"Beliver..."
Suara itu? Kenapa terdengar sangat asing?
Didalam kegelapan, sepasang mata berwarna coklat tua terbuka sempurna, pupil matanya bergerak kesana kemarin untuk melihat keadaan disekitarnya.
"Gue dimana?" Dia berkata dengan lirih.
Tubuhnya terasa mati rasa, tangannya sulit untuk digerakkan, seperti tertimpa benda besar dan berat.
"Kayaknya gue kena angin topan!" Dia
Jeyara, gadis yang tertiup sebuah angin misterius."Eunghh.." Geraman seseorang dari sampingnya membangunkan Jeya dari lamunannya.
"Siapa?!" Gadis itu menegang ketika sosok itu berdiri.
Suasana disini gelap dan hening, hanya ada cahaya bulan yang menerangi sosok itu dari belakang.
"Beliver, kamu kenapa?" Sosok itu bertanya dengan suara khawatir.
"Beliver?!"
Mengapa ada Beliver didunia ini! Jeya ingat Beliver adalah nama tokoh utama di novel yang baru saja dia baca, sebelum tertiup angin topan.
Jeya terdiam kaku, matanya bergetar ketika sosok itu semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Jeya.
"Liver?" Suara itu kembali lagi.
"Jangan mendekat!!!"
Orang-orang yang berada diluar pintu langsung menerobos masuk dengan membawa sebuah cahaya ditangan mereka.
"Putra mahkota, apakah anda baik-baik saja?!"
Jeya mengalihkan pandangan nya kepada sosok itu lagi, lalu kembali menatap sekumpulan orang yang membawa cahaya, yang mirip seperti lampu di zaman kuno.
Matanya menyipit, mencoba memahami situasi yang sedang dia alami sekarang, "Putri pertama, apakah putri baik-baik saja?" Kali ini mereka bertanya kepada Jeya yang sedang dilanda kebingungan.
"Aku? Aku baik-baik saja!" Ucapnya dengan cepat.
"Ah, ya, siapa putri pertama?"
Suasana menjadi hening, mereka semua terdiam, begitu juga dengan Jeya yang ikut terdiam. Jantung nya bahkan sudah berdegup dengan kencang.
"Kamu, Beliver.."
"SIAPA?! BELIVER?!"
Dapat Jeya lihat jika sosok didepannya seperti sangat terkejut dengan teriakan nya yang melengking.
Jeya berjalan menuju cahaya itu, lalu menatap dirinya sendiri di cermin, "Ini cermin atau apa? Kenapa kuning kayak tembaga gini?!" Dia mengeluh dengan sedih.
Sosok itu kembali mendekati Jeya, didalam cahaya yang redup, Jeya berhasil melihat wajah itu. Seorang pria bermata biru laut.
"Dia dewa atau iblis?" Jeya bergumam dengan penuh kekaguman.
Dia sudah sering menganggumi seluruh laki-laki tampan didunia ini, dimulai dari laki-laki tertampan di desa nya, atau aktor terkenal di negaranya. Bahkan dia juga pencinta Idol dari Korea yang tampan nya melebihi batas normal.
Namun, laki-laki didepannya, lebih dari itu, seperti perwujudan seorang dewa kuno yang pernah dia dengar di buku dongeng, tampan tapi tidak nyata.
Mata biru nya memandang Jeya dengan sangat lembut, seakan dia adalah fosil yang akan hancur jika ditatap dengan mata tajam.
"Beliver, kamu kenapa?" Matanya teduh, dan nada bicaranya sangat halus.
"Maaf mas, tapi gue Jeya! Bukan Beliver!" Walaupun Jeya sangat terpesona dengan ketampanan pria didepannya.
Jeya jelas masih mengingat namanya dengan baik, tidak baik bukan mengaku-ngaku jadi orang lain demi bersama pria idaman?
Namun iblis di hati Jeya dengan kencang berteriak, "PELUK BEGO! DIA CAKEP!"
"Kamu, siapa?" Tanya nya lagi.
Ah, tampaknya pria tampan ini sangat menjunjung tinggi kesopanan, jika Jeyara berbicara menggunakan bahasa non-formal takutnya akan merusak citranya didepan pria itu.
"Aku Jeyara!"
Salah satu orang yang membawa lampu yang didalamnya ada api kecil mendekat kearah pria itu, "Putra mahkota, sepertinya Putri pertama belum sadar sepenuhnya."
Apa maksud nya belum sadar? Jelas sekali Jeyara sangat sadar bahkan 100% sadar.
Apa tadi? Putra mahkota dan Putri pertama, mereka sedang memerankan teater tema kerajaan atau film kerajaan?
Gadis itu mengayunkan tangannya keatas, "Kamera mana kamera?! Gue bukan artis!"
"Ini film apa dulu?! Gue bahkan gak tau judulnya."
Jeya celingak-celinguk mencari sang sutradara, tapi dia bahkan tidak menemukan satupun kamera yang berada disana.
Dengan paksa ia mengambil lampu ditangan salah satu orang disampingnya, dan menelusuri tempat itu.
"Ini mati lampu atau gimana?"
Ia membuka jendela dan menatap seluruh tempat yang bisa dia lihat, seketika matanya membola ketika melihat pemandangan itu.
"TEMPAT APA INI?!"
Jeya menerangi baju yang dia kenakan, baju yang sering dia lihat di drama tv film kerajaan, "I-ini.."
Jeya berbalik, "Kamu siapa?" Dia menunjuk pria yang tidur disebelahnya tadi.
"Leanza, kamu melupakanku?"
"Leanza?! Tokoh favorit gue!!"
Sekilas mata coklat itu tampak berbinar, lalu ketika menyadari sesuatu, raut wajahnya berubah menjadi ketakutan.
"Gue gak mungkin jadi Beliver kan?"
"Beliver, ada apa?"
"Sial, kenapa harus Beliver!!"
Jeya tidak menyukai tokoh utama seperti Beliver, walaupun dia meninggalkan Leanza karena mencintai negara nya.
Namun ketika melihat pengorbanan Leanza, Jeya semakin tidak menyukai Beliver, mengapa Beliver tidak berjuang bersama Leanza tanpa harus meninggalkan negaranya dan Leanza-nya?
"Sekarang aku berumur berapa?" Tanya Jeya.
Leanza berpikir sejenak, matanya memicing kearah Jeya, "16 tahun!"
"Kamu Beliver bukan?" Suara pria itu merendah.
Jeya merasa menggigil dibuatnya, seakan jika dia mengatakan bukan, Leanza akan langsung menusuk nya menggunakan pedang yang berada ditangannya.
"A-aku Beliver.."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU FOREVER
Fantasi'Bersamamu selamanya' bukan hanya sekedar janji manis yang terucap dibibir lalu dilupakan, mereka berjanji untuk sehidup dan semati bersama. Entah itu didunia atau di akhirat Pangeran Leanza akan terus menemani putri yang sangat dia cintai, Beliver...