"Halo, iya mba Y/n. Bagaimana?" setelah aku angkat panggilan tersebut, sang manajer langsung to the point menanyakan maksud pesan yang aku kirimkan padanya tadi siang. Sadar atas diriku yang melakukan panggilan telepon, Jungwon hanya bisa menoleh ke arahku sambil menunggu di atas motor besarnya itu.
"Halo, iya pak. Saya Y/n dari (nama instansi) ingin melakukan pendataan mengenai SukaKita Karaoke pak. Kira-kira, kapan ya saya bisa bertemu dengan bapak untuk melakukan wawancara mengenai karaoke tersebut pak. Ada beberapa berkas juga yang saya butuhkan untuk melengkapi data, seperti foto KTP pemilik atau pengelola, foto ruangan karaoke dan surat izin usahanya pak-" belum selesai aku menjelaskan, manajer karaoke itu tertawa begitu kencang dan mulai memotong pembicaraanku.
"Kalau rekaman cctv atas perbuatan mesummu dengan rekan kerjamu juga perlu ga dilampirkan? Agar semua orang tahu betapa bejadnya perbuatan kalian di luar pekerjaan kalian?"
Deg!
Rasanya seperti duniaku runtuh saat ini juga. Itulah sebabnya aku hanya bisa terdiam sambil menampilkan ekspresi terkejut dan penuh ketakutan di wajahku saat ini. Sial, kejadian ini bahkan lebih mengerikan dari yang aku bayangkan sebelumnya.
"Kok bisa ya, (nama instansi) memperkerjakan manusia mesum seperti dirimu dan Lee Heeseung. Tak susah mencari identitas kalian berdua dan beruntungnya kalian berdua adalah petugas pajak yang menjadi musuh utama pelaku usaha hiburan seperti saya. Kamu paham maksud ucapan saya kan mba Y/n?" tanya manajer karaoke itu membuatku berpikir keras.
Namun, sekuat tenaga aku berusaha, tetap saja kapasitas otakku tak bisa digunakan secara penuh dalam situasi menyeramkan ini. Aku tak mengerti benar maksud ucapan manajer karaoke itu. Kenapa tiba-tiba ia memojokkanku atas kesalahan yang memang aku lakukan? Jangan-jangan, ia dendam padaku karena telah berbuat tak senonoh di dalam karaoke miliknya. Oh tuhan, bagaimana ini?
"Halo? Kau dengar saya, mba Y/n?" tak kunjung mendapat respon dariku, manajer itu mulai mengetes keberadaanku lagi dengan berkata demikian.
"Halo, iya pak, saya dengar." jawabku bahkan tak bisa lagi menyembunyikan kegugupanku dari suaraku yang bergetar. Semakin membuat pria itu tertawa bahagia, "Kau ingin mewawancarai saya, kan? Datanglah besok bersama Lee Heeseung pukul 12 malam di karaoke SukaKita. Datanglah berdua, jika kau tak ingin atasanmu tahu mengenai kejadian tersebut." ancam manajer karaoke itu mampu membuatku kalang kabut. Tanpa bisa ku kendalikan, tubuhku mulai memberikan reaksi atas rasa takut yang aku rasakan. Aku berjongkok saking lemasnya lututku terasa.
Berusaha aku beranikan diri untuk mengungkapkan, "Maaf pak, tapi saya dan Lee Heeseung sudah putus kontak sejak beberapa bulan yang lalu. Saya tak mungkin mengajaknya lagi untu-" belum selesai aku berbicara. Pria itu merutuk tak percaya dengan pejelasanku, "Bagaimana bisa satu kantor tapi putus hubungan? Saya tak peduli, bawa dia besok malam jika tidak, saya sebar video kalian ke dunia maya. Pilih mana?" ancam manajer karaoke itu semakin memojokkan diriku. Padahal dalam situasi itu, saya juga korban pak. Saya juga tak ingin kejadian itu terjadi pada saya!
Tanpa sadar, sikap keras untuk bertahan hidupku pun bangkit saking merasa terpojok nya aku dalam situasi ini, "Saya hanya ingin mendata karaoke bapak, bukan saya yang menarik pajaknya pak. Jadi jika bapak-" lagi-lagi belum selesai aku berbicara.
"Kau pikir saya bodoh? Saya tahu, yang menarik pajak dari pihak (instansi) namun dasar penarikan itu ada pada data yang kamu berikan pada mereka, Y/n. Berarti semua hal bermula padamu. Saya mengerti maksud penjelasanmu, tapi kamu yang tak mengerti maksud ancaman saya!" bentak pria itu semakin membuatku ketakutan. Sadar atas Jungwon yang ikut menguping pembicaraanku dengan pria itu pun membuatku berjalan menjauh darinya.
Nafasku memburu dan tanpa bisa ku kendalikan, tatapanku bertemu dengan Jungwon untuk sesaat.
"Saya tak mengerti pak, untuk apa saya mengajak Lee Heeseung untuk bertemu bapak? Saya tak bisa melakukannya pak-" jawabku dengan nada yang putus asa. Bahkan, pak manajer itu tak kunjung memberikan aku kesempatan menyelesaikan ucapanku.
"Pokoknya, datang saja besok malam. Jika kau tidak bisa mengajak Lee Heeseung, bawa rekan kerjamu yang kamu ajak tadi siang saja ya. Dia juga memiliki daya jual yang tinggi, sama sepertimu dan Lee Heeseung!"
Tunggu, apa maksudnya daya jual?
Apa yang mereka rencanakan atas ancaman ini? Aku tahu, aku memang salah. Tapi apakah pantas aku menerima semua cobaan ini? Terlalu berat, tuhan. Aku tak sanggup! Egoku terlalu besar untuk menghubungi Heeseung lagi. Jadi, aku harus bagaimana?
"Siapa Lee Heeseung, nuna?" tanya Jungwon menghambur lamunanku. Bahkan lelaki itu sampai menangkup wajahku menggunakan kedua tangannya saking ingin mendapatkan perhatian lebih dariku.
"Jungwon, nuna butuh adrenalin hari ini." jawabku sama sekali tak berhubungan dengan pertanyaan Jungwon sebelumnya. Namun lelaki itu berusaha menghormatiku dengan menyarankan, "Mau coba kecepatan 100 menggunakan motor milikku?" tanya Jungwon yang langsung aku jawab dengan gelengan kepala.
Dengan mata yang menyiratkan sisi lemah dalam diriku, aku tatap mata Jungwon yang sangat indah. "Belum cukup, nuna ingin mengendaraimu malam ini. Bolehkah?" Jungwon terkejut bukan main dengan pertanyaanku, sama halnya denganku yang tak menyangka akan mengatakan godaan itu padanya.
"Aku? Bukan dia?" tanya Jungwon sambil menunjuk motor besar miliknya yang sangat bersih dan terawat. Namun perhatianku begitu tertuju pada tatapan mata Jungwon yang mengandung banyak arti.
"Kamu, Jungwon!"
Anggap aku gila, karena masih mending gila dan terkesan murahan ketimbang aku bunuh diriku sendiri berkat ancaman itu! Keparat, bagaimana bisa mereka tahu identitas kami?! SIALAN! SIALAN!
Tiba-tiba, Jungwon berjalan menjauh dariku dengan ekspresi yang terlihat bingung serta canggung. "Ada apa denganmu, nuna?" tanya lelaki itu seolah menamparku.
Fuck! Aku malu sekali dengan Jungwon!secara tak langsung jawabannya ini menolak ajakan gilaku! Fuck! Fuck! Lebih baik aku pergi saja!
TBC
LANJUT KAH GUYS? KALAU MAU LANUT, KOMEN YAA!