12

19 3 0
                                    

Hal pertama yang Taeyong ingat saat terbangun dari tidurnya adalah tentang rencana pernikahan yang hanya tinggal beberapa bulan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal pertama yang Taeyong ingat saat terbangun dari tidurnya adalah tentang rencana pernikahan yang hanya tinggal beberapa bulan lagi. Sial, kenapa dia harus berusia 19 tahun.

Jeffrey masih tertidur di sampingnya. Perlahan, Taeyong melepaskan tangan Jeffrey dari pinggangnya dan bangkit. Dia meletakkan miniatur Batman di bawah tangan Jeffrey dan melepas onesie-nya. Dia meletakkannya di kursi dan mengambil celana jeans serta hoodie dari lemari Jeffrey.

Dia memakainya dan keluar dari kamar dengan tenang. Perlahan, dia membuka pintu depan dan melangkah keluar tanpa menimbulkan suara apa pun. Dia tidak ingin ibu dan nenek Jeffrey mengetahui kepergiannya. Dia menutup pintu di belakangnya dan mulai berlari.

Taeyong berlari menuju rumahnya. Lampu ruang tamu menyala. Jujur, dia takut. Tapi tidak ada pilihan selain melakukannya. Dia membuka pintu dan melangkah masuk. Seketika, ayahnya sudah berada di depannya, menunggu dengan raut wajah yang siap meledak kapan saja.

"Dari mana kau?! Jawab aku, pecundang sialan!" Dengan tangan yang sudah siap mengarahkan tinjunya, namun sebelum dia bisa memukul Taeyong, putranya itu terlebih dulu berseru, "Pukul aku sekali saja maka aku akan membatalkan pernikahan itu."

Sakit rasanya, bahkan ayahnya tak sedikit pun peduli tentang apa yang sudah Taeyong lalui disebabkan olehnya.

Tarikan pada kerah hoodie itu mengendur, sang ayah masih menatapnya dengan sorot mengintimidasi. Sebelum mendorong dan melepaskannya dengan kasar, ia berjalan kembali ke ruang tamu.

Taeyong berlari ke kamarnya dan mencari ponselnya. Dia ingin mengklarifikasi semuanya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi secara pribadi kepada Jeffrey, meskipun hanya melalui pesan singkat.

"Aku minta maaf, Jeffrey, karena pergi tanpa pamit. Ini tidak mudah. Perusahaan ayahku sedang mengalami masalah keuangan dan aku HARUS menikahi seorang gadis dalam beberapa bulan. Aku terpaksa melakukannya atau ayahku akan membunuhku. Dia mengatakannya sendiri. Aku bahkan tidak menyukainya karena hatiku milikmu, Jeffrey. Kau adalah satu-satunya. Aku akan mengirimimu sejumlah uang karena mengambil hoodie dan jeansmu tanpa mengatakan apa pun terlebih dahulu. Sepertinya kita juga tidak akan bertemu lagi, karena ayahku mengeluarkanku dari sekolah. Maafkan aku, Jeffrey. Aku menyayangimu selalu."

Saat Taeyong mengetik teks itu, dia merasakan air mata berlinang. Menutup pintu kamarnya dan terjatuh ke tempat tidur. Dia kembali menangis.

Hanya menangis dan menangis.

Di tengah ketidakseimbangan emosional itu, Taeyong masih bisa mendengar suara pintu yang dibuka, namun tak ada keinginan melihat atau menanggapi.

"Taeyong, kau baik-baik saja? Apa ayah memukulmu lagi?" Itu adalah kakak laki-lakinya, Thomas. Dia berjalan ke tempat tidur Taeyong dan duduk di sebelahnya.

"Aku tidak baik-baik saja dan tidak akan pernah baik-baik saja," kata Taeyong sambil menangis semakin keras sekarang.

Thomas mengelus punggung adiknya dengan pelan sebelum memeluknya. "Pakai mantelmu, oke? Aku akan menunggumu di mobilku," dia berbisik pada Taeyong. Tanpa menjawab, Taeyong mengikuti keinginan sang kakak.

Thomas melangkah keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang tamu di mana Taeyong mendengar dia berkata, "Aku dan Taeyong akan pergi keluar."

Taeyong mengenakan mantel dan sepatu botnya dan berlari keluar kamar. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku kalau-kalau Jeffrey akan membalas pesan-nya. Dia berlari ke mobil Thomas dan duduk berdampingan.

Thomas berkendara ke tebing tempat mereka biasa pergi saat membutuhkan waktu sendiri. Dia menghentikan mobilnya, mematikan radio dan berbalik ke arah Taeyong. "Bicaralah. Aku di sini dan aku berjanji tidak akan menghakimi."

Taeyong menarik napas dalam-dalam. "Seperti yang kau tahu, aku akan menikahi Katrina, tapi aku bahkan tidak menyukainya sebagai kekasih. Aku menyukainya hanya sebagai teman. Hatiku hancur karena saat aku menikah dengan Katrina, aku kehilangan cinta dalam hidupku. Bukan seorang gadis, tapi seorang pria. Pria tampan yang membuatku tersesat di matanya setiap kali aku melihatnya. Aku ingin berkata tidak pada ayah, tapi aku takut dia akan membunuhku, atau lebih buruk lagi, menyakiti Jeffrey.

"Ayah memukuliku kemarin. Aku berlari keluar dan hanya duduk di salju, berharap aku akan mati membeku. Tapi Jeffrey menemukanku, membawaku ke rumahnya. Ibu dan neneknya merawatku, dan aku tertidur di pelukan Jeffrey. Tapi sekarang, aku lari darinya. Aku hanya punya jeans dan hoodie-nya. Tidak ada yang lain darinya.

"Aku ini berandal dan brengsek di sekolah, menangisi pria yang dulu kuintimidasi hingga dia melukai dirinya sendiri. Dan sekarang, aku duduk di sini bersama saudaraku, menangis karena aku sudah kehilangan orang yang paling kusayangi."

Saat Taeyong selesai berbicara, Thomas hanya memeluknya erat.

"Jangan menyerah. Berjuanglah untuknya. Berdiri untuk cintamu. Jangan biarkan ayah merusaknya. Aku membiarkan ayah melakukannya dan sekarang cinta dalam hidupku sedang mengandung bayi orang lain," ucap Thomas sambil memeluk Taeyong, yang mulai menangis. "Kau punya waktu beberapa bulan untuk mengubahnya. Jangan membuat kesalahan yang sama seperti yang kulakukan, oke? Bertarunglah. Kau cukup kuat untuk itu. Lakukanlah."

Ketika mereka akhirnya sampai di rumah, Taeyong berlari ke kamarnya dan mengeluarkan ponselnya. Jeffrey telah menelepon lebih dari 20 kali. Taeyong segera meneleponnya kembali.

Ketika Jeffrey menjawab, Taeyong tidak membiarkan kesempatan untuknya berbicara. "Temui aku di kedai kopi biasa kita bertemu 30 menit lagi."

Taeyong menutup telepon dan mulai mencari kunci mobilnya. Ketika dia menemukannya, dia berlari keluar rumah. Untungnya, ayahnya sudah beristirahat sekarang.

Saat itu baru jam 10 pagi, tetapi kedai kopi sudah terbuka sejak jam 9, jadi mereka tidak akan mendapat masalah. Taeyong tiba di kedai kopi pukul 10:25. Dia duduk dan menunggu.

Ketika Jeffrey akhirnya datang dan berjalan ke arahnya, Taeyong berdiri dan menariknya ke dalam pelukan. Dia memeluknya erat-erat. "Aku mencintaimu, Jeff," bisiknya di telinga Jeffrey dan mencium pipinya.

Saat Taeyong melepaskannya, dia melihat betapa merah mata Jeffrey. Dia menangis. Ketika Jeffrey hendak duduk, Taeyong meraih tangannya dan membimbingnya ke kasir. "Apa yang kau inginkan? Aku yang membayar, jadi pilihlah apa pun yang kau mau," kata Taeyong saat Jeffrey menatapnya bingung.

"Apa yang bisa saya ambilkan untuk Anda?" tanya kasir.

"Satu kopi hitam tanpa gula atau susu dan satu..." Taeyong menatap Jeffrey. "Satu kopi hitam juga. Tanpa gula tapi dengan susu." "Kami akan membawanya pergi. Oh, apakah kau datang dengan mobilmu?" Jeffrey menggelengkan kepalanya. Taeyong mengambil kopi mereka dan membimbing Jeffrey ke mobilnya.

TBC

Breakeven [JaeYong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang