Teman?

5 4 0
                                    

Yoo haloo balik lagi sama manusia yang kalo laper makan nasi

Happy reading ygy

***

Arun terbangun tengah malam saat merasakan haus melanda kerongkongannya. Ia beranjak mengambil air di nakas sampingnya. Rasa lega dan segar terasa sangat nikmat usai setengah botol air mineral diminumnya. Ia melirik Maren yang masih memejamkan mata melalui ujung matanya.

"Ren," panggil Arun. Namun Maren masih tidak memberikan respon.

"Ren? Jangan bikin gue takut!" Arun kemudian memeriksa kondisi Maren. Tubuhnya dingin, padahal suhu AC di ruangan tidak terlalu rendah. Perasaan takut mulai datang.

Arun terhenyak sesaat. Ini tidak mungkin kan?

Dengan cepat dia menekan tombol darurat, tak lama kemudian datang beberapa perawat dan dokter. Arun menyingkir membiarkan petugas medis melakukan tugasnya. Dia duduk sambil terus merapalkan doa untuk keselamatan Maren.

Pikirannya dipenuhi hal negatif tentang kemungkinan yang terjadi pada Maren. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, dia takut suatu hal yang buruk terjadi pada anak bandel itu. Keringat dingin seukuran biji jagung membasahi wajahnya. Tidak, dia harus bertahan demi Maren.

"Nak, apa kamu baik-baik saja?" Suara dokter terdengar khawatir.

Arun mendongak lalu menggeleng. "Saya baik-baik saja. Gimana Maren?"

"Dia baik-baik aja, kamu kenapa nggak pulang? Apa kamu udah ijin sama orang tuamu?" tanya dokter itu lagi.

Arun terdiam. Ia memilih untuk mendekat ke arah brankar Maren. Cowok itu tampak enggan menjawab pertanyaan dokter tadi. Setelah mereka pergi, Arun akhirnya bernafas lega.

"Maaf ya, gue nggak cerita. Gue nggak mau nambahin beban lo," bisik Arun.

***

"Gimana keadaan Maren?"

Sudah seharian ini dia mendengar pertanyaan itu berulang kali. Kepalanya terasa berdenyut nyeri mendengar pertanyaan itu. Sudah terhitung tiga hari sejak Maren kembali tak sadarkan diri, teman-temannya dan Resi bergantian menjaganya. Tapi Arun adalah orang yang paling kerap menemaninya.

Di sela-sela kesibukannya sebagai idola, Arun selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Maren. Entah itu hanya sekedar mengerjakan PR, makan, ataupun mengajak bicara sahabatnya. Jadwalnya yang padat tidak menjadi halangan untuk menemani Maren.

Sampai akhirnya dia jatuh sakit karena kelelahan, teman-temannya tentu saja memintanya agar tidak memaksakan diri. Arun mau beristirahat asalkan dia diperbolehkan untuk menemani Maren. Mau tidak mau mereka harus menuruti kemauannya karena Arun mengancam akan mengadukan Ervin yang membeli PS baru tanpa sepengetahuan Resi.

Sekarang dengan kompres yang menempel di dahinya, Arun duduk di dekat Maren sambil menunggu waktu sampai sahabatnya kembali tertawa bersamanya. Sayangnya ada orang lain selain mereka berdua yang berada di sana. Arun malas untuk berbicara dengannya, dia lebih memilih untuk menempelkan stiker Hello Kitty di kompresnya.

"Lo ngapain di sini? Ganggu pemandangan aja," sarkas Arun yang risih karena Rama terus menerus menatapnya.

"Oke-oke, langsung ke intinya. Kenapa lo sepeduli ini sama Maren, lo nggak punya ikatan darah apapun dengannya." Rama akhirnya angkat bicara.

HAEL : LAST CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang