10. DYTIHF🌷

5 2 1
                                    

"FOR REAL?"

Sama seperti sekolahnya, mulut siswa di sekolah ini juga sangat besar, kejadian tadi pagi langsung tersebar dengan cepat, tidak hanya anak kelas IPA 7 saja, tapi satu angkatan. Mungkin pula ada kelas 11 dan 12 yang mendengarnya juga.

"Yaelah, ngapain kaget? Semua orang di kelas juga tau Leka tiap hari sama siapa," ucap Safa berterus terang.

Ralin menggeleng cepat. "Bukan itu yang gue kagetin, tapi Nala." Jarinya menunjuk ke arah Nala.

Nala mendongkak melepaskan pandangan dari buku. "Kalian ngomongin gue?" Tanya Nala datar.

"Menurut lo?" Ralin berkacak pinggang. "Kenapa sih lo nolak Leka?" Tanya nya.

"Kenapa gue harus pacaran sama dia?" Tanya balik Nala.

"Lo tau gak? Leka satu-satunya anak voli yang bisa setara sama anak basket."

"Maksud lo?" Tanya Nala, meminta penjelasan.

Ralin berdecak sambil menggeser kursi dan duduk disebelah Nala. "Gue satu smp sama Leka, dan lo tau? Dia di smp populer banget gara-gara voli," ujarnya.

Nala bisa mengerti maksud Ralin, dia juga sudah pernah melihat Leka bermain voli, laki-laki dengan tinggi 178 cm itu memang terlihat sangat berbeda jika sedang bermain voli.

"Terus?" Nala tidak banyak merespon, sebanyak apapun fakta yang Ralin keluarkan, hal itu tidak bisa mengubah keputusannya.

"Terus? Omg, parah gila lo! Emang sih, dia di Mandala belum cukup populer kalo dibandingin sama anak-anak basket, cuma ... gue benci sih bilang ini, tapi dia ganteng anjir, kalo dia daftar jadi model menurut gue bakal langsung di terima."

Nala meletakan pulpen, berhenti menulis karena ucapan Ralin sangat mengganggunya. "Lo yakin gak berlebihan muji Leka?"

Bukankah Ralin terlalu intens memuji Leka?

"Jujur gue benci banget muji dia, Leka suka gangguin gue dulu waktu di smp, tengil juga. Tapi gak ada salahnya loh La, pacaran sama dia," terang Ralin memberi dorongan, atau mungkin lebih tepat disebut membujuk?

Nala mengedikan bahunya. "Lo aja yang cobain."

"Kalo itu gue gak bisa, gue lagi deket sama anak ips," balas Ralin cengengesan dengan antusias.

"Emang nya lo beneran gak suka sama Leka?" Tidak cukup Ralin, kali ini Safa yang mulai bertanya-tanya.

"Apa yang gue suka sama nggak, gak bakal gue kasih tau ke kalian," ucap Nala, secara jelas menolak membuka diri.

Safa berdecak sambil menghembuskan napas. "Susah Lin, Nala terlalu tertutup."

"Iya, harusnya lo buka-bukaan aja sama kita," kata Ralin.

"Udah lah, mau sampe kapan bahas Leka? Sampe kuping gue berdarah?" Tangkas Nala sebal.

"Ciah, baperan."

"Udah ah, pergi sana kalian berdua," ujar Nala mengusir Ralin dan Safa.

"Leka Leka Leka Leka!" Safa sengaja mengejek Nala dengan menyebutkan nama Leka beberapa kali.

"Nala love Leka!" Ralin juga ikut-ikutan dengan berteriak seperti anak sd. Mereka berdua berlari cepat takut Nala membalas atau mengejar.

"Gak jelas!" Ucap Nala setengah berteriak.

xxxx

Setelah hari dimana Nala menolak Leka. Dia harus bergelut dengan pertanyaan yang kerap kali datang menanyakan hubungannya dengan Leka. Tidak hanya itu, Nala juga harus bersiap dengan kuping besi ketika berhadapan dengan Leka.

Do you think i have forgotten?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang