Random

152 21 0
                                    

Hari ini gue berencana untuk memberikan kejutan dengan membeli pakaian "dinas" agar setelah pulang persidangan nanti Daniar dapat melihat gue dari sisi yang berbeda karena biasanya yang gue lihat itu cewek - cewek di sosial media terkadang mengganggu suaminya yang sedang bekerja, mungkin bisa gue praktik kebalikannya. Di kantor gue sudah bersiap - siap untuk kembali ke rumah terlebih dahulu namun ketika kaki melangkah masuk ke dalam lift, sebuah tangan menghalangi pintu dan terbuka kembali. Gue cuma tersenyum melihat wanita berpakaian formal itu masuk bahkan gue belum pernah melihat wanita itu di kantor ini atau mungkin dia adalah klien baru di Pak Aksa, pemilik perusahaan dimana gue bernaung.
"Anak baru?" Gue menoleh saat perempuan itu bersuara.
"Mbaknya nanya saya?" Tanya gue balik.
Perempuan tersebut melihat sekelilingnya, "memangnya di lift ini ada orang lain selain kamu?"
Gue menelan ludah merasa bodoh kemudian menjawab, "iya, baru sekitar dua bulan."

"Bagian mana? Saya nggak pernah lihat kamu soalnya."

Badan segede gue ini yang selalu ada di kantor dengan tim legal nggak mungkin banget dia nggak penah lihat, lalu gue menjawab bahwa gue bagian dari tim legalitas perusahaan dan dia membulatkan matanya, "wow, menarik. Pengacara?" Tanyanya lagi.

"Bukan. Saya cuma tim hukum aja, tapi spesialisasi saya bagian notaris."

Tiba - tiba dia mengulurkan tangannya, "Sheila, partnernya Aksa dan baru balik dari Aussie," gue menatap uluran tangannya sesaat kemudian membalasnya dengan tersenyum tanpa balik bertanya.

"Mau pulang?"

Gue mengangguk. "Iya."

"Bawa kendaraan?"

Ini cewek kenapa nanya mulu sih? Baru pertama ketemu tapi bawelnya minta ampun kalau bukan partner Pak Aksa mungkin dia udah gue cuekin dari tadi.

"Iya, bawa," jawab gue dengan senyuman canggung.

"Boleh nebeng?"

Gue menoleh, ini sebenarnya dia mau apa dan kenapa selalu terus mencecar gue disaat gue sedang lelah dan butuh Daniar untuk mengisi daya tenaga gue lagi.

"Sorry, saya harus menjemput istri saya di kantornya," tolak gue secara halus padahal Daniar aja nggak akan tahu kalau gue mau pulang duluan.

"Eh, oh kamu udah nikah?"

Gue mengangguk. Lift berhenti di lantai basement parkiran motor kemudian ketika langkah kaki gue terhenti ketika ingin melewati pintu lift tersebut lalu ia kembali bersuara, "kamu masih muda untuk menikah," nada suaranya terdengar seperti meremehkan.

Gue hanya tersenyum tipis lalu membalas, "saya nggak butuh validasi apapun dari orang lain tapi yang jelas saya tidak pernah mengenal anda lalu tiba - tiba anda berbicara tenteng pribadi saya yang seharusnya tidak anda lakukan."

Gue pergi tanpa menoleh ke belakang dan membiarkan orang asing itu berdiri disana sendirian.

"Mas, mau pulang?" Sekuriti kantor menyapa saat gue hendak menyalakan motor.

"Eh, Pak Gatot. Iya nih pak, kerjaan udah beres," gue melirik jam tangan, "udah jam enam juga."

"Iya sih bener. Hati - hati mas," balasnya kemudian ia membantu gue mengeluarkan motor dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih.

Gue memarkirkan motor di garasi dan melihat mobil Daniar belum tiba disana, lantas gue cepat - cepat pergi ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuh yang seharian terkena matahari dan berkeringat, lalu mengganti pakaian hanya dengan menggunakan celana boxer sementara dada gue sengaja dibuat terbuka agar Daniar langsung cepat menyadarinya. Semenjak gue memberitahu dia tentang ingin memiliki anak darinya, wajah Daniar nampak bersinar. Malam itu ketika gue memutuskan hal terbesar yang pernah gue putuskan dalam hidup gue, matanya berbinar bahkan kami berdua berdiskusi mau anak lelaki atau perempuan.

Eyes On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang