Hari Pertama

200 25 0
                                    

Aku berlari menyusuri tangga ke bawah saat bapak sedang duduk di meja makan  ditemani oleh bibi yang membuatkan sarapan, lalu bapak memintaku duduk ketika aku sedang terburu - buru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berlari menyusuri tangga ke bawah saat bapak sedang duduk di meja makan ditemani oleh bibi yang membuatkan sarapan, lalu bapak memintaku duduk ketika aku sedang terburu - buru.

"Daniar, duduk dulu sebentar, bapak mau bicara," ucapnya sambil melipat koran dan melemparkannya ke atas meja makan, aku sudah memberitahu bapak lebih baik aku membelikannya sebuah tablet untuk membaca semua berita melalu digital namun beliau menolak karena katanya lewat koran kita bisa melihat masa depan, terserah dia juga lah. Lalu aku duduk dengan memperhatikan wajahnya yang memakai kacamata.

"Kamu udah bertemu dengan Ezra?"

Aku hanya bisa menghela napas dengan berat, lagi - lagi perkara yang sama di setiap pagi ketika aku akan segera berangkat bekerja, "Pak, aku kan sudah bilang, aku nggak mau dijodohkan dengan Ezra yang entah siapa dia, melihat wajahnya saja aku tidak pernah," balasku dengan rasa kesal.

"Tolong lah bapak, nak. Sekali ini saja bapak minta bantuanmu, Om Ikshan sudah cukup banyak membantu kita terutama kamu dulu saat akan masuk Universitas yang kamu inginkan, sekarang bapak cuma mau membalas budinya." Sepuluh tahun aku bekerja sebagai pengacara, aku selalu ingin membayar semua hutangku padanya namun bapak selalu menolak dengan alasan tidak etis jika dikembalikan dengan hal yang sama, namun nyatanya mengapa bapak seperti mengorbankanku ketika apa yang aku inginkan sudah tercapai.

"Ya udahlah, nanti diatur lagi aja, Pak. Aku lagi buru - buru karena mau ketemu dengan Dokter Aulia di kantor, jadi tolong aku lagi fokus sama kasus ini dan jangan ganggu dulu," aku pergi meninggalkan beliau tanpa menoleh lagi ke belakang meski bapak memanggilku terus menerus untuk membawa sarapan, lalu bibi berlari tergopoh - gopoh saat gerbang terbuka dan aku bersiap untuk berangkat, "mbaaaak Daniar, tunggu!"

Aku menginjak pedal rem lalu membuka jendela, "kenapa bi? saya udah terlambat ini."

Beliau memberikan satu paper bag dan berkata, "mbak, ini sarapannya, soalnya bibi tahu lho mbak suka kena maag kalau telat makan, jangan sakit ya mba kan tadi katanya kasusnya berat," ujar bibi dengan senyumnya.

Bi Marni, asisten rumah tanggaku yang bekerja sejak aku masih duduk di kelas empat SD sampai akhirnya Bunda pergi sepuluh tahun yang lalu membuatku tetap merasakan kasih sayang seorang ibu. Aku langsung tersenyum dan menerima paper bag tersebut, "kan udah saya bilang bi, saya bisa makan di kantor. Tapi makasih ya bi udah perhatian, dah bibi," aku melambaikan tangan lalu kembali menutup pintu jendela dan melesat ke arah kantor.

Begitu sampai, aku dikejutkan dengan kedatangan Profesor Seno yang tiba - tiba saja hadir dan masuk ke ruangan Janice lantas aku menerima pesan dari Janice untuk segera mengunjungi ruangannya saat ini juga.

Ada apa ini? Tumben banget Om Seno datang ke kantor, biasanya juga enggak datang kesini.

Aku melangkahkan kakiku ke ruangan Janice yang tepat berada di samping ruanganku. Saat pintu terbuka, aku melihat anak magang kemarin yang diwawancara olehku dan juga Janice, lalu Profesor Seno memintaku masuk ketika aku mengetuk pintunya.

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang