14

26 2 0
                                    

Sudah dua bulan berlalu sejak terakhir kali Jeffrey melihat Taeyong, dan perasaan rindu masih kuat di hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua bulan berlalu sejak terakhir kali Jeffrey melihat Taeyong, dan perasaan rindu masih kuat di hatinya. Walau begitu, dengan berjalannya waktu, Jeffrey mulai bisa menerima kenyataan dan melanjutkan hidup.

Pagi ini, ibu Jeffrey masuk ke kamarnya untuk membangunkannya. Hari ini mereka berencana untuk berbelanja karena nenek, Jeffrey, dan ibunya membutuhkan pakaian baru.

"Sayang, bangun. Kau jadi menemani Mami hari ini, kan?" kata ibunya sambil mengusap kepala Jeffrey dengan lembut. Jeffrey tersenyum, mengucek matanya, dan menjawab, "Pagi, Mam."

Ibunya mencium puncak kepalanya dan melanjutkan obrolan, "Mau sarapan apa? Telur atau salad?" Jeffrey tertawa kecil sebelum menjawab, "Aku mau roti bakar dan salad buah." Ibunya mengangguk dan keluar dari kamar.

Jeffrey bangun dari tempat tidurnya, berjalan ke kamar mandi, dan membasuh tubuhnya dengan air hangat. Setelah selesai, dia menyisir rambutnya dan memilih pakaian: jeans, kaos hitam, dan flanel navy favoritnya. Dia juga mengenakan snapback BVB miliknya. Ketika melihat dirinya di cermin, dia tersenyum dan berkata pada dirinya sendiri, "Sial, aku tampak tampan hari ini," lalu tertawa.

Setelah siap, Jeffrey keluar dari kamarnya dan mendengar ibunya berteriak dari dapur, "Sarapan sudah selesai. Ayo makan." Jeffrey berlari ke dapur, menyapa nenek yang sudah duduk di meja. Dia mengambil dua potong roti bakar dan banyak salad buah. Selesai makan, dia berlari ke kamar mandi untuk menggosok gigi.

Saat turun, ibunya sudah keluar dari kamarnya. "Mami baru saja mau memanggilmu. Nenek sudah menunggu di mobil," katanya.

Ibunya terlihat sangat cantik dengan skinny jeans, kaos Guns N' Roses, dan jaket kulit hitam. Jeffrey merasa beruntung memiliki ibu yang begitu stylish dan cantik. Sebelum mereka keluar rumah, Jeffrey memeluk ibunya erat-erat dan berkata, "Terima kasih karena selalu ada untukku, Mam. Aku menyayangimu." Ibunya tersenyum, matanya berkaca-kaca, dan menjawab, "Ya ampun, sayang, kau membuat mami hampir menangis. Mami jauh lebih menyayangimu."

Mereka berangkat menuju mal, dan pemberhentian pertama mereka adalah Hot Topic. Ibunya adalah penggemar berat kaos band, dan Jeffrey juga menyukainya, meski tidak sebanyak ibunya. Saat mencari kaos baru, Jeffrey menemukan kaos Metallica yang keren dan mengambilnya. Namun, ketika ia mendongak, ia melihat seseorang yang tak disangka-sangka-Taeyong. Hati Jeffrey langsung berdebar, dan ia mencoba untuk menghindar, tetapi Taeyong lebih dulu menangkap tangannya.

"Jeffrey, jangan pergi," kata Taeyong dengan nada memohon. Jeffrey berbalik, menatapnya dengan ekspresi campur aduk.

"Kenapa? Apa yang kau inginkan? Bicaralah cepat, ibuku ingin pergi ke toko lain," kata Jeffrey, berusaha terdengar tegas meski hatinya kacau.

Namun, sebelum Taeyong bisa menjawab, seorang gadis mendekati mereka. "Sayang, ayo pergi. Aku sudah mendapatkan hoodie-ku," katanya kepada Taeyong sambil tersenyum manis kepada Jeffrey.

"Oh, baiklah. Sampai jumpa, Jeffrey," kata Taeyong, lalu pergi bersama gadis itu. Jeffrey hanya bisa melambai pelan dan merasa hatinya semakin hancur.

Jeffrey kembali ke ibunya yang menunggunya di dekat kasir. "Ada apa?" tanya ibunya saat melihat ekspresi wajah Jeffrey. Jeffrey menceritakan bahwa dia baru saja melihat Taeyong bersama tunangannya. "Aku melihat di matanya bahwa dia ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi tunangannya datang di waktu yang salah," katanya dengan suara gemetar. Ibunya mengusap punggung Jeffrey dengan lembut dan berkata, "Tidak apa-apa. Ayo, kita bayar barang-barang ini dan melanjutkan berbelanja."

Setelah keluar dari toko, Jeffrey melihat Taeyong duduk di luar Hot Topic. Taeyong melambaikan tangan dan meminta Jeffrey datang. Jeffrey mendekat, masih dengan hati yang campur aduk. "Jadi, di mana tunanganmu?" tanya Jeffrey dengan nada yang agak dingin. "Katrina pergi ke kamar kecil. Ambil ini," kata Taeyong sambil memberikan kertas terlipat kepada Jeffrey. "Oh, dan kamu terlihat tampan, Jeffrey," tambahnya sebelum berbalik pergi.

Jeffrey hanya bisa melihat Taeyong pergi, merasa bingung dengan perasaan yang bergejolak. Ia memasukkan kertas itu ke dalam sakunya dan kembali ke ibunya. Mereka melanjutkan belanja selama beberapa jam, mengunjungi beberapa toko lainnya. Setelah selesai, mereka kembali ke mobil dengan tas belanja yang penuh.

Di perjalanan pulang, Jeffrey duduk di kursi belakang, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Setelah sampai di rumah, dia membantu Ma dan ibunya membawa tas-tas belanjaan mereka. Jeffrey lalu naik ke kamarnya, merasa lelah tetapi juga penasaran dengan isi kertas yang diberikan Taeyong.

Setelah berada di kamarnya, Jeffrey membuka kertas itu dan membacanya. Isinya adalah pesan dari Taeyong:

"Hei, Jeffrey. Bagaimana kabarmu? Aku baik dan buruk. Buruk karena dua bulan terakhir ini aku hanya memikirkanmu. Aku sangat merindukanmu. Kuharap aku bisa memelukmu lagi dan merasakan bibirmu di bibirku. Hubungi aku ketika kau menerima ini. Cinta, Taeyong."

Di bagian bawah pesan itu, tertulis nomor telepon Taeyong.

Walaupun telah terjadi keintiman yang cukup tak masuk akal antara si perundung dan orang yang dirunduk, seperti ciuman, pelukan, elusan, dan kata cinta yang diungkapkan, tidak pernah ada ucapan yang mengikat apa yang Jeffrey dan Taeyong lakukan. Bahkan nomor yang bisa mereka hubungi pun tidak ada. Kini, apa yang sekarang ia dapat membuat Jeffrey merasa gugup.

Dengan hati yang berdebar, Jeffrey mengambil ponselnya dan memutar nomor tersebut.

"Halo?" suara Taeyong terdengar di ujung telepon.

"Hei, aku mendapat pesanmu," jawab Jeffrey, suaranya sedikit bergetar.

"Ya Tuhan, senang mendengar suaramu. Aku sangat merindukanmu," kata Taeyong, suaranya terdengar lembut dan penuh harapan.

"Aku juga merindukanmu..." balas Jeffrey, lebih seperti bisikan.

"Bisakah kita bertemu? Kumohon?" tanya Taeyong, nadanya penuh harap.

Ada keheningan beberapa menit di antara saluran telepon. Jeffrey mengigit kuku jari tangannya, menimbang-nimbang untuk mengikuti logika atau perasaannya. Ia ingat bahwa Taeyong sekarang sudah terikat oleh pertunangan dan bahwa Jeffrey dengan sadar ikut campur dalam situasi ini. Namun, perasaannya berkata lain, menolak untuk menerima bahwa bertemu dengan Taeyong, yang telah diidam-idamkannya, akan membawa rasa sakit. Dalam keadaan ini, Jeffrey akhirnya membiarkan perasaannya menang atas logikanya.

"Tentu, 20 menit lagi di kedai kopi?" usul Jeffrey.

"Baiklah, sampai jumpa di sana," kata Taeyong dengan senyum terdengar dari suaranya sebelum menutup telepon.

Jeffrey segera bersiap, menggosok gigi, dan mengambil kunci mobilnya. Dia berlari ke bawah dan memberitahu ibunya bahwa dia akan keluar.

"Oke, hati-hati," kata sang ibu. Jeffrey bergegas menuju mobil dan pergi ke kedai kopi tempat mereka janjian.

Di kedai kopi, Jeffrey memesan kopi hitam dan duduk menunggu. Sekitar 10 menit kemudian, Taeyong masuk dan segera menuju meja Jeffrey.

"Ayo pergi," kata Taeyong sambil meraih tangan Jeffrey dan membawanya keluar. "Di mana mobilmu?"

Jeffrey menunjuk ke mobilnya dan bahkan menyerahkan kunci mobil kepada Taeyong. "Masuk, cepat," kata Taeyong, dan mereka pun bergegas pergi, meninggalkan kedai kopi untuk menuju ke tempat yang lebih pribadi untuk berbicara.

Oh, jadi kedai kopi ini hanya sekedar alibi. Lantas kemana mereka berdua akan pergi?

TBC

Breakeven [JaeYong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang