Tanpa kamu

96 12 2
                                    




How can I move on when I'm still in love with you - The man who can't be moved by The Script

Tidak pernah ada satupun di pikiran gue kalau Sarah juga akan ikut bersama ke gue gunung Sundoro yang berada di daerah Dieng, awalnya gue mau pergi sendirian untuk menghilangkan pikiran tentang Daniar yang terus menerus mengahantui gue dan ketika ingin berangkat, tiba - tiba Sarah muncul di depan kamar sambil membawa peralatan naik gunung di dalam ranselnya dengan penampilan yang juga memakai pakaian untuk mendaki. Perlu diketahui setelah berpikir cukup lama akhirnya gue memutuskan untuk tinggal di rumah Sarah dengan catatan membayar listrik rumahnya yang menurut gue itu sangat adil.

"Mas, saya mau ikut, ya. Boleh?"

Gue menatapnya bingung hendak bertanya karena melihat pakaiannya dari atas sampai bawah yang hampir mirip sama gue, "kamu mau kemana?"

"Kata Mba Lala, Mas Jendra mau naik gunung, makanya saya siap - siap."

Ini Lala kenapa harus kasih tau? Dan kenapa juga akhir - akhir ini Sarah selalu saja ada di sekitar gue.

"Tapi— gue berusaha untuk menolaknya tetapi dia malah menimpali bahkan sebelum kalimatnya gue lanjut, "saya juga suka naik gunung, tapi saya tahu Mas Jendra tidak dalam keadaan baik - baik saja, apalagi sendirian naik ke gunung itu nggak baik, kalau kata orang tua dulu."

Gue sempat berpikir sejenak tapi ada benarnya juga daripada gue sendirian dan nggak ada yang bisa diajak berbicara nantinya lebih baik membawa satu teman yang kita kenal agar bisa mengalihkan pikiran.

"Gunung yang mau kita naikin ini namanya Gunung Sundoro, mungkin kamu pernah dengar nama gunung itu," ujar gue.

Dia mengangguk cepat, "tahu kok, saya waktu SMA dulu anak pecinta alam, jadi soal daki gunung itu bukanlah hal yang aneh bagi saya," balasnya.

"Oke, kita berangkat."

Di dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Dieng yang menempuh waktu hampir empat jam itu kita habiskan dengan hanya memperhatikan pemandangan di sekitar sambil berbincang sebentar, lalu gue melirik ke arah jam tangan di sebelah kiri, masih jam delapan berarti dua jam lagi kami sampai ditujuan.

Bus yang kami naiki kini berbelok ke arah pom bensin karena mesti mengisi bahan bakar lantas Sarah meminta izin untuk pergi ke toilet, gue yang merasa waspada pun ikut turun bersama dengan Sarah, lantas sang kernet pun berkata, "mas, jangan lama - lama, ya. Kita juga mau langsung berangkat," ujarnya memberitahu dan akhir gue turun mengikuti Sarah dari belakang.

Begitu gadis itu keluar, Sarah menyadari eksistensi gue yang kini berada di dekatnya sambil mengerutkan kening ia bertanya, "mas ngapain ngikutin?"

"Disini kita asing, saya cuma nggak mau kita kenapa - napa," balas gue singkat.

Setibanya di Gunung Sundoro setelah melewati administrasi yang melelahkan akhirnya kami berdua diizinkan naik asal tidak berbicara sembarangan maka semuanya akan aman. Untuk mencapi pos pertama pun kami berdua tidak ada hambatan apa - apa melainkan hanya ada serangga tetapi itu pun tidak mengganggu perjalanan kami.

Setelah melewati berbagai rintangan selama hampir enam jam, akhirnya kami sampai di puncak ketika waktu sudah mendekati maghrib dengan sunset yang terlihat lebih indah dari atas lalu kami berdua mendirikan tenda masing - masing karena gue dan Sarah tidak mungkin tinggal di tenda yang sama, bersama dengan pendaki lainnya akhirnya gue memutusjab untuk menginap.

"Mas, besok kalau pulang mending jam tujuh pagi karena kita harus tiba dibawah setidaknya setelah dzuhur, kalau makin sore takutnya enggak sempat," ujarnya saat sedang mendirikan tenda, dan gue menyetujuinya.

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang