Chapter 2

668 100 11
                                    

Selamat hari senin, semoga hari kalian selalu menyenangkan^^

....

"Nak Jeno, sarapan udah siap. Kamu ditunggu Tuan Jaehyun dan Tuan Jaemin di ruang makan."

Pesan dari bibi asisten rumah tangga menyadarkan Jeno yang sebelumnya tengah melamun. Pemuda manis itu berjalan membukakan pintu, diperlihatkan sesosok wanita setengah baya yang menatapnya sembari tersenyum lembut.

"Bi Darmi, Jeno nggak mau turun, tapi Jeno laper. Minta tolong ambilin makan terus bawa sini, boleh?"

"Nak, Bibi minta maaf, tapi perintah dari Tuan Jaehyun nggak mengizinkan Nak Jeno makan di kamar selain ikut makan di ruang makan."

Jeno mengubah ekspresinya menjadi datar. Lagi dan lagi suaminya itu berbuat seenaknya. Jaehyun memang kepala keluarga, hanya saja dalam situasi seperti ini, bisakah pria itu membiarkannya sendiri terlebih dahulu?

Ia muak jika harus melihat suami dan juga si istri baru yang makan satu meja. Jeno yakin pasti Jaehyun atau Jaemin sengaja ingin memanas-manasinya.

"Ya sudah, kalau begitu Jeno turun nanti aja. Jeno nggak mau makan satu meja sama orang-orang jahat."

"Siapa yang kamu bilang jahat?"

Baik Jeno maupun Bi Darmi, kedunya serentak menoleh bersama. Mendapati sang kepala keluarga sekaligus suaminya itu melangkah tegas menghampiri sembari menatap Jeno tajam. Bi Darmi menundukkan kepala, berjalan mundur perlahan berniat pamit ke bawah.

Tersisa sepasang suami istri yang saling pandang. Jeno tak kalah berani untuk balik menatap Jaehyun sebagai bentuk perlawanan. Karena menurutnya memang seharusnya Jeno melakukan ini.

"Perhatikan ucapanmu, Jung Jeno. Aku tau kamu kesal, tapi orang jahat ini juga masih suami kamu."

"Pffft! Gue nggak nganggep lo suami lagi ya, Anjing! Gue juga udah minta lo buat cerein gue, tapi lo sendiri yang nolak. Jangan salahin gue semisal perbuatan sama ucapan gue nggak sopan, itu juga karena lo!"

"Jung Jeno!"

"Apa? Nggak terima? Yaudah, kita impas."

Air muka Jaehyun semakin tak sedap dipandang. Namun, Jeno tetap bersikukuh ingin terus melawan Jaehyun supaya pria itu muak lalu menceraikannya. Lagipula Jeno tidak takut diceraikan, justru Ia takut jika masih harus menyandang status istri dari seorang Jung Jaehyun yang memadu istri pertamanya sendiri demi selingkuhan!

"Aku kasih kesempatan terakhir, turun atau kamu malam ini sampai besok nggak dapat jatah makan!"

"Kalau gitu, gue pilih mending nggak usah makan biar cepet mati!" Jeno mundur sedikit sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras. Dengan cepat berbalik membelakangi pintu. Napasnya tampak memburu. Pikirannya kacau sampai membuatnya secara tidak sadar menitikkan air mata.

Dirematlah dadanya sendiri. Jatuh terduduk menerawang nasib yang kurang beruntung. Di dalam kamar temaram yang hanya terisi dirinya, menjadi saksi Jeno menumpahkan seluruh tangisnya melepas rasa sakit di hatinya saat semua orang mungkin menganggap Jeno terlihat biasa saja ketika dimadu.

Bohong. Jeno berbohong. Ia tak sekuat itu menerima kenyataan pahit dalam kehidupan pernikahannya. Mau bagaimanapun Jeno dinikahi pada usia sembilan belas tahun. Masih terlalu muda dan Ia yang sebelumnya hanya seoramg anak manja haus perhatian, harus dipaksa dewasa setelah ayahnya menutup usia menyusul ibunya.

Jeno menyentuh perutnya yang tiba-tiba mengeluarkan suara, disusul ringisan lirih dari pemuda itu merasakan sakit yang benar-benar menggerogoti perutnya.

Ia beranjak, melangkah perlahan sembari memegangi perutnya. Dibaringkan tubuh kurus itu ke atas kasur yang nyaman. Mungkin dengan tidur, akan melupakan sejenak rasa laparnya, karena dia harus tetap pada pendirian, memilih mati daripada bergabung bersama Jaehyun maupun Jaemin di bawah.

....

Jaemin berdiri di balkon memandang suasana pagi di kediaman suaminya. Terselip sebatang nikotin diantara jari telunjuk dan jari tengah yang tinggal separuh.

Pemuda tampan dan juga berparas cantik itu melirik sebentar saat sebuah tangan tiba-tiba melingkar di perutnya. Gerangan yang memeluknya tersebut menaruh dagu di bahu tegap Jaemin, tak tanggung-tanggung memberi kecupan manis juga di pipi sang istri.

"Kamu bilang nggak akan ngerokok lagi?" ujarnya merengek. Tak suka melihat Jaemin menghisap sumber penyakit itu.

"Hm?" Jaemin membeo seraya menaikan sebelah alisnya dan melirik Jaehyun melalui ekor mata. "Mulut saya pahit," terangnya singkat.

"Kamu ada niatan pengen bulan madu nggak?"

Jaemin berbalik seusai melepas pelukan Jaehyun. Ditatap pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu dengan senyum tipis, tapi tatapan mata menyorot datar.

"Saya bakal sibuk untuk beberapa hari ke depan. Sepertinya untuk rencana bulan madu, kita tunda dulu sampai urusan saya selesai. Kamu juga harus mengurus proyek, 'kan?"

"Ya, begitulah. Tapi kita bisa izin dulu untuk sementara waktu, toh kita juga baru nikah."

"Tidak bisa."

Jaehyun mencebik mendengar penolakan Jaemin. "Nana~, ayolah, sekali-kali bersenang-senanglah."

"Tolong mengertilah, Jaehyun. Kalau nanti urusanku udah selesai, kita bakal pergi, tapi nggak untuk sekarang ini."

"Uhm, baiklah. Ya sudah, tolong siapkan bajuku. Aku mau mandi dulu."

Jaemin hanya mengangguk singkat. Kembali memandang pelataran Jung sekalian mau menghabiskan sisa rokoknya terlebih dahulu. Namun, netranya menaruh atensi pada sosok yang kini berjalan seorang diri menuju gerbang.

Jeno adalah orang yang Jaemin perhatikan. Ia terus memandanginya sampai Jeno hilang dari balik gerbang.

"Ke mana istri pertamamu pergi?"

"Jeno? Oh, dia kuliah. Aku membiarkannya melanjutkan pendidikan meski kita udah menikah," sahut Jaehyun dari dalam kamar mandi.

"Jalan kaki?"

"Iya, dia sendiri yang nolak dianterin supir. Jadi, biarin aja."

Jaemin terdiam. Netranya masih bisa melihat sosok Jeno yang semakin menjauh sembari berjalan kaki dan sedikit melompat-lompat lucu. Anak itu cukup ceria, tapi jika sudah berhadapan dengannya, bukan reaksi positif yang ditunjukkan, melainkan hanya tatapan penuh kebencian dari sosok istri pertama suaminya itu pada dirinya.

"Dia cantik, tapi kasar," gumamnya pelan.

RhapsodicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang