Setiap hari setelah kejadian yang membuat Nala harus diurut, setelah itu juga setiap Nala sekolah Leka pasti melihat sepatu yang Nala pakai, lalu bertanya seperti, Kaki lo aman kan La?
Atau, Kalo di gerakin sakit gak?
Jika tidak, Perlu di terapi gak sih?
Setelah itu kegiatan keseharian Nala kembali berjalan seperti semula, hanya kegiatan yang bersifat umum, berangkat sekolah lalu pulang kerumah, makan, belajar, tidur. Ya hanya keseharian yang monoton saja.
"Nala ... Mau gabung gak?" Tanya Ralin yang mendatangi meja Nala.
"Gue?" Tanya balik Nala.
Ralin mengangguk, "iya lah, siapa lagi, ayoo!"
Nala mengikuti Ralin dari belakang. Sudah hampir setiap hari Nala istirahat sendirian di kantin, bukannya sengaja, tapi karena dia tidak terlalu mengenal anak-anak kelas dan tipe orang yang sulit berbaur dengan orang baru.
Kadang-kadang dia istirahat di kelas, ditemani Leka dengan suara ngoroknya, kadang juga melanjutkan belajar sendiri tanpa istirahat.
"Eh, lo udah nyobain cireng nya Bang Junet belum? Sumpah enak banget loh! Gue kemarin beli tiga, pulang sekolah beli lagi dua, lo harus nyoba!" Seru Ralin bercerita dengan sangat antusias.
"Gue belum pernah, cuma sering denger," jawab Nala.
Nala pergi ke kantin hanya untuk membeli nasi goreng yang dia makan di kelas.
Dia teringat ketika hari dimana Gema dan Leka membicarakan makanan yang ada dikantin, yang mereka bicarakan 10% makanan 90% Mbak Yuni penjual tahu gejrot.
Kantin memang jadi tempat yang selalu ramai, berani taruhan kalau di setiap sekolah pasti tempat favorit semua orang adalah kantin. Apalagi kalau penjualnya seperti penjual tahu gejrot.
Semua orang sibuk terutama lapak tahu gejrot. Hampir dari 97% orang yang mengantri adalah para lelaki.
"Mbak Yun, cabe nya lima, ulekannya yang halus ya mbak Yun," ujar siswa laki-laki yang memesan tahu gejrot sambil tertawa-tawa dengan teman-temannya.
"Aduhai!"
"Tambah lagi deh cabe nya dua mbak Yun."
Mereka menontoni Mbak Yun yang sedang mengulek cabe dengan ulen.
"Mbak Yun, tiga cup mbak Yun!"
Nala bersama yang lain mengerutkan unjung kelopak mata ketika melihat para siswa laki-lak. Nala bahkan hampir membuka lebar mulutnya setelah melihat orang yang paling semangat memesan di lapak tahu gejrot. Leka dan teman-temannya.
"Mereka ngapain sih?" Nala menggelengkan kepalanya.
"Gak tau tuh, waktu pas pertamakali sekolah juga rame banget lapak Mbak Yun, sampe penasaran sama rasa tahu gejrot nya, ternyata biasa aja," jelas Ralin.
"Yang mereka cari bukan tahu gejrot nya, tapi Mbak Yun," ucap Safa.
"Ishh." Ralin berdesis sambil bergidik gelu melihatnya. "Ke cireng bang Junet aja," lanjutnya.
Nala memesan tiga cireng yang di rekomendasikan Ralin, rasa ayam, sapi dan keju. Setelah mencoba cireng yang dia beli, baru lah Nala paham kenapa Ralin begitu excited ketika sedang membicarakan cireng bang Junet.
"Enakan?" Tanya Ralin menunggu reaksi Nala. Safa pun juga sama.
Nala mengangguk setuju. "Enak, padahal seenak ini tapi antriannya gak sepanjang Mbak Yuni," tutur Nala.
"Lo liat aja muka-muka orang yang ngantri di sana," ujar Safa, membuat Nala dan Ralin langsung menengok ke arah lapak Mbak Yuni. "Muka-muka garong semua," lanjut Safa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do you think i have forgotten?
Teen FictionSetelah 7 tahun berpisah. Leka secara tidak sengaja bertemu dengan Nala, cinta pertama sekaligus orang yang membuat luka di hatinya. "2017, SMA Mandala!" Leka berteriak, membuat perempuan itu berhenti berjalan. PUBLISH SETIAP HARI SABTU