"

Olivia mendengus. Itu bukan menjadi alasan membuatnya gepeng kan? Tapi gadis itu akhirnya mendiamkan. Tidak mau Elias melepaskannya juga. Karena kedekatan ini menyenangkan.

"Kau tidak perlu memikirkan apa pun di masa depan. Aku akan selalu memiliki apa pun yang kau inginkan. Apa yang kau inginkan, aku akan mendapatkannya untukmu. Aku akan mengnadalkanmu tapi kau juga bisa mengandalkanku. Aku tidak semelarat yang kau pikirkan?"

"Kau punya uang?"

"Sedikit."

"Sedikit itu seberapa?" desak Olivia ingin tahu.

Elias menjenguk wajah gadis itu. "Kau ingin mengendalikan keuanganku?"

Olivia menepuk dada Elias dengan sebal.

Elias sendiri terkekeh geli. "Jika sudah saatnya nanti, aku akan memberitahumu. Segalanya."

"Baiklah. Aku akan menunggu." Olivia menekan kepalanya di dada itu. "Elias," panggil Olivia lembut.

"Hm?"

"Kau tidak mau memberitahuku? Soal kau yang ternyata bukan ayah kandung Paul. Aku tidak akan memaksamu bercerita, tapi aku hanya ingin tahu, jika kau memang tidak mau aku tahu maka aku akan coba melupakannya."

"Tidak ada yang perlu disembunyikan. Apa pun yang ingin kau tahu, tentu aku akan mengatakannya."

"Lalu katakan, aku ingin tahu?" gadis itu duduk tegak di pangkuan Elias. Terlihat sangat antusias pada keingintahuannya.

Elias meragu bahwa Olivia benar-benar bisa melupakan soal apa yang dia tahu ini. Jelas perkataan tadi hanya untuk penghiburan diri saja. "Paul memang bukan anakku. Bayangkan saja saat itu usiaku baru lima belas tahun dan aku malah menghamili perempuan? Itu terdengar seperti lelucon."

"Lalu kau tidak menyangkalnya?"

"Aku menyangkal. Aku mengatakan pada semua orang bukan aku pelakunya. Sayangnya segala bukti mengarah padaku. Hingga orangtuaku meninggal dalam kecelakaan untuk membersihkan namaku. Sejak mereka tiada, aku tidak lagi memiliki pondasi jadi aku membiarkan Hannah melakukan sesukanya. Aku tidak lagi menolak klaimnya bahwa aku ayah anak yang dia kandung."

"Hannah tidak menyesal bahkan saat dia tahu ayah dan ibumu meninggal karena perbuatannya?"

"Dia tidak mengaku salah. Dia menyalahkan ayah dan ibuku yang memang lemah dalam menerima informasi seperti itu."

"Wanita terkutuk!" Olivia meradang dalam emosinya. Membayangkan wajah Hannah yang selalu merasa benar itu, Olivia sungguh membencinya. "Dia pantas berada di tempat buruk. Wanita sepertinya, kenapa hidupnya selalu bahagia, Elias? Aku benci padanya."

Elias menyentuh dagu gadis itu. Memutar wajahnya agar menghadap Elias dan mereka bertemu pandang. "Jangan emosi karenanya. Dia tidak berhak mendapatkan kemarahanmu. Dia sama sekali tidak pantas."

"Kau akan membiarkannya begitu saja? Kita tidak akan membalasnya? Aku akan membantumu membalas dendam. Dia harus terima akibat dari perbuatannya."

"Kau tidak masalah aku membalas dendam?"

"Tentu tidak."

"Meski aku menghancurkannya sampai membuat Paul terluka?"

Olivia diam sejenak. "Meski itu tidak adil bagi Paul, tapi perbuatan ibunya jelas tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika dia terus dibiarkan berbuat semena-mena, entah berapa banyak orang yang akan menderita karenanya. Kita harus membuat dia mengerti kalau dia tidak selamanya berkuasa dan membuat orang lain menderita."

Elias segera mendekap pinggang itu. "Aku memang tidak salah memilih pasangan."

Olivia yang mendengarnya memerah. "Aku sungguh pasanganmu?"

"Tentu saja. Setelah aku tidur denganmu, mana mungkin aku tidak bertanggung jawab padamu."

Olivia mendengus. "Kau bertanggung jawab pada puluhan wanita yang kau tiduri selain aku di masalalu?"

Mendengarnya Elias segera berdeham dengan salah tingkah. Dia mencium bahu Olivia. "Itu di masalalu, Liv. Bukankah aku tidak tidur dengan wanita lain lagi setelah malam itu?"

"Sungguh?" Olivia sangsi percaya.

"Aku bersumpah. Aku berani disambat petir kalau aku berbohong padamu." Elias mengangkat ketiga jarinya.

Tangan Olivia melingkupi jari itu, tidak suka Elias melakukan sumpah dengan sembarangan. "Tidak perlu terlalu berlebihan."

"Tapi aku benar-benar tidak melakukannya. Tanya Rupert. Aku terlalu sibuk denganmu dan mengurus perceraian. Jadi tidak ada waktu."

"Kau—"

"Tapi sekarang aku benar-benar tidak melirik wanita mana pun. Kau bisa memegang perkataanku. Jika sampai aku tidur lagi dengan wanita selain dirimu, maka aku tidak masalah kau meninggalkanku."

Olivia mendesah. Itu memang di masalalu. Dia juga tidak berhak mempermasalahkannya. Masalalu Elias bukan milik Olivia.

"Dulu aku sering melakukannya karena memang tidak ada cara melampiaskan segala kekesalan dan kebencianku karena berada di keluarga itu. Tapi sekarang aku memilikimu. Mana mungkin aku mengkhianatimu demi wanita murahan di luar sana. Aku pria setia, aku janji."

Olivia membingkai wajah pria itu, menekannya dengan gemas sendiri. "Aku percaya padamu. Aku tentu saja percaya."

Elias mendesah lega.

"Jadi kau punya rencana? Katakan padaku, biar aku melakukannya untukmu."

"Aku akan meminta Rupert menjelaskan padamu apa yang sedang kami rencanakan. Kau akan ambil bagian di dalamnya."

"Rupert juga ikut?"

"Dia sepupuku. Ayahnya adalah adik dari ayahku."

Olivia yang mendengarnya tidak percaya. "Kalian tidak mirip."

"Dia lebih mirip ibunya." Elias segera menarik Olivia dan membawanya terlentang ke atas ranjang. "Berhenti membicarakan yang lain. Mari membahas soal kita."

Olivia membiarkan Elias menciumnya.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Di Ranjang Mantan Mertua (RAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang