SMA Mandala, sekolah besar yang cukup bergengsi diantara sekolah-sekolah di daerah ini. Sekolah yang dikenal sebagai pusatnya siswa berprestasi di bidang seni dan olahraga.
Itulah salah satu alasan mengapa Leka memilih SMA Mandala, dimulai dari sejak sekolah menengah pertama lalu sekarang, Leka sudah menggemari olahraga bola voli, Leka pikir dengan memilih SMA Mandala, itu berarti dia memilih tempat untuk bisa mengembangkan bakatnya ke jenjang yang lebih serius. Pun setidaknya jika tidak berhasil menjadi seorang atlet, Leka bisa menjadi guru olahraga.
Walaupun SMA Mandala dikenal sebagai pusatnya bidang seni dan olahraga, tetapi mengenai pendidikan akademis pun SMA Mandala tidak pernah tertinggal.
Setelah memasuki gerbang sekolah, dia memarkirkan motornya diparkiran, lalu bergegas pergi menuju lapangan.
"Leka!"
Suara seseorang memanggil, laki-laki yang bernama Leka itu pun memicingkan mata, mencari siapa yang memanggil nama nya, lalu akhir nya Leka melihat seseorang yang dia kenali, kemudian langsung bergegas menghampiri.
Leka seraya masuk ke dalam barisan paling belakang, tas yang ia gendong terpaksa dilemparkan ke pinggir lapangan dekat tanaman sekolah.
"Dasi gue mana?" Tanya Leka.
"Kalo bukan temen, gak sudi gue nungguin koperasi buka buat beliin lo dasi," jawabnya sambil mengeluarkan dasi dari saku celananya.
"Iya-iyaa paham gue, thank you," balas Leka.
"Lagian, sekolah aja belom udah ilang aja tu dasi, gue dateng--"
"Ssstt." Leka menempelkan jari telunjuknya ke bibir Gema, membuat temannya itu berhenti mengeluarkan suara. "Berisik," lanjutnya.
Gema menepis jari Leka dari wajahnya, begitu pula Leka yang langsung menyilangkan dasi dilehernya.
Belum lama setelah semua berbaris rapi, laki-laki ini melirik sesuatu dengan ujung mata, melihat seseorang yang baru saja masuk barisan, berdiri disebelah Leka dengan deru napas yang tidak beraturan.
Seorang perempuan berkuncir kuda, yang sibuk memakai dan merapikan topi dan dasinya, perempuan itu melepaskan tas yang dia gendong seraya langsung melemparkan tas itu ke pinggir lapangan, persis seperti yang Leka lakukan tadi.
"Apa?" Sadar dirinya dilirik, perempuan itu balas melirik Leka dengan tatapan tajam penuh kewaspadaan dan kehati-hatian.
Setelah itu Leka mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak menggubris perempuan yang masih melihat dia dengan tautan alis diwajahnya.
Detik terakhir upacara selesai. Akhirnya Leka dapat meregangkan bahu nya yang terasa kaku. Leka menoleh ke sebelah kiri, lalu menoleh ke belakang, dimana perempuan tadi? Dia menghilang begitu upacara selesai, kegesitan perempuan itu hampir membuat Leka bertepuk tangan, saking cepatnya Leka bahkan tidak melihat kapan dia pergi.
Selepas dari itu, Leka mengambil tas nya lalu merangkul bahu Gema untuk pergi ke kelasnya.
"Kelasnya yang mana?" Tanya Leka pada Gema. Baru berjalan 3 menit di lorong Leka sudah tampak tidak sabar.
"Tuh! Palang segede gitu gak keliatan?" tunjuk Gema ke arah papan nama kelas yang berada di atas pintu.
"Nggak," jawab Leka singkat.
"Kelas kita banyak yang cakep loh Ka," ungkap Gema dengan ekspresi wajah kegirangan.
Leka mengangguk. "Udah tau," terang Leka lanjut tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do you think i have forgotten?
JugendliteraturSetelah 7 tahun berpisah. Leka secara tidak sengaja bertemu dengan Nala, cinta pertama sekaligus orang yang membuat luka di hatinya. "2017, SMA Mandala!" Leka berteriak, membuat perempuan itu berhenti berjalan. PUBLISH SETIAP HARI SABTU