04

18 5 0
                                    

Pagi itu, Jeffrey terbangun oleh suara nyaring ketukan di pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu, Jeffrey terbangun oleh suara nyaring ketukan di pintu. Dengan mata yang masih terasa berat, dia keluar dari kamar tidurnya berjalan menuju pintu depan. Ketika membuka pintu, seorang berandal cilik berdiri di hadapannya. Itu adalah Taeyong, yang tampak menggigil.

"Tolong, biarkan aku masuk, Jeff. Tolong," kata Taeyong dengan suara bergetar. Jeffrey membiarkannya masuk dan kemudian melihat ke luar, menyadari bahwa salju menutupi segala sesuatu.

"Astaga, aku harus membawa mobilku ke dalam garasi," pikir Jeffrey. Dia berlari kembali ke kamar tidur, mengenakan pakaian hangat, lalu bergegas ke garasi dan mengambil sekop. Dia mulai menyekop salju dari pintu garasi dan jalan setapak agar bisa mengemudikan mobilnya ke dalam garasi. Setelah berhasil, dia mengemudikan mobil ke dalam garasi, menutup pintu, dan menguncinya.

Baru kemudian Jeffrey teringat Taeyong. Dia berlari ke ruang tamu, tetapi Taeyong tidak ada di sana. Jeffrey kemudian menuju ke kamar lain dan menemukan Taeyong meringkuk di tempat tidur, menggigil.

Selain sebagai penguntit, Taeyong juga sangat merepotkan.

Jeffrey mendekatinya dan meletakkan tangannya di kepala Taeyong, yang membuat lelaki itu tersentak sedikit.

"Aku... aku sangat dingin, Jeff," katanya dengan suara gemetar.

"Biarkan aku membantumu," kata Jeffrey, meraih tangan Taeyong untuk berdiri dan mengikutinya ke kamar tidur utama.

Menyampingkan fakta bahwa sosok di hadapannya adalah orang yang pernah merundungnya, menghina, dan memanfaatkan dirinya, Jeffrey tetap merasa tidak tega membiarkan seseorang mati kedinginan di luar sana. Meskipun ada luka di hati dan kepahitan yang dirasakannya, hatinya tetap berkata untuk tidak membiarkan Taeyong menghadapi nasib buruk di tengah badai salju ini.

Jeffrey membiarkan Taeyong berbaring di tempat tidurnya sementara dia sendiri mengenakan mantel ayahnya dan keluar untuk mengambil kayu bakar. Dia menyalakan api di perapian, dan perlahan-lahan rumah menjadi lebih hangat.

Ketika Jeffrey kembali ke kamar tidur, dia melihat Taeyong sudah terlelap. Dia berjalan mendekat dan mengusap rambut Taeyong dengan lembut. Kemudian, dia pergi ke ruang tamu dan duduk di sofa besar, menyalakan TV. Ada berita darurat yang melaporkan badai salju besar yang akan datang.

Jeffrey berlari ke dapur dan membuka kulkas. "Sial, kita tidak punya cukup makanan," gumamnya. Dia harus pergi ke toko, tetapi tidak mungkin menggunakan Volkswagen-nya yang bisa terjebak salju.

Taeyong tiba-tiba muncul. "Ada apa? Kau kelihatan pucat," tanyanya.

"Kita harus pergi ke toko. Kita tidak punya cukup makanan," kata Jeffrey dengan cemas.

Taeyong tersenyum. "Aku juga punya mobil, kau tahu," katanya. Jeffrey merasa malu karena tidak memikirkan hal itu.

"Tapi kenapa kita harus membeli lebih banyak makanan?" tanya Taeyong.

"Ada badai salju besar yang akan datang," jawab Jeffrey dengan wajah khawatir.

"Hei, tidak apa-apa, Jeff. Aku di sini. Kau punya aku," kata Taeyong, menatap matanya.

Jeffrey tersenyum lemah. "Kehadiranmu tidak membuat aku kenyang. Sepertinya kita harus pergi sekarang. Persediaan makanan akan cepat habis," katanya.

Taeyong mengangguk, dan Jeffrey masuk ke kamar tidur untuk mengganti pakaian hangatnya. Ketika dia kembali, dia melihat Taeyong hanya mengenakan hoodie.

"Mana jaketmu?" tanyanya.

"Aku tidak membawanya. Aku terburu-buru untuk memastikan kau baik-baik saja," jawab Taeyong.

Jeffrey membuka lemari dan mengambilkan mantel untuk Taeyong. "Pakai ini."

Taeyong mengenakan mantel itu dengan sedih dan mengikuti Jeffrey keluar rumah. Setelah mengunci pintu rumah dan garasi, mereka masuk ke mobil Taeyong dan berangkat.

Dalam perjalanan, Jeffrey memeriksa dompetnya dan melihat hanya ada uang $20. Dia membuka aplikasi bank di ponselnya dan melihat saldo rekeningnya. Awalnya $100, tetapi setelah diperbarui, menjadi $500. Tiba-tiba, ponselnya berdering.

Itu panggilan dari ibunya.

"Ya Tuhan, sayang, kau baik-baik saja?" suara ibunya terdengar cemas.

"Aku baik-baik saja, Mam. Aku sedang dalam perjalanan ke toko untuk membeli makanan," jawab Jeffrey.

"Oke. Berhati-hatilah," kata ibunya. "Dan jangan mengemudi sambil berbicara di telepon."

Jeffrey menjelaskan bahwa temannya yang mengemudi. Mereka berbicara sebentar sebelum ibunya mengakhiri panggilan.

Sesampainya di toko, Jeffrey melihat toko penuh sesak. Taeyong meraih tangannya, tetapi melepaskannya begitu mendengar seseorang berkata, "Oh, hei homo!" Taeyong mendorong Jeffrey menjauh dan berteriak, "Pergi dariku, homo!"

Jeffrey merasa air mata memerah dan berlari melewati kerumunan. Dia mengambil semua makanan yang dibutuhkan dan pergi ke kasir. Tagihan hari itu mencapai $400 karena dia juga membeli miniatur Batman, bantal, dan selimut baru.

Saat Jeffrey berjalan keluar dari toko, dia berpikir, "Bagaimana aku bisa kembali ke rumah?" Saat dia berdiri di sana, dia merasakan tangan seseorang di bahunya. Dia melompat dan melihat ke sampingnya. Itu adalah Taeyong.

Jeffrey merasa frustrasi. Entah sampai kapan Taeyong akan terus berpura-pura, menutupi jati dirinya, dan membohongi dirinya sendiri.

TBC

Breakeven [JaeYong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang