Mendekat

141 22 1
                                    

"Mbak Daniar memang sukanya rendang, ya?" Tanya gue begitu melihat dia yang ternyata cukup banyak mengambil lauk pauk termasuk jenge (kerupuk kulit yang dibanjur dengan kuah padang) belum lagi memesan es jeruk yang tentunya membuat gue tersenyum d...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mbak Daniar memang sukanya rendang, ya?" Tanya gue begitu melihat dia yang ternyata cukup banyak mengambil lauk pauk termasuk jenge (kerupuk kulit yang dibanjur dengan kuah padang) belum lagi memesan es jeruk yang tentunya membuat gue tersenyum dibuatnya.

"Kenapa senyum - senyum? Ada yang aneh dengan wajah saya?" ia berkata sambil meraba pipinya memeriksa mungkin ada sesuatu disana."

"Nggak perlu sampai dipegang gitu mbak, nggak ada apa - apa kok, cuma lucu aja ternyata mbak Daniar bisa makan sebanyak itu," gue tersenyum dan dia dengan santainya menjawab, "saya sih kalau lapar ya makan, nggak perlu ditahan - tahan atau pura - pura kenyang demi menjaga tubuh, yang penting selama sehat ya sudah."

Gue terlalu kagum sama cewek yang kini sedang menggigit rendang dengan tangannya, wanita di depan gue ini terlalu sempurna untuk hidup sendirian tanpa ada seorang pendamping, dan gue ingin merasakan jatuh cinta seperti di film - film tanpa ada batasan umur yang bisa membentengi rasa sayang yang gue punya.

Ponsel gue bergetar, gue melirik sekilas notifikasi yang muncul dan mendadak terdiam hingga Mbak Daniar menyadari akan perubahan wajah gue.

"Kamu kenapa? Muka kamu kaya kaget gitu," gue masih terpaku sampai mbak Daniar dengan beraninya mengambil ponsel dari tanganku dan anehnya gue tidak merasa tersinggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu kenapa? Muka kamu kaya kaget gitu," gue masih terpaku sampai mbak Daniar dengan beraninya mengambil ponsel dari tanganku dan anehnya gue tidak merasa tersinggung.
"Kita pergi ke rumahnya desta sekarang!" Ia mengambil tasnya lalu menarik lenganku yang masih terduduk disana.
"Ayo Jendra!" Gue tersadar lalu bangkit dan mengikutinya dari belakang.
"Biar saya yang nyetir, kalau kamu yang nyetir nggak akan bener dengan keadaan seperti itu."
Gue menghapus air mata dan menurutinya.

Perumahan mewah yang ditinggali oleh Desta hanya didatangi oleh beberapa kerabat saja termasuk teman - teman kampus, juga mbak Janice, Profesor Seno. Gue bahkan tidak melihat kedua orang tua Desta hadir ketika anaknya akan segera dimakamkan besok. Malam ini gue, Tito, dan Hardin akan berada di rumah Desta sampai esok pagi ia dikuburkan, "gue nggak tahu kenapa Desta memilih jalan ini untuk menyelesaikan masalah, bahkan gue harusnya bisa ngertiin dia, Har," gue menangis mengingat perlakuan gue ke dia tadi pagi.

Hardin mengerutkan keningnya, "emang apa yang lo lakuin ke dia?"

"Gue mukul mukanya karena berbicara seolah - olah dia yang paling menderita sampai bawa - bawa nama keluarga gue."

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang