2

1.4K 107 3
                                    

Tiba di pusat pebelanjaan, Olivia segera masuk dan mulai mencari pakaian yang lebih layak. Dia mengambil rok pendek dengan warna cokelat pudar dan kemeja berwarna kalem. Kemudian membiarkan rambutnya tergerai, gadis itu siap dengan penampilan barunya.

Tidak ada jejak dia pernah ditiduri. Untungnya Elias tidak mengukir jejak di tempat yang bisa terlihat.

Hanya ada di bagian atas dadanya, dan itu membuat Olivia memegang bekas ciuman itu dengan coba kembali mengingat apa sebenarnya yang terjadi sampai dia bisa bermalam dengan Elias.

Lalu apakah Elias mengenalnya atau tidak?

Olivia menggeleng, jika pun Elias mengenalnya, mana mungkin pria itu akan meniduri istri dari anaknya. Pasti Elias juga tidak tahu. Lantas kenapa Elias bisa menemukannya? Bagaimana mereka bertemu?

Olivia sungguh benci minuman keras di saat seperti ini. Dia sudah selesai dengan penampilannya dan segera keluar dengan baju yang sudah dia buang ke tempat sampah.

Bertemu dengan pramuniaganya, Olivia segera membayar dengan ponselnya. Setelahnya gadis itu meninggalkan tempat dan sudah akan pergi sarapan saat dia merasakan getaran pada ponselnya.

Menatap ke ponselnya, Olivia menemukan nama Paul di sana. Dia mendesah dan menjawab panggilan.

"Ibu mengatakan kalau kau harus pulang sekarang untuk mengambil barang-barangmu. Siangnya kita pergi ke pengadilan untuk mengurus surat cerainya."

"Aku akan menemuimu di rumah." Olivia kemudian mematikan sambungan. Dia menjambak rambutnya sendiri saat mungkin di sana dia akan bertemu Elias.

Dia tidak dapat menghindari pertemuan ini.

Dengan tangan terangkat, Olivia menghentikan taksi. Butuh sekitar tiga puluh menit untuk bisa sampai ke rumah keluarga Holmes.

Olivia mengingat rumah Elias. Dia tidak yakin apakah rumah itu miliknya atau tidak. Karena tempatnya yang begitu terpencil dan butuh banyak usaha untuk menemukan jalan keluar dari jalan setapak.

Hubungannya dengan Elias bisa dikatakan begitu asing. Pria itu tidak akan mengatakan apa pun kalau Olivia tidak bicara dengannya. Seolah dia begitu malas untuk bahkan hanya mengatakan satu kata saja.

Tidak pernah sekali pun Olivia melihat senyuman Elias. Bahkan dia tidak pernah bicara yang benar-benar bicara dengannya, hubungannya dengan istrinya juga tampak dingin dan jauh. Bahkan Olivia pernah beberapa kali menemukan Elias yang baru kembali dari perusahaan dan malah tidur di kamar lain yang sangat jauh dari Hannah. Bahkan berbeda lantai. Itu membuat Olivia mempertanyakan kenapa mereka masih bersama padahal mereka tidak saling mencintai?

Apakah mereka memiliki alasan yang juga kenapa masih bertahan sampai sekarang dalam pernikahan yang tidak memiliki cinta?

Olivia memangku dagu dengan tangannya. Dia bukan pemuja cinta, bukan juga penyukai kisah bahagia selamanya. Tapi bukankah pernikahan jika memiliki setitik saja cinta, itu akan lebih baik dari pada tanpa cinta?

Menggeleng, Olivia segera mengangkat pandangannya. Dia melihat kalau mobil sudah berhenti.

Keluar dari taksi, Olivia dengan sepatu putihnya melangkah masuk melewati gerbang kecil yang ada di sisi kanan gerbang utama. Dia menyapa satpam di sana yang memberikan pandangan agak terkejut.

Mungkin berpikir kalau Olivia tidak akan kembali ke rumah ini membuatnya terkejut menemukan Olivia di sini.

Tapi Olivia mengabaikan pandangan itu, dia terus melangkah dan segera sampai di pintu utama. Setelah meyakinkan diri dan langkahnya, Olivia menaiki anak tangga dan bergerak ke arah pintu. Membuka pintu dan mendorongnya, wajah Olivia segera memucat saat menemukan Elias berdiri di belakangnya.

Gadis itu dengan reflek mundur dua langkah dan berbalik, dia tadinya ingin melarikan diri. Tapi di detik terakhir dia mengurungkan niatnya. Butuh beberapa saat untuk bisa berbalik lagi menatap Elias yang tampak agak bingung dengan sikap Olivia.

Dengan penuh pertimbangan, Olivia memberikan anggukan. "Elias," sapanya.

Sejak awal Olivia memang tidak pernah menyebut Elias ayah atau sejenisnya. Pria itu terlalu muda untuk disebut demikian. Memang sangat tua jauh umur mereka, tapi tetap seolah tidak cocok menjadi ayah kandung dari Paul.

Elias sendiri berumur 41 tahun. Sedangkan Olivia 24 tahun. Itu perbedaan yang agak jauh. Meski begitu tetap Olivia mempertanyakan bagaimana Elias dan Hannah bisa memiliki Paul sebagai anak mereka.

"Ada apa denganmu?"

Olivia yang mendengar suara sedingin embun beku itu segera berdeham. Dia menggeleng. "Kau akan pergi bekerja?"

"Kau melihatnya."

Olivia hampir mendesis mendengarnya. Dia mengangguk kemudian dan hendak melangkah pergi.

"Soal pengumumanmu yang membatalkan pernikahan ...."

Olivia berhenti. Mendengarkan. Mungkin dia akan mendapatkan ceramah pertama dari Elias.

"... kau melakukannya dengan baik." Dan pria itu melangkah pergi.

Olivia memandang kepergian Elias di mana sopir pribadi sudah menunggunya. Olivia mengerjap tidak yakin. Dia baru saja dipuji?

Sepertinya apa pun yang membuat Hannah sakit kepala, Elias akan bersukacita atasnya. Itu membuat mereka yang hampir menjadi keluarga bertahun-tahun lamanya, akhirnya baru sekarang Elias benar-benar memberikan pujiannya.

Senyuman Olivia yang tertarik dengan bahagia segera redup saat ingat apa yang terjadi dengan dan Elias. Pria itu tampak biasa saja dan malah terkesan tidak peduli. Apa itu artinya Elias benar-benar tidak tahu gadis itu dirinya?

Dengan desah lega, Olivia mengelus dadanya. Dia aman.

Jangan sampai Elias benar-benar marah padanya. Karena kemarahan Hannah tidak sebanding dengan kemarahan Elias.

Olivia pernah sekali melihat pria itu marah pada asisten pribadinya. Itu rasanya satu rumah berubah menjadi dingin mencekam. Bahkan Hannah yang pandai berceloteh, hari itu diam seribu bahasa.

Itu makanya, meski pendiam, tapi kalau sudah marah, tidak ada yang berani menghardik pria tersebut.

Bergidik, gadis itu segera masuk. Dia melangkah ke ruang tengah hanya untuk disambut dengan sebuah tamparan keras dari Hannah yang segera melayang ke pipinya. Wajah gadis itu memerah dengan pandangan datar ke arah Hannah.

Ini bukan pertama kalinya Hannah menamparnya. Tapi ini sepertinya pertama kalinya dia ditampar karena melakukan kesalahan.

Selama ini Hannah selalu menamparnya dalam setiap kesempatan, bahkan meski Olivia sendiri tidak salah, Hannah akan selalu tahu cara mencari cela di mana letak salahnya menantunya tersebut. Hingga seluruh kekesalahan Hannah akan selalu terlayang pada Olivia.

Jadi dia terbiasa.

Tapi sepertinya yang melihatnya tidak terbiasa.

"Ibu!" seru Paul yang bergerak segera menarik Olivia ke belakang tubuhnya, melindunginya dari serangan Hannah yang sepertinya ingin membunuh Olivia.

Kuku tajam Hannah seolah siap mencakar wajah cantik gadis tersebut.

"Apa yang sedang kau lakukan, Ibu?" tanya Paul dengan nada sumbang menahan amarah.

"Apa yang sedang aku lakukan? Kau masih bertanya?"

"Aku bertanya dan membutuhkan jawaban. Apa yang kau perbuat?"

Di Ranjang Mantan Mertua (RAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang