7. DYTIHF🌷

3 2 0
                                    

Sungguh pemandangan yang sama sekali tidak ingin Nala lihat, apalagi jika bukan melihat kerusuhan di meja nya. Gema dan Leka tengah rusuh meneriakan sesuatu yang Nala tidak ketahui, bermain game di ponsel masing-masing tanpa ketenangan sedikit pun.

Walaupun begitu, kebisingan yang mereka buat tidak bisa melepaskan Nala dari buku catatan dan buku tugas yang sedang ia catat dan kerjakan.

"La, lo gak ada kegiatan lain selain belajar?" Tanya Gema yang masih fokus pada layar ponselnya.

"Gak ada," jawab Nala tanpa menoleh ke arah lain, tetap terus mencatat.

"Bosen gue liat lo tiap hari belajar mulu," ujar Gema lagi.

"Gue gak minta lo liatin gue," balas Nala datar.

"Iya lagi." Gema tidak bisa mendebat apa yang Nala bilang.

Sementara Leka sedang menertawakan mimik wajah Gema yang kehabisan ekspresi bicara dengan Nala.

Nala meletakan pulpen di atas buku."Ini kalian ngapain si? Pagi-pagi rusuh di meja gue?" Tanya nya.

"Kalo rusuh di lapangan dimarahin pak Bayu, Nala," Jawab Leka.

"Lo pergi ke meja lo gak?! Apa perlu gue naburin garem biar lo pergi?!" Geram Nala pada Gema yang hampir setiap hari bersemayam duduk di depan meja nya.

"Lintah gue?" Tanya Gema. "Hari ini gue resmi pindah ke meja ini, gue bisa sepuasnya balik badan buat ngerusuh," Jawab Gema disertai tawa jahat di ujung kalimat, seperti di serial-serial televisi.

"Pindah lagi gak?!"

"Kenapa si La, marah-marah mulu, besok-besok gue pesenin tumis keong deh biar lo slow," ujar Leka, mengejek.

"Emang keong bisa dimakan?" Tanya Gema.

"Gak tau gue juga, kali aja Nala mau."

Nala memutar bola mata, lelah tidak ada habisnya jika terus meladeni kedua laki-laki itu. Nala berdecak sambil mengeluarkan earphone kabel yamg sudah berbelit tidak beraturan.

xxxx

Leka sudah menguap sebanyak lima kali, setelah bosan main game di ponsel dia menaruh kepalanya di atas meja, memperhatikan Nala yang masih terus mencatat, Leka tidak tahu untuk apa catatan sebanyak itu, pasalnya setiap hari, setiap jam, setiap menit dan detik, yang Nala lakukan hanya mencatat.

"Buat apa si La nyatet sebanyak itu?"

"Gue ngapalin sambil nyatet, biar gampang inget,"

"Mm gitu, gue mau nagih hutang dong,"

Nala menoleh menaikan alisnya sesaat. "Hutang? Hutang apa? Gue punya hutang?"

"Inget gak waktu itu lo pernah nebeng?"

"Apaan?"

"Waktu berangkat bareng,"

Sial, setelah berpikir sebentar untuk mengingat-ingat, Nala akhirnya ingat hari itu, hari dimana Nala tersandung karena sepatu kebesarannya. Kenapa juga Leka menagih hutang padanya sepagi ini.

"Oh, berapa?" Tanya Nala.

"Gak mau duit, yang lain."

"Terus apa? Tunggu-- lo gak minta yang macem-macem kan? Gue laporin ya sama pak Bayu!" Seru Nala dengan wajah curiga.

"Ne-think mulu lo sama gue, muka gue ini muka polos dan baik hati." Memuji wajah sendiri.

"Cih, muka lo tu muka-muka orang mesum. Yaudah lo mau apa? Pasti tahu gejrot mbak Yuni kan?"

Do you think i have forgotten?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang